Selasa 24 Jun 2014 13:52 WIB
jalan-jalan

jalan-jalan- Zermatt, Kota Kecil Tanpa Mobil

Red:

Bila Jakarta menggelar Car Free Day tiap hari Ahad di jalan protokolnya, Kota Zermatt melaksanakannya setiap hari. Tidak tanggung-tanggung, car free day berlangsung  sepanjang tahun di seluruh pelosok kotanya. Kota kecil di lereng Pegunungan Alpen Swiss ini memang sejak tahun 1947 sudah bebas kendaraan bermotor.

Ia tidak memperbolehkan kendaraan berbahan bakar apa pun selain listrik, berjalan di dalamnya. Udara pun terasa lebih segar dan ringan saat kali pertama terhirup oleh kami sekeluarga. Inilah kesan pertama sewaktu kaki mulai melangkah masuk ke kota mungil nan cantik ini.

Zermatt sendiri merupakan sebuah kota kecil di Kanton (semacam daerah otonom di Swiss) Valais yang letaknya berbatasan langsung dengan Italia. Ia berada di ketinggian 1,620 m di atas permukaan laut (mdpl) dan dikelilingi oleh setidaknya sepertiga dari ratusan puncak Pegunungan Alpen.

Dari sedemikian banyak puncak yang terbentang dari Swiss sampai ke Italia ini yang paling terkenal adalah Puncak Matterhorn, puncak tertinggi di Swiss, yang menjulang lebih dari 4.000 mdpl. Zermatt menjadi kota pintu gerbang untuk  mendaki Puncak Mattehorn tersebut.

Puncak Mattehorn barang kali merupakan puncak gunung yang paling banyak difoto orang, paling banyak didaki, dan juga paling banyak dinikmati pemandangannya. Tak heran, ia diabadikan sebagai logo merek cokelat berbentuk potongan segitiga yang terkenal dari Swiss. Di musim panas, piramida Mattehorn terlihat kokoh sebagai puncak batu berwarna abu kehitaman dengan pucuk salju abadi. Sementara di awal musim dingin, ia terlihat menawan dengan salutan tipis sutra putih menutup sebagian tubuhnya.

Nah, karena tidak bisa sembarangan mobil atau kendaraan umum masuk Zermatt, maka turis yang membawa mobil dipersilakan memarkir kendaraannya di berbagai desa di sekitarnya. Begitu juga penduduknya yang sekitar 5.800 orang ini. Letak kota-kota kecil yang lebih layak disebut desa tersebut cukup jauh di bawah lereng Zermatt.

Desa terdekat adalah Taesch, tempat kami menginap dan memarkir mobil. Menuju ke Taesch dengan bermobil pun tidak mudah. Jalannya mendaki dan curam serta cukup sempit. Benar-benar cukup berbahaya terutama bila jalanan basah dan licin saat musim dingin. Belum lagi waktu malam turun lebih cepat sehingga berkendara menuju Taesch yang tingginya sekitar 1.449 m dari atas laut ini sudah cukup membuat jantung olahraga.

Menuju Zermatt

Untuk memasuki Kanton Valais, ada beberapa jalur mobil untuk menuju daerah dekat puncak yang dibuka hanya saat musim panas. Pada musim dingin, treknya cukup berbahaya karena licin dan terjal. Pemerintah Swiss menyiasatinya dengan membangun car transporter berupa kereta. Di kanton ini, terdapat tiga stasiun kereta yaitu Brig, Goppenstein, dan Furka. 

Kami datang dari arah Jerman di bagian perbatasan utara Swiss. Jalur Kandesteg-Goppenstein adalah jalur terdekat yang dapat kami ambil di dekat Kota Bern. Uniknya, karena yang dibawa hanya kendaraan, penumpang harus tetap berada di dalam mobil atau bus selama perjalanan menembus perut Pegunungan Bernese Oberland melalui Terowongan Loetschberg.

Perjalanan ini cukup menghemat waktu dan tenaga para pengemudi yang hendak melintasi Swiss bagian utara ke bagian selatan. Sebuah perjalanan yang dibatasi banyak gunung batu dengan jalanan licin yang berbahaya. Setelah lepas dari Stasiun Goppenstein, barulah kami melanjutkan berkendara menuju Taesch. Bila tidak ingin lebih jauh menanjak ke Taesch, kita bisa menginap di Randa atau Visp yang tidak jauh dari Stasiun Goppenstein.

***

Melihat Pemandangan Kota 'Heidi'

Kami bermalam di Taesch. Untuk menuju ke Zermatt, kami menumpang kereta dari stasiun KA di Taesch yang merupakan kota perhentian terakhir sebelum Zermatt. Di stasiun ini terdapat lapangan parkir kendaraan bermotor. Harga tiket kereta shuttle yang berada di jalur Matterhorn Gotthard Railway ini sebesar 8 franc Swiss  (CHF) untuk orang dewasa sekali jalan, sementara untuk anak-anak mulai dari 6 tahun hanya membayar separuh harga. Kereta bersih dan lapang,   jarak menuju Zermatt  tidak terlalu jauh, namun medannya menanjak,  Di kiri kanan kereta, salju tipis terlihat mulai menutupi padang rumput dan pepohonan yang kering meranggas.

Akhirnya, setelah sekitar 20 menit berkereta, sampai juga kami di Stasiun Zermatt. Keluar dari stasiun, kami disambut  pemandangan bagaikan dari sketsa dongeng Grimm Bersaudara.

Kota yang apik dan mungil ini berisikan deretan rumah-rumah kayu dan bata ala cerita Heidi dengan lukisan awan putih di kanvas biru langit. Jalan-jalan setapak berbatu menjadi jalan utamanya dan Pegunungan Alpen tegar berdiri memagarinya.

Tepat di seberang jalan ada semacam stasiun kereta lagi. Rasa ingin tahu membawa kaki kami ke sana. Ternyata ini merupakan stasiun untuk naik lagi ke daerah puncak, mendekati Puncak Matterhorn. Orang berlalu lalang membawa bermacam peralatan, seperti ski gear, hiking gear, sampai photography gear. Hanya kami yang pakai toddler gear alias stroller. Kami sempat bingung melihat rute di peta yang terpampang di dinding stasiun. Sampai akhirnya mata kami melihat sebuah bangunan yang tepat berada di samping pintu masuk stasiun utama yang menggantung tulisan besar "Information".

Di pusat informasi turis ini kami disambut dengan hangat oleh pemanas dan juga petugasnya yang ramah. Seorang wanita paruh baya menjelaskan tentang rute naik ke daerah Gornegrat dan pemberhentian sebelumnya. Untuk jelas melihat Puncak Matterhorn dan memulai hiking, biasanya orang memulai dari daerah Gornegrat ini.

Setelah menerima peta dan dua stiker Wolly the Lamb yang menjadi maskot Kota Zermatt, kami pun memutuskan menuju ke atas dulu untuk mencari salju. Memang, kami sudah menjanjikan kepada anak-anak untuk melihat salju yang sampai saat ini belum terlihat di Eropa. Ternyata, walaupun Zermatt sudah di atas gunung dan saat itu sedang musim dingin, udaranya belum cukup dingin untuk menghasilkan salju.

Harga tiket kereta ternyata cukup mahal. Untuk sampai ke puncak Gornegrat, kami harus merogoh kocek 80 CHF per orang pulang pergi. Sementara untuk ke tempat hiking terdekat, Riffelberg cukup 48 CHF saja. Akhirnya kami putuskan sementara ini ke Riffelberg saja. Selain harga tiket yang cukup mahal, kami tidak mempunyai hiking gear yang memadai untuk melakukan perjalanan menempuh tumpukan salju.  N

***

Mark Twain Pun Pernah ke Riffelberg

Kami pun kembali menaiki kereta  menuju Riffelberg. Kali ini kereta hanya diisi beberapa wisatawan. Di sepanjang perjalanan yang menanjak ini, alam menyuguhi kami pemandangan yang menakjubkan. Padang salju kini menghampar sejauh mata memandang yang sesekali dibelah oleh aliran arus sungai yang jernih. Terlihat pula satu dua rumah penduduk dengan atap penuh tertutup salju. Asap sesekali terlihat keluar dari cerobong mungilnya.

Beberapa kali kereta kami memasuki terowongan yang memajang dinding es terpahat alam. Tetesan air jernih jatuh membentuk barisan stalagtit dan stalagmit es kecil menghiasi lorong gelap itu. Bagi saya yang hanya melihat lukisan gua dari buku dan majalah, melihat langsung fenomena alam ini sungguhlah mengasyikkan. Sekitar 2-3 kali terowongan panjang dan pendek kami lalui sebelum kereta berhenti dan menurunkan kami di tujuan kami, Riffelberg.

Beberapa pasang orang juga turun di Riffelberg ini. Sayangnya tempat ini ternyata sepi sekali. Tidak ada orang main ski maupun tempat suvenir. Restoran hotel satu-satunya pun tutup sehingga saya sempat kecewa. Apalagi ternyata hotel Riffelberg yang berdiri di atas ketinggian 2.500 mdpl ini merupakan salah satu hotel tertua dan eksklusif karena berada di kaki Puncak Matterhorn. Tentunya bila bisa masuk ke dalam hotel yang dulunya dikunjungi pengarang terkenal dari AS Mark Twain ini akan menjadi kenangan tersendiri. 

Tetapi, untunglah tak ada kata kecewa bagi anak-anak. Melihat salju, mereka langsung menerjang tumpukannya. Bahkan, jagoan saya sudah langsung berusaha membuat bola salju. Terjangan bola salju yang dingin menyadarkan saya akan hikmah dari sepinya tempat ini. Kami bisa bebas bermain tanpa gangguan.

Orang-orang yang turun di sini pun ternyata hendak hiking di jalur hiking Matterhorn-Gornegrat sehingga mereka tidak tinggal diam seperti kami. Tempat ini sepi karena sedang musim dingin. Kebanyakan orang menghabiskan waktu di Zermatt untuk berendam di spa air hangatnya ataupun bermain ski di sekitar Gornegrat.

Saking sepinya, saljunya pun terasa tebal sekali. Untuk melangkah saya harus berusaha cukup keras, karena salju yang lembut membuat kaki susah diangkat. Salju yang mengeras jadi es juga cukup licin untuk menjadi pijakan sehingga sering kali membuat kami tergelincir. Kami pun berjalan terseok-seok menerabas hamparan salju menuju tempat yang datar di bawah restoran yang tutup. Setelahnya kami berempat pun puas bermain salju, mulai dari membuat  manusia salju, bidadari salju, bermain perang bola salju, dan anak-anak pun sampai berguling-guling dari atas ke bawah tanpa kekhawatiran. Waah, andai punya sled, tentunya kami bisa puas bermain seluncuran.

Selain itu, kunikmati pemandangan yang dipahat Allah dengan amat memukau ini. Di hadapan kami, berdiri dengan tegak Puncak Matterhorn. Udara sedemikian cerahnya, sehingga langit biru tanpa awan terlihat bagaikan latar bagi Pegunungan Alpen yang berkontras warna antara hitam dan putih. Angin pun hampir tidak bertiup, sehingga dingin tidak kami rasakan. Tapi, basah di baju anak-anak karena asyik berguling-guling di salju, memaksa kami mengakhiri permainan di sini.

***

Jalan-Jalan di Zermat

Sesampainya kembali di Zermatt, kami pun mulai berjalan-jalan menjelajahi kota kecil ini. Dari stasiun tak banyak yang terlihat kecuali penginapan dan kafe-kafe kecil. Karena sedang jam makan siang, ternyata banyak toko tutup. Padahal, perut kami berteriak kelaparan setelah kedinginan bermain salju. Di samping kafe-kafe lokal yang sedang tutup, terlihat pula busur emas lambang resto waralaba internasional. Kami pun berlalu dari situ dan menelusuri kota ini sambil berharap mendapati toko roti yang buka.

Sayangnya, mereka semua benar-benar sedang rehat makan siang. Memang, bagi kebanyakan usaha di Swiss pukul 12.00-13.00 siang merupakan jam makan siang yang tak dapat diganggu gugat, apalagi bagi kota kecil yang masih memegang tradisi kuat seperti di sini.

Di Plaza Stasiun Zermatt terlihat berjejer kendaraan pengangkut tamu hotel ataupun wisatawan yang ingin berkeliling kota tanpa berjalan kaki. Kendaraan tersebut ada yang berupa taksi ada juga yang berbentuk bus kecil, namun semuanya dalam ukuran mini. Tentunya disesuaikan dengan kondisi jalanan yang memang tidak terlalu besar. Melihatnya kami serasa berada di negeri liliput, apalagi saat melihat pengemudinya yang kebanyakan berbadan besar berdiri di samping kendaraannya. Rupanya selain tempat mengangkut penumpang, di lapangan stasiun tersebut juga terdapat pos pengisian listrik untuk kendaraan tersebut. Mobil bertenaga listrik inipun bergerak dengan halus tanpa suara, apalagi asap knalpot.

Tidak mengganggu ekosistem gunung salju merupakan alasan tidak diperbolehkannya kendaraan nonlistrik di kota ini. Bayangkan bila kendaraan berbahan bakar fosil dengan asapnya mengotori udara dan membuat salju-salju abadi di pegunungan Alpen ini meleleh. Selain itu, polusi udara dari mobil ditakutkan akan membuat Kota Zermatt rawan longsoran salju dari puncak yang mengelilinginya. Maka, berhati-hatilah bila Anda berjalan di kota ini. Kami tidak sadar saat sedang asyik berfoto, tiba-tiba di belakang kami ada taksi hotel yang sedang melaju perlahan. Sementara, klakson tidak boleh dibunyikan. Untunglah, para pengemudinya mengerti sekali keadaan ini, sehingga jarang terjadi kecelakaan lalu lintas.

Meneruskan perjalanan, kami menemui Museum Matterhorn (Zermattlantis) yang sayangnya juga sedang tutup. Ia terletak tepat di depan Kantor Wali Kota (Gemeindehaus) Zermatt yang berdiri sekitar tahun 1900 dan sebuah gereja tua. Di dekat pintu masuk museum terdapat pancuran kecil dengan patung berang-berang yang disebutkan mempunyai habitat di sungai dekat kota ini. Dan perut lapar kami terselamatkan saat menemukan resto kebab halal di seberang Gemeindehaus. Alhamdulillah, di tengah kota kecil di atas bukit terpencil, dengan salah satu biaya hidup termahal, masih ada makanan halal.

Tak terasa hari sudah merambat sore. Sayang sekali memang, winter time membuat matahari tidur lebih cepat di belahan bumi utara ini. Kami pun bertolak kembali ke Taesch untuk meneruskan perjalanan liburan kami di Swiss ini.

Info Praktis:

-    Untuk perjalanan dengan mobil, Anda akan dikenakan biaya tol di Swiss sebesar 40 CHF. Tiket ini berlaku untuk setahun di seluruh Swiss dan dibayarkan saat masuk perbatasan.

-    Waktu yang tepat untuk mengunjungi Zermat tergantung profil berlibur Anda. Bila Anda menyukai keramaian, April-Mei adalah waktu terbaik karena saat liburan musim semi dan harga-harga penginapan ataupun barang-barang tidak semahal musim panas di bulan Juni-Agustus

-    Bila Anda ingin tenang ber-hiking atau bermain dan belajar ski, silakan datang di musim dingin antara Februari-Maret. Hindari akhir tahun yang cukup ramai. Harga-harga di bulan-bulan musim dingin pun jauh lebih murah dibandingkan musim lainnya.

-    Jangan lupa membawa jaket tahan air dan sepatu bot khusus salju atau hiking saat hendak ke Kota Zermatt dan pegunungan sekitarnya. Bila membawa anak, jangan lupa membawa baju ganti walaupun anak Anda sudah bukan balita lagi.

-    Bila mempunyai Swiss Pass (tiket kereta api khusus keliling Swiss), tiket Anda berlaku juga untuk semua shuttle yang menuju Zermatt dan puncak-puncak Alpen di sekitarnya.

-    Bila Anda membeli barang tax free di Swiss dan hendak melanjutkan perjalanan darat ke negara Schengen lain, jangan lupa mencap barang belanjaan Anda di bea cukai yang terletak di perbatasan. Tanpa cap tersebut, barang Anda tidak akan mendapat tax refund.

Oleh Vica Item

Traveler, Domisili di Belanda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement