Kamis 19 Jun 2014 14:00 WIB

Kasus Biak Pelajaran untuk Kepala Daerah

Red:

TIMIKA — Kasus suap yang menjadikan Bupati Biak, Numfor Yesaya Somuk, sebagai tersangka menjadi pelajaran untuk para kepala daerah. Pengacara Thomas Temorubun mengatakan bahwa kasus suap yang juga menyeret institusi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) merupakan cerminan maraknya praktik suap proyek daerah di pemerintah pusat.

Menurut Thomas, sudah bukan rahasia jika selama ini para pejabat daerah diminta mengeluarkan uang miliaran rupiah untuk menyuap para pejabat pusat agar proyek di kementerian dan lembaga dapat dialihkan ke daerah mereka.

"Praktik ‘uang beli uang’ itu merupakan hal yang lumrah saat rezim Orde Baru dan masih saja terus terjadi sampai saat ini," kata Thomas kepada Antara di Timika, Papua, Rabu (18/6).

Ia melanjutkan, kasus sejenis banyak yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Salah satunya, proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang juga melibatkan sejumlah kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat. Karena itulah, kata Thomas, kasus suap yang melibatkan Bupati Biak Numfor patut menjadi terapi kejut bagi para pejabat di Papua.

Kondisi Papua yang sangat membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah pusat untuk percepatan pembangunan di wilayahnya tidak boleh menjadi alasan untuk berbuat korupsi. Ia pun mengapresiasi kinerja tim intelijen dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa membongkar mafia suap pada proyek di Kementerian PDT. "Saya tentu berharap aparat penegak hukum lainnya berani membongkar borok korupsi di negeri ini sampai ke akar-akarnya," ujar Thomas.

Ia menilai, kinerja Yesaya Sombuk sebagai kepala Dinas Pendidikan Menengah dan kepala Dinas Pemuda dan Olahraga di Kabupaten Mimika pada periode 2009-2012 tidak menunjukkan prestasi yang maksimal. Bahkan, sebelum terpilih sebagai Bupati Biak melalui pemilukada putaran kedua beberapa bulan lalu, Yesaya sempat menjalani pemeriksaan di Kantor Kejaksaan Negeri Timika.

Saat itu, Yesaya diperiksa sebagai saksi pada kasus korupsi proyek kegiatan olahraga yang melibatkan salah satu anak buahnya.

"Ini sebuah ironi. Ia baru dua bulan menjabat Bupati Biak, tetapi langsung tertangkap tangan menyuap oknum pejabat KPDT. Ini sangat memalukan dan mungkin saja ia sudah terbiasa dengan hal-hal yang tidak benar," kata Thomas.

Pada Selasa (17/6), KPK  resmi menetapkan Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk sebagai tersangka kasus suap terkait dana pembangunan daerah tertinggal. Selain Yesaya, oknum pengusaha yang menyuap Yesaya juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut. "Tersangka pertama, YS, Bupati Biak Numfor tersangka penerima suap. Tersangka kedua adalah TR, selaku pemberi," ujar Ketua KPK Abraham Samad.

Yesaya dan Teddy ditangkap bersama empat orang lainnya di Hotel Acacia, Jakarta, Senin (16/6) malam. Dalam operasi tersebut penyidik juga menyita uang 100 ribu dolar Singapura dan satu unit mobil. Uang yang disita terbagi ke dalam pecahan 10 ribu dan seribu dolar Singapura yang dimasukkan ke amplop putih yang berada di tas hitam.

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum Manokwari, Papua Barat, Yan Christian Warinussy, mengatakan, tertangkap tangannya Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk oleh KPK di Jakarta menjadi pelajaran bagi kepala daerah lainnya.

Yan berharap kasus Bupati Yesaya dapat dijadikan sebagai pintu masuk bagi lembaga penyidik tindak pidana korupsi di Tanah Papua, yakni Kejaksaan Tinggi Papua dan juga Kepolisian Daerah Papua, guna melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap sejumlah aktivitas para pejabat tinggi daerah di Papua.

"Karena, kami sering mendapat informasi pejabat tinggi di Papua sering melakukan perundingan atau lobi-lobi proyek-proyek yang dibiayai dengan APBD maupun APBN," ujar Yan.

Ia melanjutkan, polisi dan jaksa juga hendaknya memantau sejumlah kegiatan pembangunan infrastruktur daerah di Papua. Alasannya, banyak proyek yang pembiayaannya saling tumpang tindih. Yan mencontohkan proyek pembangunan sebuah jalan raya di Kabupaten Sorong Selatan yang diduga mendapatkan pembiayaan ganda yang berasal dari APBD, APBN, dan dana otonomi khusus. "Proyek-proyek seperti ini perlu ditelusuri," kata Yan. rep:antara ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement