Kamis 13 Feb 2014 08:19 WIB

Mau Nyaleg? Begini Syaratnya dalam Islam (Bagian 1)

Poster caleg di angkutan umum,   (ilustrasi)
Foto: Republika/Amin Madani
Poster caleg di angkutan umum, (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Hannan Putra, Wartawan Republika

 

Begitu banyak calon legislatif (caleg) yang berniat maju mengikuti pemilu tahun ini. Tak ketinggalan, seorang yang terkategori ‘orang awam’ pun tak segan-segan menyalonkan dirinya sebagai caleg.

Lantas bagaimanakah sebenarnya tuntunan Islam dan persyaratan yang ditetapkan syariat Islam bagi seorang yang ingin ‘nyaleg’? Imam al-Mawardi dalam bukunya, Al-Ahkam As- Sultaniyyah mengatakan, setidaknya ada tiga syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap wakil rakyat. 

Syarat tersebut yakni, sifat adil terhadap siapa saja dan senantiasa memelihara wibawa dan nama baik (muruah), pengetahuan yang memadai tentang seluk-beluk negara dan ketatanegaraan) sehingga mampu menentukan pilihan dengan membedakan siapa yang paling berhak untuk diangkat menjadi imam (kepala negara) dengan berbagai ketentuan, dan wawasan luas dan kebijaksanaan. 

Sehingga, mampu menilai berbagai altematif serta memilih yang terbaik untuk umat sesuai dengan kemaslahatannya dan menjauhkan yang dapat membahayakannya.

Di samping hal tersebut di atas, Imam Mawardi juga mensyaratkan bahwa seorang anggota legislatif juga harus senantiasa memperhatikan tradisi yang sudah mapan di masyarakat. Ketiga syarat di atas mutlak diperlukan karena dengan demikian diharapkan para wakil rakyat tersebut akan dapat mewakili kemauan dan kehendak rakyat yang diwakilinya.

Imam al-Mawardi menyamakan ahl al-hall wa al-‘aqd dengan ahl al-ikhtiyar, yaitu orang yang berhak memilih. Menurut Dr Abdul Karim Zaidan, ahli fikih dari Irak, ahl al-hall wa al-‘aqd adalah orang- orang yang berkecimpung langsung dengan rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepada mereka. 

Rakyat menyetujui pendapat wakil-wakil itu karena keikhlasan, kekonsekuenan, ketakwaan, keadilan, kecemerlangan pikiran, dan kegigihan mereka dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. 

Menurut Imam an-Nawawi, ahl al-hall wa al- ‘aqd adalah ulama, para kepala negara, dan para pemuka masyarakat yang berusaha mewujudkan kemaslahatan rakyat. 

Muhammad Abduh menyamakan ahl al- hall wa al- ‘aqd dengan ulil amri yang disebut dalam Alquran surah an-Nisa ’ (4) ayat 59 yang mengatakan, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri di antara kamu.” Ia menafsirkan ulil amri atau ahl al-hall wa al- ‘aqd sebagai kumpulan orang dari berbagai profesi dan keahlian yang ada dalam masyarakat. Mereka terdiri atas para amir, hakim, ulama, militer, dan semua pemimpin yang menjadi rujukan bagi umat dalam masalah kebutuhan dan kemaslahatan umum. 

Muhammad Basyid Rida, murid Muhammad Abduh, juga menyamakan ahl al-hall wa al- ‘aqd dengan ulil amri. la menyatakan bahawa ulil amri dan ahl al-hall wa al ‘agd adalah mereka yang mendapat kepercayaan dari umat yang terdiri atas ulama, pemimpin militer, dan pemimpin pekerja untuk kemaslahatan umum.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement