Kamis 20 Mar 2014 12:01 WIB

Industri Halal Tumbuh Pesat

Produk Halal
Foto: IRIB
Produk Halal

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Industri makanan dan produk gaya hidup halal diprediksi bernilai ratusan miliar dolar AS. Industri yang memenuhi hukum syariah Islam dalam standar dan proses pembuatannya itu bertumbuh seiring dengan populasi Muslim yang juga terus bertambah.

Produsen industri halal ini bahkan menarik negara-negara non-Muslim, mulai dari Brasil hingga Amerika Serikat dan Australia. Adapun negara Teluk, seperti Uni Emirat Arab (UAE), memosisikan diri sebagai pusat global bisnis dan keuangan Islam.

Pejabat UAE pada akhir Februari lalu menyatakan, Dubai telah menyiapkan lahan 620 ribu meter persegi untuk dijadikan Kota Industri Dubai atau Dubai Industrial City (DIC), pusat halal bagi perusahaan manufaktur dan logistik yang bergerak di makanan, kosmetik, dan peralatan pribadi halal. CEO DIC Abdullah Belhoul mengatakan, ide membuat zona halal ini didasarkan atas tingginya permintaan produk halal secara lokal maupun internasional. “Kami menyadari industri ini terus tumbuh,” kata Belhoul kepada AP, pekan lalu, seperti dilansir Alarabiya.

Ia memprediksi, industri halal ini akan tumbuh dua kali lipat dalam lima tahun ke depan. “Kami menilai ada banyak peluang dan kami harus mengapitalisasikan,” ujarnya.

Populasi Muslim dunia saat ini sekitar 1,6 miliar jiwa. Mayoritas mereka menginginkan mengonsumsi produk-produk halal. Pemahaman umum atas produk halal haruslah bebas dari bahan yang mengandung babi atau alkohol. Sedangkan untuk hewan, harus yang disembelih dengan tata cara Islam.

General Manager Halal Control-lembaga sertifikasi halal Jerman-Mahmoud Tatari mengatakan, saat lembaganya berdiri 14 tahun lalu, sedikit warga yang menyadari pentingnya produk halal. Namun, Halal Control kini telah memiliki 12 ulama yang menjadi rujukan bagi perusahaan internasional, seperti Nestle dan Unilever, yang hendak menyasar pasar negara Islam.

Dalam hal industri halal dan pemenuhan standar tinggi, Malaysia menjadi pemimpin pasar. Menurut Oxford Business Group, Malaysia mengekspor produk halal senilai 9,8 miliar dolar AS pada 2013. Capaian itu menjadikan Malaysia pemasok produk halal terbesar di antara 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Perusahaan asal Amerika Serikat, Kellogs dan Hershey, berencana membangun pabrik berstandar halal di Malaysia. Oxford Business Group juga mengatakan, Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar sejagat, berencana mendirikan pusat industri halal pada 2015. Sedangkan di Thailand, lebih dari seperempat pabrik makanan telah memenuhi standar halal.

Brasil menjadi eksportir terbesar kedua daging dan unggas ke negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim setelah AS. Brasil Food Companye, salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia, berencana membuka pabrik pertamanya di Abu Dhabi, ibu kota UAE, Juni 2014. Pabrik ini akan mengolah unggas yang diimpor dari Brasil, mengemas, dan mengapalkan ke negara-negara lain.

“Adanya pabrik akan mendekatkan kami pada pasar,” kata supervisor di BRF Quality Assurance Tiago Brilhante. Perusahaannya mengekspor 70 ribu ton ayam per bulan ke Timur Tengah, menjadikan wilayah ini pasar terbesar ekspor Brasil.

Datamonitor, perusahaan penyedia analis data dan pasar, mengatakan, makanan halal akan menguasai seperlima perdagangan makanan. Berdasarkan Global Futures and Foresights Study, 70 persen makanan halal dari pertambahan populasi dunia yang saat ini tujuh miliar jiwa menjadi sembilan miliar jiwa pada 2050 akan terlahir di negara-negara Muslim. Tentu saja, gerai McDonald's, Subway, Papa John's Pizza akan menyediakan menu halal di negara-negara Muslim tersebut.

Di AS, kini ada 30 badan sertifikasi halal. Dewan Makanan dan Nutrisi Halal AS, lembaga nonprofit, mengatakan, pasar halal di AS diperkirakan mencapai 20 miliar dolar AS.n Nur Hasan Murtiaji

Informasi dan berita lain selengkapnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement