Selasa 12 Aug 2014 13:00 WIB

Maliki Bertahan

Red:

BAGHDAD — Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki bersikeras mempertahankan jabatannya. Pada Senin (11/8) ia menyampaikan tuntutan hukum kepada Presiden Fouad Massoum karena dianggap telah melanggar konstitusi.

Ahad tengah malam merupakan tenggat bagi Massoum untuk menetapkan dirinya kembali sebagai perdana menteri. Dalam pidatonya lewat tengah malam, Maliki menyatakan Massoum yang dipilih parlemen menghambat dirinya dipilh kembali.

"Massoum melakukan kudeta terhadap konsititusi dan proses politik," kata Maliki. Pada pemilu April lalu, Maliki yang didukung blok Syiah memperoleh kursi mayoritas di parlemen. Pada Senin, parlemen bersidang membahas penentuan nama perdana menteri itu. 

Pada hari yang sama, pasukan khusus yang setia kepada Maliki dikerahkan. Mereka bergerak ke lokasi-lokasi penting di Baghdad. Sejumlah pejabat kepolisian mengungkapkan, keamanan di seluruh kota juga diperketat.

Wakil Ketua Parlemen Irak Haedar Abadi mengatakan bahwa pasukan pemerintah siaga di ibu kota untuk mengantisipasi gangguan keamanan. Polisi mendirikan pos pemeriksaan di persimpangan utama dan sejumlah jalan ditutup.

Di Washington, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Jen Psaki menolak paksaan dan manipulasi dalam proses penetapan nama perdana menteri baru. AS mendukung pemilihan perdana menteri baru yang menjamin aspirasi seluruh warga Irak.

Ia menegaskan pula, pemerintahnya sepenuhnya mendukung Presiden  Fouad Massoum yang merupakan penjaga konstitusi Irak. Menurut Psaki, Massoum mampu menjalankan konstitusi dengan baik. Pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS Brett McGurk pun bersikap sama.

Melalui Twitter ia menyatakan, "Sepenuhnya mendukung Presiden Irak Fouad Massoum sebagai penjaga konstitusi dan kandidat perdana menteri yang dapat membangun konsensus nasional di Irak." Sebelumnya ia menuai dukungan besar dari AS.

Ia menjabat sebagai perdana menteri pada 2006. Namun kini, dukungan itu surut. Pemerintahannya menghadapi perlawanan dari ISIS yang merongrong keamanan nasional. Di sisi lain, sebagian pendukungnya dari blok Syiah juga menginginkannya mundur.

Irak diharapkan mampu membangun pemerintahan inklusif untuk menangani semua permasalahan yang ada. Termasuk, menghadapi ISIS yang merebut sejumlah wilayah Irak. rep:dessy suciati saputri/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement