Jumat 01 Aug 2014 15:30 WIB

Entrepreneur Perdesaan

Red:

Selama masa kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden, kedua calon dengan mantap setuju bahwa dana yang jumlahnya tidak kurang dari satu miliar akan dialirkan langsung ke perdesaan. Ada yang menyebut bahwa dana itu akan memperbaiki sarana dan prasarana di perdesaan. Ada pula yang menyebut bahwa dana itu akan menjadi modal utama untuk membangun kekuatan ekonomi yang luar biasa bagi masyarakat desa yang masih miskin dan jauh dari kesempatan mengolah sumber daya yang melimpah di daerah perdesaan.

Premis tersebut benar karena prasarana di perdesaan masih sangat jauh dari memuaskan sehingga produk perdesaan menjadi sangat mahal untuk dibawa ke pasar-pasar yang menjadi pusat perdagangan yang luas. Di samping itu, sumber daya yang melimpah tidak begitu saja bisa diolah menjadi produk laku jual dan menguntungkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:NOVERADIKA/ANTARAFOTO

Seorang warga menggembalakan hewan ternaknya di daerah Susukan, Purwosari, Gunung Kidul, Yogyakarta

Sumber daya alam itu perlu digali dan diproses dengan memanfaatkan teknologi yang sanggup secara massal dan dengan kualitas tinggi mengubahnya menjadi produk dengan ongkos yang murah. Dengan demikian, produknya bisa bersaing dengan produk industri yang dengan sekejap dapat menciptakan produk dengan efisien dan ongkos yang sangat murah.

Salah satu syarat yang harus dilakukan agar keluarga desa bisa mengambil peran aktif dan merasakan hasil menggelontornya aliran dana yang secara besar-besaran dialirkan ke desa adalah menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan terampil. Mereka sanggup melihat sekeliling dan memanfaatkan segala sumber yang ada dengan baik.

Pengembangan sumber daya manusia itu adalah suatu proses yang panjang, lama, dan melelahkan. Masalahnya, modal utama yang dimiliki adalah sumber daya manusia yang tidak selalu muda atau mempunyai pendidikan dasar yang memadai sehingga tidak secara instan dapat dilatih menjadi sumber daya yang terampil atau siap bekerja.

Ada dua kelompok besar yang tersedia melimpah di perdesaan. Satu kelompok adalah penduduk di atas usia 15 tahun yang di masa lalu tidak sempat mengenyam pendidikan lebih dari tingkat SD, SMP, atau SMA. Umumnya sangat terbelakang, tidak banyak pengalaman dan jumlahnya tidak kecil, lima puluhan juta atau lebih. Kelompok kedua adalah anak-anak muda di bawah usia 15 tahun yang harus diajak melihat ke depan, menyiapkan diri untuk sanggup sekolah setinggi-tingginya agar bisa menjadi tenaga terdidik dan terampil. Mereka perlu disiapkan menjadi entrepreneur perdesaan yang mampu mengubah seolah-olah "sampah" yang melimpah menjadi berkah.

Biarpun kita harus berpikiran besar, para pemimpin baru harus sabar untuk berpikir sederhana, inovatif, dan sistematis yang dengan sabar menciptakan, merancang, dan melaksanakan program-program dan kegiatan sederhana. Tujuannya adalah mengajak semua kalangan untuk ikut berpartisipasi dalam usaha besar-besaran terjun dalam kegiatan awal yang sederhana dan sangat masif.

Gerakan itu adalah merangsang dan menarik secara konkret setiap penduduk bekerja menghasilkan produk yang laku jual secara langsung dan menguntungkan. Kita perlu banyak entrepreneur pedesaan yang sanggup menciptakan lapangan kerja yang mengolah sumber daya alam yang tersedia melimpah melalui penggunaan teknologi sederhana agar sangat banyak penduduk yang terlibat. Terlibatnya penduduk secara massal menjadi syarat utama untuk membangun budaya kerja keras di kalangan masyarakat luas di perdesaan.

Seiring dengan pengembangan budaya kerja keras ini, perlu segera dilakukan pendidikan dan pengajaran bagi generasi muda. Sistem pendidikannya mengedepankan pembangunan jiwa dan karakter anak muda bangsa yang inovatif, kreatif, dan sangat menghargai munculnya gagasan, penciptaan, dan penggunaan serta kecintaan terhadap produk-produk anak bangsa yang membuat kebanggaan secara nasional. Kampanye penggunaan dan kebanggaan menggunakan produk-produk lokal harus menjadi prioritas agar kegiatan awal secara massif di tingkat perdesaan mendapat pasar domestik yang luas dan dahsyat.

Tanpa adanya pasar yang dengan bangga siap membeli dan mempergunakan produksi lokal itu hampir pasti produksi massal yang diciptakan untuk menarik partisipasi masyarakat bisa berakibat bahwa masyarakat luas hanya akan mampu menjadi penonton dari aliran dana yang secara masif mengalir ke desa. Dana yang melimpah akan menjadi bulan-bulanan pengusaha perkotaan yang sekadar mengalihkan tempat usahanya ke perdesaan dan menempatkan keluarga dan penduduk desa sebagai penonton dan konsumen yang tetap miskin.

Dengan kata lain, mengalirnya dana secara besar-besaran ke perdesaan perlu dibarengi dengan mengalirnya kesempatan pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi generasi muda. Mereka harus disiapkan menjadi tenaga kreatif inovatif yang sanggup mengubah apa saja yang tersedia di desa menjadi sesuatu yang berharga, laku jual, dan menguntungkan. Di samping itu perlu dibarengi dengan pelatihan keterampilan berorientasi industri lokal dengan teknologi yang dikembangkan secara bertahap untuk menampung tenaga berpendidikan rendah secara massal. Dengan demikian, setiap penduduk mempunyai kesempatan kerja di samping bekerja dalam bidang pertanian modern.

Masuknya tenaga kerja semi terdidik secara massal itu akan menjadi peristiwa besar pembangunan budaya kerja keras di kalangan masyarakat luas. Pendidikan untuk anak muda menjadi bagian dari upaya baru menciptakan generasi muda yang kreatif dan sanggup bekerja cerdas dan keras.

Pusat-pusat pelatihan keterampilan perlu banyak dimunculkan di perdesaan. Sarana tersebut sekaligus dijadikan pusat-pusat industri dan pemasaran yang menarik pembeli yang berbondong datang untuk menghargai produk-produk lokal yang dibuat oleh anak bangsanya dengan penuh cinta kasih serta menghargai perjuangannya.

Haryono Suyono Ketua Yayasan Damandiri

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement