Jumat 20 Dec 2013 08:40 WIB
Pemulihan Citra Mahkamah Konstitusi

DPR Loloskan Perppu MK

Suasana di lobi gedung Mahkamah Konstitusi yang dirusak massa yang mengamuk saat putusan sengketa ulang Pemilukada Maluku di Gedung MK Jakarta, Kamis (14/11).   (Republika/Adhi Wicaksono)
Suasana di lobi gedung Mahkamah Konstitusi yang dirusak massa yang mengamuk saat putusan sengketa ulang Pemilukada Maluku di Gedung MK Jakarta, Kamis (14/11). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Sidang Paripurna DPR memutuskan untuk menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi undang-undang. Penolakan sejumlah fraksi atas regulasi tersebut dimentahkan mekanisme voting.

Dalam Sidang Paripurna, Kamis (19/12) kemarin, anggota dewan diberi dua pilihan terkait Perppu MK. Pilihan pertama, menyetujui perppu yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut menjadi undang-undang. Opsi lainnya, menolak perppu tersebut.

Setelah dilakukan mekanisme voting, mayoritas anggota dewan memilih opsi pertama. "Dari 369 anggota DPR yang hadir, sebanyak 221 orang setuju dan 148 menolak. Karena itu, perppu nomor 1 tahun 2013 disetujui menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung dalam Sidang Paripurna, di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (19/12).

Seluruh perwakilan dari Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB menyetujui pelolosan Perppu MK sebagai undang-undang. Sementara, seluruh anggota dari Fraksi PDI perjuangan, Fraksi PKS, Fraksi Hanura, dan Fraksi Gerindra menyatakan penolakan. Sementara itu, tiga anggota Fraksi PPP menolak dan sebanyak 20 sisanya menerima.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsuddin menyatakan kelegaannya dengan hasil putusan sidang paripurna tersebut. Menurut dia, Perppu MK mendesak untuk dijadikan undang-undang. "Perppu ini untuk mengembalikan kepercayaan MK mengingat pemilu akan segera datang sehingga kepercayaan masyarakat harus dikembalikan," ujar Amir.

Penerbitan Perppu MK berkaitan dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2 November 2012 terhadap mantan ketua MK Akil Mochtar. Menyusul penangkapan itu, SBY menerbitkan Perppu MK dengan alasan menyelamatkan institusi tersebut.

Sejumlah isi perppu tersebut kemudian jadi sorotan. Terutama, soal pengembalian kewenangan Komisi Yudisial (KY) mengawasi hakim konstitusi dan syarat mesti meninggalkan perpolitikan dalam jangka waktu tertentu untuk bisa menjadi hakim konstitusi.

Sejak perppu digagas, perdebatan muncul di DPR sebagai lembaga yang mesti menindaklanjuti regulasi tersebut. Sebagian anggota dewan menyatakan penolakan keras atas Perppu MK.

Awal pekan ini, Sekretariat Gabungan (Setgab) yang terdiri dari partai-partai koalisi melakukan pertemuan terkait pembahasan Perppu MK. Menurut Menkumham Amir Syamsuddin, kala itu sudah disepakati oleh koalisi untuk mengegolkan perppu itu menjadi undang-undang.

Kendati demikian, Rapat Komisi III DPR pada Rabu (18/12) tak juga berhasil menemukan titik temu terkait perppu tersebut. Anggota Komisi III Fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan, Fraksi PKS menilai sebaiknya perbaikan untuk lembaga MK diupayakan melalui perubahan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Sementara, Ketua Fraksi Hanura Sarifudin Sudding berpendapat pertimbangan filosofis perppu untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap MK justru mendelegitimasi MK.

Fraksi PDI Perjuangan menolak dengan alasan tak ada keadaan yang mendesak untuk penerbitan perppu tersebut. Komisi III kemudian memutuskan untuk memastikan nasib Perppu MK melalui mekanisme pemungutan suara dalam sidang paripurna.

Saat putusan tersebut dicapai, SBY kemudian memberikan keterangan pada media secara mendadak selepas menghadiri peringatan Hari Ibu di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Ia menegaskan, tujuan Perppu MK adalah untuk “memperkuat, menjaga wibawa, dan juga mengembalikan trust masyarakat terhadap MK.”

Menurutnya, tindakan anarkistis yang terjadi di majelis sidang MK beberapa waktu lalu membuktikan harus ada yang dilakukan untuk membenahi MK. Ia mengatakan, penerbitan perppu adalah hak konstitusional presiden.

Selain itu, SBY juga mengungkapkan ia mendengar bahwa nasib Perppu MK di DPR terkait dengan uji materi terhadap ambang batas pencalonan presiden dalam UU Pilpres di MK. “Saya mendengar bahwa bisik-bisik politik itu bisa dikaitkan, saya tidak percaya,” ujar SBY.

Dengan disahkannya Perppu MK sebagai undang-undang, satu-satunya jalan untuk menggugat regulasi tersebut adalah dengan mengajukan uji materi di MK. Sejauh ini, MK juga tengah menyidangkan gugatan dari sejumlah pihak terkait perppu tersebut. n m akbar wijaya/esthi maharani/antara ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement