Jumat 20 Jun 2014 12:00 WIB

Surga Pewayangan Bernama Indonesia

Red:

Rasanya tak ada yang lebih pantas menyandang predikat surga pewayangan selain tanah Indonesia. Negara lain tentu ada yang memiliki teater boneka, sebagian bangsa juga punya pertunjukan teater tradisional. Tapi, wayang adalah wayang, milik Indonesia. Untuk urusan yang satu ini, bangsa kita tidak pernah tunduk pada penafsiran dan teori para pemikir luar.

Di Indonesia, wayang mencakup seni pertunjukan, baik figur tiruan maupun asli manusia. Ceritanya mengangkat mitologi, babad, atau kisah rekaan baru dengan iringan musik tradisional atau terkadang modern. Di luar wayang orang, medium karakter wayang amat beragam, mulai dari kulit, kayu, fiber, rumput, kertas, hingga video animasi.

Wayang dimainkan dengan berbagai medium bahasa, dari mulai bahasa daerah, bahasa Indonesia, bahkan bahasa asing. Konsep pertunjukan pun semakin kaya dalam perkembangannya akhir-akhir ini. Wayang tak hanya tampil dengan gaya tradisional, tetapi banyak juga yang mengadopsi konsep tata panggung dan tata cahaya modern.

Dari sejumlah kekhasan tersebut, jelas tak ada bangsa lain yang memiliki wayang, termasuk India, tempat lahir cerita Ramayana dan Mahabarata yang kini jadi kisah utama dalam pewayangan Tanah Air. Tak heran, UNESCO, lembaga kebudayaan PBB, pada 2003 menobatkan wayang dari Indonesia sebagai warisan agung tak benda dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Tingginya apresiasi dunia terhadap wayang serta semakin tercerahkannya kalangan terdidik soal pentingnya merawat kesenian tradisional, menepis pesimisme bahwa wayang akan segera punah. Buktinya, berbagai kreasi baru di dunia pewayangan terus bermunculan, di samping wayang tradisional yang juga terus sibuk berbenah.

Sejak hadirnya tradisi wayang sebagai media penyebaran agama Hindu pada abad-abad awal Masehi, telah hadir berbagai jenis wayang di nusantara. Beberapa ragam wayang yang muncul pada beberapa abad terakhir terdokumentasikan di Museum Wayang, Jakarta.

Museum Wayang

Bersamaan dengan kunjungan Republika ke Festival Wayang Indonesia 2014 di kawasan Kota Tua, akhir pekan lalu, Jakarta Barat, sejenak kami menengok koleksi wayang milik Museum Wayang. Dari sejumlah informasi yang dihimpun, wayang-wayang koleksi mereka terkategorikan berdasarkan jenis material, desain, serta fungsi.

Prinsip penamaan wayang-wayang tersebut didasarkan pada kekhususan yang dimiliki wayang terkait, misalnya, asal daerah, lakon, atau karakter khusus yang dimiliki wayang tersebut.

Dari segi jenis material, desain, dan fungsi, koleksi Museum Wayang dibedakan menjadi empat, yakni wayang kulit, wayang golek, wayang klitik, dan wayang mainan. Sebagaimana umum diketahui, wayang kulit dibuat dari kulit, utamanya kerbau dan sapi. Sementara, wayang golek terbuat dari kayu, seperti kayu cendana.

Untuk perpaduan antara material dan desain wayang kulit dan wayang golek, menghasilkan wayang klitik yang unik. Wayang klitik berbadan kayu, namun pipih seperti wayang kulit, sementara tangannya menggunakan bahan kulit.

Wayang klitik atau disebut juga wayang kurcil dibuat oleh Raden Pekik di Surabaya pada 1648. Wayang tersebut dipentaskan siang hari tanpa layar, membawakan cerita rakyat, seperti Damarwulan dan Minak Jinggo.

Dari segi fungsi, ada sejumlah koleksi wayang milik Museum Wayang yang tidak ditujukan untuk pertunjukan, yakni koleksi wayang-wayang mainan. Terdapat sejumlah wayang mainan dari bahan rumput, bambu, serta karton. Wayang-wayang tersebut dalam sejarahnya merupakan mainan yang dibuat untuk dimainkan anak-anak. Koleksi wayang karton milik Museum Wayang Indonesia bertitimangsa 1963.

Terdapat 23 jenis wayang kulit koleksi Museum Wayang yang diberi nama berdasarkan tempat, seperti wayang kulit banyumas, wayang kulit betawi, atau wayang kulit sumatra. Ada juga koleksi wayang yang dinamai berdasarkan nama lakon yang dibawakan, misalnya, wayang kulit calon arang, wayang kulit revolusi, serta wayang kulit wahyu. Dua jenis yang terakhir tergolong sangat unik.

Wayang kulit revolusi atau sebelumnya bernama wayang perdjoeangan dibuat RM Syahid pada periode 1950-an. Mengangkat tema berlatar pergerakan kemerdekaan, tokoh-tokohnya dihadirkan secara realis, seperti Bung Karno dan Bung Hatta.

Sementara itu, wayang kulit wahyu merupakan media visualisasi umat Kristiani yang mengangkat cerita yang bersumber pada wahyu atau firman Tuhan. Wayang tersebut diprakarsai oleh Broeder Timo Heus Wignyosubroto, seorang pastur dari Surakarta pada 1959.

Dari kategori wayang golek, terdapat tujuh jenis koleksi tersebut di Museum Wayang, yakni wayang golek bogor, wayang golek bandung, wayang golek ciawi, wayang golek lenong betawi, wayang golek menak cirebon, wayang golek pakuan, serta wayang golek mini pakuan. rep:c54 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement