Jumat 15 Aug 2014 21:30 WIB

Persidangan MK Dituntut Lebih Substansial

Rep: c87/c54/ Red: Muhammad Fakhruddin
Saksi ahli dari tim Prabowo-Hatta, Yusril Ihza Mahendra memberikan kesaksiannya dalam sidang ketujuh Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/8).
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Saksi ahli dari tim Prabowo-Hatta, Yusril Ihza Mahendra memberikan kesaksiannya dalam sidang ketujuh Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di ruang sidang pleno Gedung MK, Jakarta Pusat. Sidang mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan pihak Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai pemohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon, dan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pihak terkait.

Kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menghadirkan pakar tata negara Yusril Ihza Mahendra sebagai saksi ahli. Yusril mengritik persidangan MK yang terlalu berkutat mempersoalkan hal prosedural. Menurutnya, MK harus melangkah ke arah lebih substansial dalam mengadili dan memutuskan sengketa pemilihan presiden. “Seperti di negara Thailand, mahkamah dapat menilai apakah pemilu konstitusional atau tidak," kata Yusril di ruang sidang pleno MK, Jumat (15/8).

 

Yusril mengatakan sesuai pasal 6 a ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat. Sedangkan, mekanismenya terdapat dalam pasal 22 e UUD 1945 yakni melalui pemilu yang berasas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.  "Karena itu, maka pelaksanaan kedaulatan rayat bukan persoalan norma hukum biasa tapi berkaitan dengan norma konstitusi. Pilpres adalah persoalan konstitusi sehingga jika timbul perselisihan lembaga yang berwenang memutuskan adalah MK," imbuhnya.

Masalah pemilu, kata Yusril, terkait konstitusional dan legalitas, seperti asas pelaksanaan pemilu telah dilaksanakan semestinya atau tidak. "Karena presiden dan wakil presiden terpilih harus memerintah dengan memperoleh legitimasi kekuasaan. Karena tanpa itu presiden dan wakil presiden akan krisis legitimasi.

Ada baiknya dalam memeriksa PHPU, MK melangkah ke arah itu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement