Senin 07 Apr 2014 22:07 WIB

Lindungi Paru-Paru, Pilih Masker yang Tepat

Pejalan kaki menggunakan masker saat melintas di Jalan Pemuda, Padang, Sumbar, Rabu (26/2).
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Pejalan kaki menggunakan masker saat melintas di Jalan Pemuda, Padang, Sumbar, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memakai masker adalah salah satu cara melindungi paru-paru. Terutama bagi Anda yang harus beraktivitas di tempat yang udaranya penuh mengandung banyak karbon monoksida dari polusi atau asap rokok.

Menurut Ketua Divisi Penyakit Paru Kerja dan Lingkungan Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), paru-paru adalah satu-satunya organ tubuh yang langsung terhubung dengan dunia luar sehingga rentan dengan zat-zat berbahaya yang terdapat dalam polusi atau asap rokok.

Masker dapat membantu menyaring udara yang masuk ke paru-paru. Namun, dia mengingatkan untuk memilih masker yang dapat memberikan perlindungan maksimal.

"Ada masker yang dapat menyaring 90 persen sampai 100 persen, masker seperti itu yang biasanya dijual di apotek," kata Agus di Jakarta, Senin (7/4).

Beberapa contoh masker yang punya kemampuan filtrasi tinggi adalah masker N 95 dan R 99, lanjut dia. Untuk masker-masker yang dijual bebas di luar apotek, Agus tidak dapat memastikan kemampuan filtrasinya.

"Masker yang dijual di pinggir jalan belum pernah diteliti, tapi kemampuan filtrasinya pasti lebih kecil dari yang sudah disertifikasi," papar dia. "Tapi lebih baik memakai masker daripada tidak sama sekali."

Dia menegaskan masker sebaiknya dipakai sekali saja. Pasalnya, zat-zat kotor yang mengendap dan terakumulasi di masker dapat terhirup. Dia juga tidak menyarankan untuk mencuci masker.

"Serabut-serabut masker akan melebar kalau dicuci, semakin sering dicuci kemampuan filtrasinya menurun," katanya.

Agus juga meluruskan soal anggapan bahwa masker basah lebih efektif dalam menyaring udara. Belum ada bukti bahwa masker basah dapat menyaring udara lebih baik, namun yang pasti risiko terkena infeksi akan lebih besar.

"Yang pasti lebih lembab dan risiko infeksi besar karena kuman dan bakteri suka tempat lembab," kata Agus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement