Ahad 26 Jan 2014 14:20 WIB

Ketua DPR Kritik MK Soal Putusan Pemilu Serentak 2019

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
Marzuki Ali
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Marzuki Ali

REPUBLIKA.CO.ID, ‪JAKARTA -- Ketua DPR, Marzuki Alie mempertanyakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penyelenggaraan pemilu serentak pada 2019. Menurut Marzuki, keputusan MK bisa ditafsirkan kalau pemilu 2014 yang tidak dilakukan serentak inkonstitusional. 

"Kenapa pemilu tidak serentak yang bertentangan dengan konstitusi tetap dilaksanakan pada 2014," kata Marzuki, Ahad (26/1).

Marzuki menyatakan, putusan pemilu serentak mestinya diterapkan pada 2014. Ini karena putusan MK bersifat final mengikat. Tidak ada alasan bagi penyelenggara atau peserta pemilu untuk tidak melaksanakan putusan itu. "Yang namanya konstitusi seharusnya tidak ada tawar menawar dan harus dilaksanakan," ujarnya.

Menurutnya, keputusan MK terkait pemilu mesti diadakan serentak berdampak pada hilangnya aturan presidential therehold di dalam UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres. Dalam undang-undang itu dikatakan, partai politik atau gabungan partai politik pengusung capres dan cawapres mesti mendapatkan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu legislatif.

"Diputar-putar bagaimana pun tentunya tidak mungkin menerapkan treshhold dalam pemilu serentak," kata Marzuki.

Peserta konvensi capres Partai Demokrat ini menilai, jika keputusan MK diterapkan secara konsisten maka mestinya pada pemilu 2014 setiap partai politik bisa mengajukan capres dan cawapres.

Dia berharap tidak ada pemaksaan presidential thereshold kepada partai politik peserta pemilu yang ingin mengajukan capres dan cawapres. "Semua peserta pemilu yang lolos verifikasi bisa ikut serta mencalonkan presidennya sekaligus," ujarnya.

Pada bagian lain Marzuki mengkritik putusan yang terkesan melampaui kewenangan MK sendiri. Menurut Marzuki MK mestinya hanya memutuskan untuk menerima atau menolak suatu uji materi undang-undang tanpa memberi keputusan tambahan seperti soal waktu penetapan pemilu serentak 2019. 

"MK hanya berhak menerima dan menolak. Kalau MK mengatakan pemilu serentak melanggar konstitusi maka itu urusan penyelenggara pemilu KPU, pemerintah dan semua yang terkait," katanya.

Marzuki menilai, dalih pemilu serentak pada 2014 akan menciptakan kegaduhan bukan wilayah tanggungjawab MK. Apalagi merupakan hal wajar jika dalam sebuah persiapan terjadi perubahan. "Penyelenggara pemilu bisa menetapkan untuk memundurkan penyelenggaran pemilu ke jadwal pilpres sehingga masih cukup waktu untuk melaksanakannya," ujarnya.

Ia menjelaskan, pelaksanaan pileg dan pilpres 2014 secara terpisah bukan tidak mungkin bakal menimbulkan gugatan atas hasil pemilu. Sebab mereka yang tidak puas bisa saja menganggap pemilu yang berlangsung bersifat inkonstitusional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement