Selasa 08 Jul 2014 13:30 WIB

jalan-jalan- Sehari Bertualang di Alas Purwo

Red:

Oleh:RF Dhona --  Ini sebuah cerita petua lang an yang padat dan mengesankan. Mei lalu, saya jalan-jalan gratis ke Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Sebuah ta man nasional di ujung timur Pulau Jawa.

Bersama rombongan, saya masuk melalui Pos Bedul Grajagan. Di sini, terdapat segara anak dan hutan mangrove terbesar se-Asia. Saya menyeberang dengan perahu kayu yang disebut gondang-gandung menuju daratan di seberang pintu masuk Pos Bedul.

Sesampainya di seberang, beberapa ekor monyet menyambut kedatangan saya. Berhati-hatilah jika membawa tentengan seperti kantong keresek berisi makanan atau kamera. Monyet-monyet yang berkeliaran di sekitar ka wasan itu agresif menyambar apa pun yang ditenteng pengunjung. Demi keamanan, sebelum turun dari perahu, sebaiknya masukkan segala bentuk tentengan ke dalam tas ransel.

Sebuah land cruiser tua yang kondisinya rusak berat menunggu saya. Mobil inilah yang membawa berpetualang menyusuri Alas Purwo. Setelah sopir menata ransel di kap mobil, petualangan dimulai.

Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan hutan tropis alami tertua di Pulau Jawa. Luas taman nasional di ujung selatan Provinsi Jawa Timur ini mencapai 43.420 hektare. Ada sekitar 580 jenis tanaman yang diidentifikasi di hutan ini. Di antaranya pohon jati, sawo kecik, dan bambu. Selain itu, terdapat aneka satwa liar, seperti rusa, burung merak, dan monyet. Mobil yang ditumpangi beberapa kali berhenti mendadak karena ada burung merak melintas. Seru!

Sopir land cruiser tua mengemudi dengan kecepatan penuh. Di sisi kanan dan kiri, aneka pepohonan tumbuh menjulang. Jalanan yang membelah hutan lebat itu masih makadam. Yakni, jalan dari batu pecah yang diatur padat lalu ditimbuni kerikil. Alhasil, tubuh terguncang-guncang, terpelanting ke sana-ke mari se panjang perjalanan. Tiba-tiba, saya membayangkan perjalanan di malam hari. Keadaan sekitar yang gelap dan cerita mistis se putar Alas Purwo membuat perjalanan menegangkan.

Mampir ke penangkaran

Rangkaian petualangan diawali dengan kunjungan ke pe nang karan penyu di Ngagelan. Di sini, saya menyaksikan tukik-tukik lucu yang siap dilepas ke pantai.

Penyu di penangkaran ini adalah jenis penyu lekang/abuabu, penyu sisik, penyu belimbing, dan penyu hijau. Telur penyu ditemukan di area yang mudah diketahui predator dipindahkan ke area penangkaran oleh petugas. Begitu telur menetas, sebagian tukik dilepas, sebagian lagi diletakkan di kolam penampungan untuk keperluan riset dan atraksi pelepasan tukik oleh wisatawan. Sayang, waktu saya terbatas. Skenario melepas tukik pun mau tak mau harus dilewatkan.

Selanjutnya, saya beranjak ke Penangkaran Sadengan. Kawasan ini berupa padang rumput seluas 80 hektare. Antara padang rumput dan area pengunjung diberi pagar pembatas. Tempat penggembalaan buatan ini dilengkapi menara pandang untuk melihat banteng, rusa, atau babi hutan yang ada di kejauhan. Saat itu, saya melihat ge rombolan banteng. Seorang petugas setempat meminjamkan teropong agar bisa mengamati banteng itu dengan jelas. Wah, bantengnya besar-besar!

***

Pasir Gotri di Parang Ireng

Pantai Parang Ireng berada di Resor Pancur. Resor Pancur merupakan akses lain menuju Taman Nasional Alas Purwo. Ketika menuju Pancur, saya melewati Pura Luhur Giri Salaka di tengah hutan Alas Purwo. Pura ini termasuk situs peninggalan Kerajaan Majapahit. Ada banyak cerita yang beredar seputar pura suci ini. Salah satunya adalah cerita saat pertama kali pura ini ditemukan warga.

Ketika itu, warga yang mengambil batu bata di sekitar pura mendadak jatuh sakit. Warga pun mengembalikannya ke tempat semula. Sejak itulah masyarakat meyakini bahwa pura tersebut adalah pura suci yang dijaga dan dirawat. Sayang, saya tidak berhenti di sana.

Pantai Parang Ireng terletak tak jauh dari pintu masuk Pancur. Dinamakan Parang Ireng karena di kawasan tersebut terdapat batu karang berwarna hitam (karang mati). Keunikan lain dari pantai ini adalah pasir pantainya berukuran besar mirip merica. Inilah yang disebut pasir gotri. Pasir gotri ini tidak ditemukan di pantai lain.

Tidak ada plang khusus yang menandai pantai ini. Setelah memarkir mobil di tepi jalan, sopir rombongan memandu memasuki kawasan pantai melalui semak belukar. Siapa pun tak menyangka jika di balik semak belukar ini tersembunyi pantai dengan pemandangan memikat.

Meski berbelok beberapa menit di Parang Ireng, tetapi pesonanya melekat di benak saya. Suasananya sepi membuat saya serasa di pantai pribadi! ¦

***

G-land, Surganya Para Peselancar

Petualangan saya berakhir di G-Land. Mungkin banyak di antara Anda yang asing dengan nama ini. Tetapi, coba ta nya kan kepada para turis mancanegara yang hobi berselancar, mereka tidak asing lagi dengan G-Land. Ya, G-Land tersohor di kalangan para selancar. Ombak G-Land adalah terbaik kedua di dunia setelah Hawaii. Panjang track surfing G-Land mencapai dua km.

Sebenarnya G-land adalah nama lain untuk Pantai Plengkung. Konon, para bulelah yang pertama kali mencetuskan nama ini. Asal mula nama G-Land ini ada beberapa versi. Pertama, jika dilihat dari ketinggian, teluk Pantai Pleng kung bentuknya mirip huruf G. Kedua, nama GLand diambil dari rute masuk ke lokasi yang melewati Grajakan. Ketiga, huruf G di awal kata adalah singkatan dari Great yang menggambarkan ombak Plengkung yang besar. Terakhir, huruf G di awal kata adalah singkatan dari Green yang menggambarkan lokasinya tak jauh dari hamparan hutan Alas Purwo.

Sejak tahun 1990-an, G-Land dikelola PT Pleng kung Indah Wisata. G-Land dilengkapi dengan resor yang tersembunyi di tengah hutan. Beberapa satwa dibiarkan hidup bebas di seki tar nya. Saat saya menginap di sana, seekor lu tung tampak bergelantungan di atas pohon. Jika beruntung, bisa bertemu macan tutul juga, lho!

Di G-Land, wisatawan bisa mencoba belajar surfing kilat kepada para mentor yang ada di sana. Seandainya tidak tertarik, wisatawan dapat menyaksikan dari dekat para surfer yang berselancar di tengah laut. Untuk ke tengah laut, bisa menyewa jongkong seharga Rp 350 ribu dengan durasi waktu dua jam. Jongkong ini mampu mengangkut empat orang. Jangan lupa siapkan kamera untuk memotret aksi para surfer yang spektakuler.

Panorama alam G-Land yang memukau bisa dinikmati dari berbagai sudut. Pengelola resor menyediakan menara yang tak jauh dari resor untuk melihat G-Land dari ketinggian. Saat matahari terbenam sayang jika tidak diabadikan. View sunrise di G-Land tidak tertalu bagus, karena tertutup gunung. Tetapi, setidaknya bisa menyaksikan matahari terbit pertama di Pulau Jawa. Menjelang pukul sembilan pagi, pantai GLand mulai berombak. Bisa melihat para peselancar berseliweran menenteng papan surfing, bersiap menantang ombak G-Land yang legendaris.

Ada hal asyik lain yang saya temukan di GLand. Ketika menyusuri pantai, saya menemukan cangkang binatang laut yang berserakan di bibir pantai. Bentuknya unik dan lucu.

Saat makan malam, saya dan rombongan dijamu dengan barbeque di pinggir pantai. Dua sajian ikan bakar raksasa terhidang di sebuah meja. Ada juga rendang dan jagung bakar bagi yang kurang menyukai ikan. Hmm, menyantap ikan bakar di tepi pantai ditemani ribuan bintang di langit, rasanya sangat nikmat.

Menjelajahi Taman Nasional Alas Purwo ternyata tak cukup hanya sehari. Banyak objek wisata lain yang terpaksa dilewatkan, seperti wisata gua dan air terjun. Setidaknya menginap dua malam untuk mengeksplor yang ada di Alas Purwo.

***

Tips

1. Untuk berkunjung ke Taman Nasional Alas Purwo dengan destinasi terakhir Pantai G-land, tersedia paket perjalanan mulai Rp 400 ribu per malam. Paket ini termasuk penjemputan dari terminal/stasiun kereta Banyuwangi, penginapan, dan makan.

2. Jangan lupa membawa bekal makan an dan minuman yang cukup. Menyu suri Taman Nasional Alas Purwo yang luas dengan kendaraan bisa menghabiskan waktu empat jam lebih.

3. Jaga ucapan dan tingkah laku selama di Alas Purwo dan sekitarnya. Jangan merusak apa pun yang terdapat di sana.  ed: nina chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement