Selasa 24 Jun 2014 15:00 WIB

PSK dan Warga Dolly Diintimidasi

Red:

SURABAYA - Sedikitnya jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang telah mengambil kompensasi penutupan lokalisasi prostitusi Dolly diduga disebabkan adanya intimidasi terhadap PSK. Hal itu diungkapkan oleh Lurah Putat  Jaya R Wahyu Iswara. "Mereka (PSK) takut mengambil  kompensasi karena mendapat intimidasi. Jika mengambil, ancamannya nyawa," kata Wahyu saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi B DPRD Surabaya, Senin  (23/6).

Wahyu mengatakan, jumlah PSK, mucikari, dan warga terdampak penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak yang mengambil dana kompensasi di Koramil Sawahan baru sekitar 300 orang. Padahal, khusus PSK sendiri jumlahnya mencapai 1. 449 orang yang berhak menerima dana kompensasi.

Menurut Wahyu, minimnya jumlah PSK dan warga yang mengambil dana kompensasi sebagai akibat adanya ancaman dari pihak tertentu yang tak menghendaki lokalisasi Dolly ditutup. Wahyu mengakui, pascadeklarasi penutupan, situasi di kawasan Dolly dan Jarak semakin tidak kondusif. Aparat kelurahan juga merasa ketakutan ketika akan melakukan sosialisasi pembagian dana kompensasi karena mereka juga mendapatkan ancaman dari sejumlah orang yang menolak penutupan. "Teror ke kelurahan luar biasa. Kalau Dolly ditutup, pegawai kelurahan dihabisi," katanya.

Lurah Putat Jaya ini mengakui, pihaknya tidak lagi berani turun ke lapangan setelah munculnya sejumlah teror tersebut. Intimidasi terhadap pegawai kelurahan dilakukan melalui telepon. "Mereka terornya lewat telepon," tegas Wahyu.

Puluhan PSK lokalisasi prostitusi Dolly pada Senin (23/6) menggelar upacara bendera sebagai simbol pembukaan kembali Dolly. Tim Advokasi Front Pekerja Lokalisasi (FPL) Dolly-Jarak, Anies, yang berperan sebagai pemimpin upacara itu, mengatakan, upacara sebagai pembuktian bahwa PSK Dolly hingga hari ini masih melakukan pekerjaan seperti biasa.

Mengenai keberadaan Dolly yang dianggap merusak moral dan generasi muda, Anies menyebut itu hanya propaganda dan omong kosong. Menurutnya, negara tidak punya kewajiban mengurusi moral setiap individu. Anies juga menyalahkan pemerintah yang gagal mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan kesejahteraan. "Kalau pemerintah mampu menyelesaikan kemiskinan, kebodohan, dan kesejahteraan, maka saya yang pertama menyarankan PSK keluar dari Dolly," katanya.

FPL juga menyalahkan sistem pemerintahan yang menggunakan sistem kapitalis yang melindungi investor maupun pemodal. Sebab, sistem itu dijadikan alat untuk memperalat rakyat. Untuk itu, Anies memastikan bahwa pihaknya terus bertahan karena tanah di wilayah Dolly adalah aset sah yang dimiliki oleh rakyat. "Meskipun mereka penguasa, mereka tidak berhak. Jangan percaya janji busuk mereka karena untuk memperkaya diri sendiri," ujarnya.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menegaskan mendukung lokalisasi prostitusi Dolly. BSMI menuding keberadaan lokalisasi adalah bentuk kegagalan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakatnya. Ketua Umum SBMI Nisma Abdullah mengatakan, pihaknya sengaja datang dari Jakarta ke Dolly hari ini untuk memberikan dukungan di tengah sikap pemerintah yang diklaimnya sewenang-wenang terhadap rakyat.

Nisma menjelaskan, undang-undang sebenarnya sudah mengamanatkan bahwa negara harus mampu menyejahterakan rakyatnya. Tetapi, kata dia, amanat itu tidak dipenuhi pemerintah. "Berbagai ulah pemerintah justru mengusik rakyatnya yang berupaya mencari penghidupan," ujarnya di sela-sela upacara bendera simbol pembukaan kembali prostitusi Dolly, di Gang Dolly, Senin (23/6).

Akibat kegagalan pemerintah menyejahterakan rakyatnya, lanjut Anies, para wanita di Dolly terpaksa menjadi PSK akibat himpitan ekonomi. rep:rr laeny sulistyawati/antara ed:  andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement