Jumat 08 Aug 2014 12:00 WIB
tajuk

Pembatasan Solar dan Nasib Nelayan

Red:

Pembatasan BBM subsidi jenis solar membuat para nelayan kelimpungan. Para nelayan di sejumlah daerah mulai menjerit karena langkanya solar dan harganya yang naik  tinggi.

 

Nelayan di sejumlah daerah harus menunggu berhari-hari untuk mendapatkan solar yang akan menjadi bahan bakar kapal mereka. Dalam keadaan normal saja kebutuhan solar bagi nelayan jauh lebih tinggi dibandingkan ketersediaan di SPBN.  Dengan pembatasan ini solar sebagai kebutuhan utama kapal nelayan semakin langka.

 

Di Pelabuhan Kejawanan Cirebon, Jawa Barat, para nelayan dengan kapal tangkap ikan di atas 30 GT itu sudah lebih dari sepekan menambatkan jangkar. Mereka tidak bisa berangkat mencari ikan lantaran tidak adanya pasokan solar untuk kapal mereka.

Kondisi yang sama dialami banyak nelayan di Bali; Jakata Utara; Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur; Cilacap, Jawa Tengah; dan  Indramayu, Jawa Barat. Kebijakan pembatasan solar subsidi membuat pasokan solar di SPBN berkurang hingga tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar seluruh kapal nelayan. Mereka pun harus menunggu jatah solar secara bergiliran dengan jumlah tak menentu. Banyak nelayan terpaksa menungggu pasokan bahan bakar sambil membereskan jaring dan mesin kapal.

Kondisi ini jelas sangat merugikan para nelayan. Mereka tidak bisa melaut mencari ikan, atau kalaupun bisa, jadwalnya tidak menentu. Belum lagi biaya operasional yang makin membengkak karena naiknya harga solar. Kalau penghapusan subsidi diberlakukan, artinya mereka harus mengikuti mekanisme pasar, di mana harga solar akan menjadi sekitar Rp 12 ribu per liter atau naik sekitar Rp 6.500 per liter. Itu artinya biaya operasional akan naik sekitar 60 persen.

Padahal, tanpa pembatasan solar pun nelayan sudah sangat menderita. Nelayan di Jembrana, Bali, menuturkan, di era 1990-an, harga solar hanya sekitar Rp 800 per liter, sedangkan harga ikan tongkol Rp 2.000 per kilogram. Saat ini dengan harga solar Rp 5.500, harga ikan tongkol Rp 15 ribu. Bila subsidi BBM dicabut harga ikan tongkol per kilogram bisa mencapai Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per kilogram. Masalahnya apakah masyarakat masih akan mau membeli ikan dengan harga seperti itu. Dengan pembatasan solar subsisi kehidupan nelayan yang suram akan semakin suram.

Dalam Surat Edaran BPH Migas No No 937/07/KaBPH/2014 diinstruksikan, antara lain, per 4 Agustus penjualan solar bersubsidi di wilayah tertentu di Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Bali dibatasi pada pukul 18.00-06.00 WIB untuk klaster tertentu. Sedangkan alokasi solar subsidi untuk lembaga penyalur nelayan dipotong 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 gross ton.

Hal itulah yang memicu kelangkaan solar  untuk kebutuhan nelayan.

Kita berharap pemerintah tidak membuat kebijakan yang justru menyengsarakan rakyat. Semestinya pemerintah menjamin ketersediaan solar bersubsidi khususnya bagi nelayan. Kebijakan pembatasan ini terbukti merugikan nelayan yang berakibat mereka tidak bisa melaut dan mencari ikan.

Jika kondisi kelangkaan solar bagi nelayan ini dibiarkan terus-menerus dampaknya akan sangat besar. Bukan hanya pada menurunnya pendapatan nelayan tapi juga terkait dengan sektor bisnis lain yang terkait dengan hasil laut terutama ikan.

Sudah selayaknya pemerintah mengkaji kembali pola pembatasan solar subsidi bagi nelayan. Jangan biarkan kehidupan nelayan yang sudah menderita semakin menderita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement