Kamis 17 Jul 2014 03:03 WIB

Artikel The New York Time Soroti Prabowo

Artikel Demokrasi Sedang Diuji di The New York Times.
Foto: Republika/Erik PP
Artikel Demokrasi Sedang Diuji di The New York Times.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Masyarakat Indonesia sudah matang berdemokrasi, itulah pandangan opini yang dupublikasikan The New York Time edisi 15 Juli kemarin. Penulisnya adalah seorang peneliti berkebangsaan Amerika Serikat, Elizabeth Pisani.

Dalam artikel berjudul 'Indonesia’s Democracy Test' alias Demokrasi Sedang Diuji, Pisani mengulas dua capres, yaitu Jokowi dan Prabowo Subianto yang berkompetisi di Pilpres 9 Juli. Menurut dia, Jokowi adalah seorang penjual furniture yang menjadi gubernur Jakarta, dan Prabowo adalah mantan jenderal makmur yang berusaha keras ingin membawa ke masa otoriter.

"Kompetisi berakhir ketat, namun bukti yang paling kredibel menunjukkan kemenangan bagi gubernur nonaktif itu. Ini adalah bukti kematangan pemilih dalam negara demokrasi terbesar ketiga di dunia yang masyarakatnya menolak retorika nasionalis murahan untuk melindungi hak-hak demokratis mereka," ulas Pisani yang mengkritik jargon Prabowo.

Pisani menulis, berdasarkan sebuah sampel hitung cepat yang di pemilihan legislatif lalu terbukti akurat, Jokowi telah mendeklarasikan kemenangan. "Tapi mantan orang militer, Prabowo Subianto, menolak untuk mengakui." Komisi Pemilu Umum (KPU) nasional masih melakukan rekapitulasi dan merilis hasil resmi tanggal 22 Juli.

Hanya saja, ia menyayangkan, kematangan demokrasi di masyarakat tidak diikuti kalangan elite. Dia merujuk hasil lembaga survei kredibel yang menunjukkan Jokowi menang, namun tidak diakui Prabowo.

Malahan, kata Pisani, Prabowo menggunakan hasil hitung cepat yang bertentangan, dari lembaga survei yang reputasinya patut dipertanyakan. Tujuannya adalah untuk menabur kebingungan statistik sebagai awal untuk memanipulasi penghitungan akhir.

Pisani juga menyoroti strategi Prabowo yang menyewa konsultan Amerika Serikat, Rob Allyn untuk mengalahkan Jokowi. Rekam jejak Allyn tercatat pada 2000 bertugas untuk mendiskreditkan John McCain sebagai kandidat utama pilpres di negeri Paman Sam itu.

Segera setelah itu, muncul sandiwara kampanye yang mendiskreditkan Jokowi yang merupakan seorang Muslim Jawa, dituduh sebagai seorang Kristen etnis Cina. "Taktik yang jelas memainkan peran dalam mengurangi elektabilitas Jokowi yang memimpin sejak awal menjadi margin keunggulan tipis pada hari pemilu," kata konsultan yang berbasis di London itu.

Dalam tulisan itu juga diulas tentang perjalanan 32 tahun bangsa Indonesia di bawah presiden Soeharto, dan kelanjutkan pascareformasi yang melahirkan kebijakan desentralisasi. Dampak kebijakan itu melahirkan raja-raja kecil di 500 kabupaten/kota, yang juga memunculkan kepala daerah inovatif, seperti Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement