Jumat 20 Jun 2014 12:00 WIB

Jepang Denda Pelaku Pornografi Anak

Red:

TOKYO -- Parlemen Jepang akhirnya memutuskan untuk melarang kepemilikan pornografi anak di negaranya, Rabu (18/6). Anggota parlemen Jepang dari Partai New Komeito Kiyohiko Toyama mengatakan, peraturan baru itu melarang kepemilikan foto dan video porno yang menampilkan anak-anak di bawah usia 18 tahun sebagai objek.

"Namun, tidak termasuk gambar atau citra yang diciptakan secara digital, semisal kartun animasi maupun komik," kata Toyama seperti dilansir ABC News, Rabu (18/6). Menurut Toyama, selama ini Jepang salah mengartikan hak-hak pada anak. Karena alasan itu, parlemen mengambil keputusan melarang kepemilikan pornografi anak setelah waktu yang cukup lama.

Pada 1999, Jepang melarang produksi dan distribusi pornografi anak. Namun, kepemilikian terhadap segala sesuatu yang mengandung unsur pornografi anak dianggap bukan kejahatan. Kebijakan yang membuat Jepang dianggap sebagai tempat aman bagi mereka yang hendak membeli pornografi anak.

Setelah bertahun-tahun mendapat tekanan internasional, akhirnya parlemen Jepang membuat peraturan yang menyatakan kepemilikan pornografi anak adalah ilegal. Jepang memutuskan untuk mengikuti peraturan yang telah ditetapkan di banyak negara maju lainnya.

Dengan adanya undang-undang baru itu, siapa pun warga Jepang yang memiliki gambar mengandung unsur pornografi anak akan dipenjara hingga satu tahun atau denda sampai satu juta yen atau setara Rp 118 juta. Namun, larangan itu tidak berlaku untuk animasi atau seni komik Jepang yang dikenal dengan sebutan manga.

Sebelumnya, muncul kontra dari para seniman manga dan penerbit. Mereka mengatakan aturan itu akan membatasi kebebasan berekspresi dan membuat pihak berwenang membuat keputusan yang semena-mena.

BBC melaporkan, Jepang masih dianggap sebagai salah satu pusat pertukaran dan konsumsi gambar porno anak di dunia. Kejahatan yang terkait dengan pelecehan seksual anak pun dilaporkan meningkat di Jepang. Tahun lalu, polisi menemukan 1.644 kasus, 10 kali lebih tinggi dari satu dekade lalu. Lebih dari setengah kasus tersebut merupakan aktivitas berbagi atau menjual foto atau video melalui internet.

Sebelum melarang pornografi anak, Jepang merupakan satu-satunya negara anggota G8 yang melegalkan kepemilikan pornografi anak. Padahal, lebih dari 70 negara telah menerapkan undang-undang larangan kepemilikan pornografi anak.

Para politisi di parlemen Jepang berharap, pelarangan kepemilikan pornografi anak akan membantu mengurangi kasus pelecehan seksual pada anak-anak. Pemberantasan pornografi secara menyeluruh diharapkan dapat segera terwujud di Jepang.

Toyama menyatakan, undang-undang baru memberikan dasar hukum kepada polisi untuk menyelidiki penyebaran pornografi anak melalui interogasi kepada para pelaku yang tertangkap. Peraturan baru mengenai kepemilikan pornografi anak di Jepang akan berlaku selambat-lambatnya satu tahun setelah dilakukan revisi. Revisi terhadap undang-undang ini akan diselenggarakan pada Juli mendatang.

Menteri Kehakiman Jepang Sadakazu Tanigaki berharap, undang-undang ini dapat sepenuhnya melindungi anak-anak yang kerap dijadikan objek seksual. Sadakazu mengkhawatirkan peningkatan kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak di negaranya. "Kita harus melawan kecenderungan orang-orang tak bertanggung jawab yang menjadikan anak sebagai objek seksual dan memanfaatkannya," kata Sadakazu, Rabu (18/6).

Di Jakarta, Kepala Sub Direktorat Cyber Crime Polda Metro Jaya AKBP Hilarius Duha berjanji akan menindak tegas para pelaku kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. "Terutama mereka yang mengunggah perbuatan kejahatannya ke internet," kata Hilarius.

Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sebelumnya mengungkap kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak di bawah umur. Pelaku menggunakan media surat elektronik untuk mengirimkan foto dari sejumlah adegan video porno yang menampilkan hubungan kekerasan seksual antara seorang pria dan anak lelaki di bawah umur.

Google lalu menelusuri pemilik akun email yang digunakan untuk mengunggah foto-foto dan video tersebut. Google melaporkan kasus tersebut kepada National Centre for Missing and Exploitation Children (NCMEC). NCMEC meneruskan kasus ini ke pihak homeland security investigation di masing-masing negara penyebar foto itu, salah satunya ke kepolisian Indonesia pada 30 April 2014. Setelah meneliti kasus itu, polisi akhirnya menahan satu pria berinisial M alias FA (33 tahun) yang dijadikan tersangka atas tindak pidana pornografi.

Menurut Hilarius, polisi telah memberikan pendampingan terhadap delapan korban anak laki-laki yang berusia 6-10 tahun. Kepolisian bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendekati orang tua korban agar proses penyelidikan berjalan lebih lancar. rep:c66/c82/c70 ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement