Kamis 15 May 2014 21:10 WIB

Perolehan Suara Caleg Dinilai Tak Istimewa

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Muhammad Hafil
 Rekapitulasi suara nasional Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (7/5).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Rekapitulasi suara nasional Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Caleg yang menang dengan perolehan suara terbanyak hasil rekapitulasi KPU, tak perlu berbangga diri. Buruknya pelaksanaan pemilu tahun ini menjadikan hasil perhitungan kursi bukan sesuatu yang dianggap istimewa.

Pengamat Politik UGM, Ari Sudjito mengatakan, tidak ada yang istimewa atas hasil perolehan suara Pileg 2014 ini. Buruknya kualitas penyelenggara pemilu dan kinerja pengawasan dianggap sebagai indikasi munculnya pragmatisme antara pemilih dan caleg.

Meski caleg tersebut mendapatkan suara terbanyak, kata dia, dengan kondisi pemilu sekarang ini, sama sekali tak bisa dibanggakan. Sebab, bagaimana pun rekam jejak calon tersebut, baik atau buruk belum sepenuhnya menjadi alasan pemilih untuk mencoblosnya.

"Mereka memilih karena dimobilisasi," kata Ari saat dihubungi Republika, Kamis (15/5).

Menurutnya, perolehan suara terbanyak caleg, tidak menjadi jaminan kualitas dan integritas mereka baik. Apakah suara tersebut atas hasil murni jalinan komunikasi dengan konstituennya, atau hanya karena popularitas, yang pasti mereka lahir bukan karena proses yang ideal.

Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heriyanto menambahkan, caleg yang dengan perolehan suara terbanyak ini, memiliki rekam jejak yang tidak semuanya positif. Sebelum ada penetapan KPU, sebaiknya ada upaya untuk menelusuri hasil tersebut.

Pihak yang memiliki alat bukti serta data atas dugaan kecurangan pileg, bisa membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun selama tidak ada laporan atas indikasi tersebut, perolehan suara mereka harus dihormati.

"Kalau rekapitulasi suara di KPU tidak bermasalah, begitu juga MK, maka sah-sah saja. Hanya kita harus akui politik tidak sehat terjadi secara masif," ujar dia.

Dia menambahkan, dengan mengacu pada sistem pemilu proporsional terbuka, maka peta lokal yang disebut dapil menjadi kontestasi para caleg meraih suara terbanyak. Tidak bisa diingkari, dugaan poltik uang dan transaksional dengan penyelenggara terjadi di sana. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement