Senin 07 Apr 2014 14:45 WIB

Gerindra Mengklaim Menjadi Sasaran Kampanye Hitam

Rep: erik purnama putra/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) menyapa simpatisan partai ketika kampanye nasional terakhir di Gelora 10 Nopember Surabaya, Jatim, Sabtu (5/4).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) menyapa simpatisan partai ketika kampanye nasional terakhir di Gelora 10 Nopember Surabaya, Jatim, Sabtu (5/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra mengklaim menjadi sasaran utama kampanye hitam. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengatakan, partainya terus diserang pihak-pihak tertentu yang mencoba menyudutkan Prabowo Subianto.

Tiga tuduhan yang selalu diarahkan adalah isu yang selalu didaur ulang. Antara lain, Prabowo mengusung kampanye anti-Cina, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan penculikan aktivis pada 1998.

Selain penyebaran stiker di berbagai daerah, fitnah itu juga terus disuarakan di dunia maya. "Kalau dimasukkan ke dalam daftar, serangan terhadap Gerindra dan Prabowo paling banyak. Itu semua adalah black campaign karena tidak ada bukti," kata Fadli saat konferensi pers di Garuda Media Center, Jakarta Selatan, Senin (7/4).

Menurut Fadli, pelaku kampanye hitam yang tidak diketahui identitasnya membuat Gerindra kesulitan melaporkannya ke pihak terkait. Kalau identitas bisa dibawa ke ranah hukum, tapi ini kita tidak tahu. 

Karena itu, ia mengimbau Bawaslu untuk bertindak pro aktif dalam mencatat setiap pelanggaran yang terjadi. Dia juga tengah berupaya untuk mengumpulkan beragam bukti agar bisa diproses Bawaslu.

Hal itu dilakukan bukan sebagai upaya untuk menyerang balik pihak lawan. Melainkan, menurut dia, sebagai upaya pembelajaran agar terjadi proses pembelajaran politik di masyarakat.

Fadli mencontohkan serangan yang menjurus fitnah, antara lain uang yang ditempel Prabowo sebagai satrio piningit, antiras tertentu padahal sangat menjunjung Pancasila, penculikan atau penangkapan aktivis yang terus didaur ulang. Padahal, kata dia, Prabowo tidak pernah terlibat sama sekali dalam kasus 1998.

"Kritik selama fakta harus diterima dengan tangan terbuka dan kita harus merespon positif. Walaupun hal itu sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dengan laju Gerindra," ujar Fadli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement