Rabu 23 Apr 2014 16:22 WIB

Pemerintah Akui Partisipasi Pemilih Luar Negeri Naik

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
 Sejumlah Warga Negara Indonesia di Singapura menunjukkan tinta di jari usai menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2014 yang dilangsungkan di KBRI Singapura, Ahad (6/4). (Antara/Yuniati Jannatun Naim)
Sejumlah Warga Negara Indonesia di Singapura menunjukkan tinta di jari usai menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2014 yang dilangsungkan di KBRI Singapura, Ahad (6/4). (Antara/Yuniati Jannatun Naim)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kelompok Kerja Panitia Pemilihan Luar Negeri (Pokja PPLN) Kemenlu Wahid Supriyadi mengatakan, partisipasi pileg di luar negeri meningkat ketimbang 2009. Dari perkiraan kasar berdasarkan pemilih yang menggunakan suaranya, prosentase partisipasi pemilih pada pemilu 2009 sebesar 22,3 persen sudah terlewati.

"Ini baru perkiraan kasar berdasarkan hasil rekap pemilih di 89 PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri). Batas 22,3 persen partisipasi pemilih pada pemilu 2009  sudah terlampaui," kata Wahid di kantor KPU, Jakarta, Rabu (23/4).

Mengingat pemilu di luar negeri diselenggarakan oleh 130 PPLN di 96 negara, maka Wahid memperkirakan partisipasi pemilih secara keseluruhan meningkat. Target partisipasi sebanyak 30 persen pun dianggap realistis tercapai.

Mekanisme pemberian suara melalui penggunaan dorp box disebut sebagai satu pemicu terdongkraknya partisipasi pemilih. Misalnya saja pemilih di Kuala Lumpur yang berjumlah 44.801 orang. Diketahui mereka yang memilih di TPS hanya berjumlah 5.875 orang. Jumlah ini kalah besar dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya melalui drop box yang mencapai 34.058 pemilih.

"KPU menetapkan selain dengan TPSLN dan sistem pos, juga mengenakan sistem drop box. Catatan kami, upaya (drop box) ini cukup efektif," ujarnya.

Meski begitu, Wahid mengakui masih banyak ditemukan kendala dalam pelaksanaan pileg kemarin. Terutama menyangkut rendahnya partisipasi pemilih di sejumlah negara. 

Kendala pertama, pemilih mengeluhkan tidak kenal dengan caleg. Kedua, mereka mengkritisi kenapa masuk dapil Jakarta II. Ketiga, pemilih di Timur Tengah kesulitan menggunakan hak suaranya. Karena 80 persen lebih bekerja sebagai asisten rumah tangga.

Sementara izin dari majikan untuk datang ke TPS sangat sulit didapat. "Kendala-kendala ini akan kami evaluasi untuk menjadi catatan pada pilpres nanti," jelas Wahid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement