Senin 07 Jul 2014 12:00 WIB
analisis

Kemenangan rakyat?

Red:

Pada 9 Juli, kita akan bersana-sama memutuskan ke arah mana bangsa ini berkembang. Harap diingat, pengalaman sejarah telah menunjukkan bahwa pemimpin sangat berpengaruh terhadap kemajuan bangsa. Era Soeharto sangat berbeda dengan era SBY walaupun keduanya adalah jenderal. Era Sukarno dengan era Megawati juga berbeda walaupun keduanya memiliki darah yang sama. Hati-hati dengan ungkapan siapa pun yang jadi presiden yang menang adalah rakyat.

Dalam banyak kasus, justru rakyat hampir selalu kalah terkecuali kalau kita betul-betul mendapatkan pemimpin yang baik. Contoh yang paling mutakhir adalah maraknya korupsi, dari mulai pencetakan Alquran, proyek Hambalang, mafia impor sapi, sampai korupsi dana haji. Ingat, semua capres dan parpol menjanjikan pemberantasan korupsi sebagai prioritas. 

Tapi, pada kenyataannya sumber utama pendanaan politik adalah dari korupsi. Korupsi merupakan kasus yang jelas menunjukkan bahwa pemimpin tidaklah selalu sejalan dengan kehendak rakyat.

Dalam teori ekonomi, fenomena tidak nyambungnya pemimpin dengan yang dipimpinnya disebut sebagai masalah keagenan (agency problem).  Dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang yang mendapat mandat dari pihak lain belum tentu akan menjalankan mandat tersebut. Itu bisa terjadi bila keuntungan dari tidak menjalankan mandat lebih besar dibanding keuntungan yang didapat dari menjalankan mandat.  Intinya, kepentingan penerima mandat bisa jadi bertolak belakang dengan kepentingan pemberi mandat.

Yang dimaksud dengan keuntungan adalah segala bentuk manfaat yang diterima baik secara moneter maupun tidak. Contoh manfaat moneter adalah korupsi. Contoh manfaat nonmoneter adalah kenaikan popularitas ketika menyalurkan bantuan sosial walaupun tidak tepat sasaran.

Ada hal menarik yang ditawarkan oleh teori keagenan ini untuk memecahkan masalah pemilihan mandataris. Solusinya adalah keterbukaan informasi mengenai calon. Dengan terbukanya informasi yang lengkap maka diharapkan yang akan memberi mandat dapat menjatuhkan pilihannya sesuai dengan preferensi masing-masing.

Masalah berikutnya adalah tinggal bagaimana informasi itu diproduksi secara kredibel.  Masalah yang kita hadapi sekarang adalah justru kualitas informasi yang sangat buruk.  Persaingan yang tajam telah mengakibatkan beredarnya informasi yang menyesatkan.

Pengelolaan informasi untuk pemenangan pemilu dari masing-masing kandidat memang hanya difokuskan untuk dua hal. Pertama adalah untuk mendongkrak elektabilitas calon dan yang kedua adalah untuk men down grade pihak lawan. Kalau calon Anda dianggap buruk oleh masyarakat maka upaya yang harus dilakukan adalah memproduksi informasi yang seolah-olah calon tersebut adalah yang terbaik. Kalau pihak lawan dianggap baik oleh masyarakat maka yang akan dilakukan adalah memproduksi seolah-olah calon tersebut merupakan pihak yang layak untuk dimusuhi oleh rakyat.

Berdasarkan itu, sangat sulit bagi rakyat untuk memilah mana sebetulnya kandidat yang paling tepat. Apalagi, dalam situasi di mana semua orang bisa bebas memproduksi informasi tanpa harus mempertanggungjawabkannya secara hukum. Selain itu, kita menghadapi penguasaan saluran informasi yang sangat terpolarisasi. Masing-masing kandidat mempunyai pendukung di media elektronik maupun cetak. Situasi ini menjadikan masyarakat menjadi bingung oleh berhamburnya informasi yang saling bertolak belakang.

Ada satu hal yang dilupakan oleh kita, yakni teori itu menyarankan bahwa penyediaan informasi yang kredibel hanya bisa dilakukan oleh lembaga independen. Saat ini, sudah terlambat untuk membentuk lembaga semacam itu. Mungkin dalam pilpres mendatang kita harus secara serius membentuknya.

Karena sulit mendapatkan informasi yang jujur maka yang paling mudah adalah bertanya pada Allah. Kita sebagai umat Muslim terbiasa shalat istikharah dalam menentukan pilihan, baik ketika memilih pasangan hidup ataupun hal penting lainnya. Bukankah pemilihan presiden akan sangat memengaruhi kehidupan kita selama lima tahun mendatang. Mari kita tentukan siapa presiden yang tepat melalui shalat istikharah. Bukankan suara rakyat adalah suara Tuhan?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement