Senin 14 Jul 2014 12:00 WIB

Kopiah adalah Indonesia

Red:

Oleh:Selamat Ginting -- Ah Med Zu Kar Nu. Demikian lidah masyarakat Uzbekistan melafalkan nama Soekarno dengan penuh hormat. Bagi warga Uzbekistan, jika melihat orang menggunakan kopiah atau peci hitam, mengingatkan mereka kepada seorang negarawan Indonesia.

Dia adalah Ahmad Soekarno, yang merupakan kawan akrab Nikita Khruschev. Soekarno berhasil melobi pemimpin Uni Sovyet tersebut agar memugar kembali makam Imam Bukhari.

Keberhasilan Bung Karno melobi pemimpin Uni Sovyet terus diabadikan di dalam ingatan kolektif penduduk Kota Bukhara yang selama puluhan periode dicengkeram rezim komunis. Ahmed Zukarnu dianggap sebagai pahlawan bagi warga Uzbekistan.

Peci atau songkok bukan hanya digunakan sebagai simbol identitas khas umat Islam di nusantara. Peci semakin populer ketika dipromosikan Bung Karno dalam pergaulan internasional. Orang Malaysia, Singapura, dan Brunei bisa saja memakai songkok hitam yang sama dengan songkok Indonesia.

Namun, peci hitam mendapatkan tempat di dalam ingatan kolektif masyarakat dunia berkat Bung Karno. Hingga sekarang, masyarakat Mesir yang melihat wajah Melayu yang memakai peci hitam selalu menyelutuk "Ahmed Soekarno, Ahmed Soekarno".

"Dengan peci itu saudara (Bung Karno) telah mendapat banyak berkah, karena itu ketika berkunjung ke Timur Tengah, saudara mendapat tambahan nama Ahmad," seloroh Kiai Wahab dalam dalam memoar KH Saifuddin Zuhri, berjudul "Berangkat dari Pesantren".

Upaya Soekarno menggunakan peci hitam sebagai simbol nasionalisme Indonesia membuahkan hasil. Para menteri di era Bung Karno sering mendapatkan hadiah kain beludru darinya. KH Saifuddin Zuhri, menteri agama, pernah dihadiahi kain beludru sebagai bahan baku yang cukup membuat enam peci.

Saat masa istirahat dalam sidang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada September 1959, Bung Karno mengungkapkan soal identitas nasional. Dia mengakui sebenarnya kurang nyaman dengan segala pakaian dinas kebesaran, tetapi semua ini dipakai untuk menjaga kebesaran bangsa Indonesia.

"Seandainya saya adalah Idham Chalid yang ketua Partai NU atau seperti Suwiryo, ketua PNI, tentu saya cukup pakai kemeja dan berdasi, atau paling banter pakai jas," kata Bung Karno sambil melihat respons hadirin.

"Tetapi, soal peci hitam ini, tidak akan saya tinggalkan. Soalnya, kata orang, saya lebih gagah dengan mengenakan songkok hitam ini, benar enggak Kiai Wahab?" tanya Bung Karno kepada KH Abdul Wahab Hasbullah, rais aam Nahdlatul Ulama yang juga anggota DPA.

"Memang betul, saudara harus mempertahankan identitas itu. Dengan peci hitam itu, saudara tampak lebih gagah seperti para mubaligh NU," jawab Kiai Wahab. Pernyataan Kiai Wahab ini menyulut gelak tawa seluruh anggota DPA.

Bukan cuma kalangan sipil yang mengenakan kopiah hitam. Kelompok militer generasi awal juga menggunakan peci hitam sebagaimaa yang ditunjukkan oleh Jenderal Sudirman dan Jenderal Urip Sumoharjo. Begitu juga sejumlah tokoh Islam yang kemudian berbeda pandangan politik dengan Sukarno, seperti Sekarmadji Kartosuwirjo, Daud Beureuh, hingga Kahar Muzakkar. Mereka tak pernah meninggalkan songkok hitamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement