Jumat 27 Jun 2014 13:03 WIB

Tatar Sunda- ‘Makna Tarian pun Penting Didalami’

Red:

Carini, wanita berusia 60 tahun, ka la mementaskan tari topeng ‘Klana Udeng’ masih terlihat lincah. Apalagi, ketika topeng berwarna merah itu terpasang di wajahnya, sama sekali tidak tampak penarinya sudah berusia lanjut.

Dia mengaku, sejak kecil sudah mempelajari tari topeng. Menurutnya, selain dia, dalam keluarganya tidak ada lagi yang menguasai seni itu. "Dari kecil saya suka ikut Mimi (red-ibu) nari. Memang kalau mau saja, baru saya belajar," katanya setelah pementasan malam itu.

Nenek itu mengungkapkan bahwa kesenian ini bahkan pernah mati selama puluhan tahun. Dia sebelumnya telah lama tidak mengasuh kesenian ini. Kini setelah adanya pewarisan, Carini memiliki 11 anak didik.

Dikatakan Carini, sebelum mewa riskan ilmunya, ada ritual tersendiri yang sejak dulu diturunkan. Anak-anak dan remaja yang kedapatan ilmunya itu, harus dimandikan dengan air kembang tujuh rupa. "Sama seperti saya waktu dulu diwaris oleh kakek saya. Kata orang seperti khataman," ujarnya.

Menurut Carini, rangkain tarian topeng Menor itu diambil dari cerita-cerita pewayangan. Dalam tarian itu, mi salnya dalam Klana Udeng yang memperlihatkan bahwa ada kalah dan menang. Hal itu terlihat dalam gerakannya yang menggambarkan sosok yang sedang diserang musuh. Gerakannya seperti orang yang lumpuh kaki dan tangannya.

Toto Amsar Suanda, budayawan dan pengajar Seni Tari di Sekolah Ting gi Seni Indonesia (STSI) Bandung mengatakan, bahwa tari topeng Menor sama sekali tidak berhubungan dengan cerita pewayangan. Tarian itu, meng ambil dari cerita Panji. "Nggak ada sangkut pautnya sama pewayangan. Tapi, Klana sering disebut Rahwana karena kesamaan karakter," ujarnya.

Secara umum, kata dia, tari topeng Menor memiliki kesamaan dengan tari topeng di daerah asalnya, yaitu Cirebon. Namun, ada beberapa perbedaan yang terjadi karena perbedaan penafsiran pelaku seninya.

Toto mengatakan, perbedaan men da sar ada pada gaya dan urutan tarian. Klana Udeng misalnya, dalam gaya Cirebon urutan ini tidak dikenal. Maka pantas, jika tari topeng Klana Udeng disebut sebagai ciri khas tari topeng Menor.

Selain itu, dalam susunan tarian, topeng Menor tidak didahului dengan topeng Panji. Padahal dalam gaya Ci rebon, topeng Panji menjadi urutan per tama dalam penampilan kesenian itu. Hal ini, menurut Toto, dikarenakan Carini, sebagai penggiat seni sendiri, tidak menguasainya. "Tarian ini tidak diwariskan kepada Carini oleh para penda hulunya," katanya.

Di sisi lain, tarian ini memang yang paling rumit. Kerumitan terletak bukan pada gerakan, tapi justru pada iringan musik. Sedang untuk gerakannya, menurut Toto, lebih banyak diam. "Mereka nggak bisa nampilin, nggak pernah mempelajari. Bisa dibilang tari topeng Panji sudah hilang di Subang," katanya.

Ciri khas lain dari topeng Menor, terletak pada urutan berikutnya. Pada gaya tari topeng Menor Subang, urutan kedua adalah topeng Pamindo (Samba) putih yang dilanjutkan dengan topeng Pamindo (Samba) Abang. Pergantian warna topeng Pamindo inilah yang tidak di temukan di Cirebon.

Selain itu, topeng Tumenggung pada gaya Cirebon didahului dengan to peng Rumyang. Artinya, di Cirebon, topeng Rumyang lah yang mengisi urut an ke-3. Kemudian setelahnya di lanjutkan dengan topeng Klana. Sedang pada gaya topeng Menor Subang, setelah penampilan Topeng Kla na, dilanjut dengan topeng Klana Udeng dan terakhir topeng Rumyang.

Topeng Rumyang yang diletakkan pada akhir pertunjukkan ini, menurut Toto, memiliki kesamaan dengan gaya Indramayu. Maknanya, dari kata ramyangramyang, yang berkaitan dengan waktu. "Misalnya main sore hari kalau sudah mulai gelap, harus berhenti. Atau kalau main malam sudah hampir fajar, harus berhenti, ini juga ada hubungannya dengan pertunjukkan wayang kulir purwa di Cirebon yang ditutup dengan musik Rumyang," kata Toto.

Pemaknaan di Cirebon sendiri Ru myang yang ditampilkan di urutan ke-3 itu, berkaitan dengan siklus kehidupan manusia. Rumyang adalah fase dimana manusia sudah mulai terang. Terang di sini artinya manusia sudah mulai me ngerti akan makna kehidupan.

Toto menuturkan, tari topeng Cirebon secara garis besar memang meng gambarkan siklus hidup. Panji yang ber ada di awal dengan topeng putih bersih, merupakan gambaran manusia yang baru lahir. Lalu topeng Pamindo adalah gam baran manusia masa remaja. "Nah Rumyang ini manusia sudah menginjak kedewasaan," katanya.

Mengetahui hal itu, dia mengatakan, bahwa kedalaman falsafah dalam tari topeng ini, tidak kalah penting dalam hal pewarisan. Ia mengakui, bahwa pada umumnya penari tidak menguasai hal itu.

Namun memang mewariskan falsafah yang begitu tinggi, tidaklah mudah. Apalagi jika yang diwariskan ma sih anak-anak. Menurut Toto, ilmu semacam itu harus dengan perlahan di berikan. "Untuk anak-anak ini berat, karena terkait dengan tasawuf, harus belakangan setelah menguasai gerakannya dulu," katanya.

rep:c69  ed: agus yulianto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement