Jumat 15 Aug 2014 18:24 WIB

Saksi Ahli KPU : DPKTb Nomenklatur yang Harus Diadakan

Rep: C87/ Red: Djibril Muhammad
Hakim Konstitusi Harjono
Foto: Adhi Wicaksono/Republika
Hakim Konstitusi Harjono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Harjono, menjadi saksi ahli Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK, Jumat (15/8). Harjono memberikan keterangan tentang Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb).

Menurut Harjono, DPKTb dianggap sebagai suatu langkah sistematis yang menjadi bagian dari terstruktur sistematis dan masif (TSM). DPKTb menjadi usaha-usaha untuk memfasilitasi yang tidak terdaftar di DPT, mengembalikan hak warga negara. Kalau dilihat dari intensnya, kata Harjono, intens daripada DPKTb untuk memfasilitasi warga negara yang punya hak pilih namun terhalang karena tidak terdaftar di DPT.

"DPKTb adalah nomenklatur yang diperlukan pada saat ada satu kemungkinan besar bahwa suatu warga negara tidak bisa menggunakan hak pilih gara-gara tidak ada DPT," kata Harjono di ruang sidang pleno.

DPKTb, kata Harjono, tidak merupakan suatu usaha yang dilakukan terstruktur dan dilandasi untuk memenangkan kontestan tertentu dengan kecurangan. Hal itu tidak dinilai tidak menguntungkan calon tertentu, karena ada di balik kotak suara.

"Siapa yang diuntungkan? No one knows, enggak ada yang tahu. Kalau diposisikan DPKTb dengan kemenangan calon tertentu, itu tidak terbukti," imbuhnya.

Harjono juga menyinggung soal pembukaan kotak suara. Menurutnya, kotak suara adalah properti KPU sebagai lembaga konstitusi yang kedudukannya tetap mandiri dan independen. Justru kalau orang lain yang mau melihat harus izin KPU.

"Maka kapan saja di mana saja KPU bisa membuka. Karena itu akte yang dibuat KPU sebagai sebuah lembaga mandiri. Pembukaan kotak seluruhnya adalah otoritas KPU sebagai penyelenggara yang mandiri," tegas Harjono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement