Senin 16 Dec 2013 08:33 WIB
Korupsi Jaksa

Penegak Hukum tak Takut Korupsi

 Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Anti Korupsi peringati Hari Anti Korupsi seDunia di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (8/12).  (Republika/Prayogi)
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Anti Korupsi peringati Hari Anti Korupsi seDunia di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (8/12). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Nusa Tenggara Barat (NTB), Subri, Sabtu (14/12), menjadi  teguran keras terhadap institusi penegak hukum di Indonesia. Aparat penegak hukum  seakan tidak pernah takut melakukan korupsi meski telah banyak yang ditangkap dan dihukum.

''Ini peringatan yang kesekian kali. Tidak tanggung-tanggung, yang ditangkap kali ini adalah kepala kejaksaan,'' ujar Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat-UGM) Oce Madril kepada //Republika//, Ahad (15/12).

Oce mengatakan, KPK sulit menghentikan perilaku korupsi penyelenggara negara dan penegak hukum jika tidak didukung kemauan bersama dari instansi dan penegak hukum lainnya.

Menurut dia, banyaknya pejabat dan penegak hukum yang terlibat dalam skandal korupsi tidak disebabkan lantaran longgarnya hukum antikorupsi dan sanksi. Akan tetapi, rasa takut yang minim dari para aparat penegak hukum membuat perilaku amoral itu tetap akan subur. "Terutama di kejaksaan," katanya.

Oce menilai, kejaksaan adalah tembok utama penegakan hukum di Indonesia. Namun, justru selama ini kejaksaan menjadi salah satu lembaga yudikasi paling bobrok. ''Kita melihat di kejaksaan ini, dari dulu sampai saat ini, adalah lembaga paling tertutup. Dan, terlihat ogah-ogahan menangani oknum-oknumnya sendiri,'' ujar Oce.

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kajari Praya, Subri, dan seorang pengusaha perempuan asal Jakarta, Lusita Ani Razak. Subri diduga menerima suap senilai Rp 213 juta dari Lusita.

Penangkapan itu dilakukan di sebuah kamar hotel di Pantai Senggigi, Lombok, NTB. Dua orang yang ditangkap secara bersamaan ini adalah Subri bersama dengan  Lusita.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, penangkapan dua orang ini terkait dengan pengusutan perkara tindak pidana umum dalam pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan satu orang terdakwa. Dalam operasi ini, tim  KPK menemukan uang senilai 16.400 dolar AS dan Rp 23 juta atau dengan nilai total sebesar Rp 213 juta.

Tim kemudian langsung membawa Subri dan Lusita ke gedung KPK di Jakarta untuk pemeriksaan lanjutan. Setelah diperiksa selama 1x24 jam, dua orang ini ditetapkan sebagai tersangka dengan Subri sebagai tersangka penerima suap dan Lusita sebagai tersangka pemberi suap.

Baik Subri maupun Lusita tidak melakukan tindak pidana korupsi ini sendirian, tetapi bersama-sama dengan pihak lain. Saat ini, tim penyidik sedang melakukan pengembangan untuk mencari siapa lagi pihak pemberi dan penerima suap lainnya dalam kasus ini.

Bambang menduga transaksi suap ini bukan yang pertama kalinya karena sudah ada penerimaan uang lainnya terkait pengurusan kasus yang sudah masuk ke dalam proses persidangan ini.

Saat ini, keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka. "Dalam ekspose disepakati bahwa dua orang yang ditangkap sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan," kata Bambang. Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Ajat Sudrajat menyatakan akan segera memberi sanksi. Jaksa Subri pun akan segera dipecat akibat dari penangkapan ini.

"Sanksi kepegawaian dengan terlebih dahulu membebaskan Jaksa SUB (Subri) sebagai Kajari Praya dan akan memprosesnya dengan undang-undang tentang disiplin PNS (pegawai negeri sipil) dengan sangsi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," kata Ajat.

Ajat mengatakan, penangkapan terhadap jaksa Subri merupakan  hasil koordinasi dan kerja sama antara KPK dan Kejaksaan Agung terhadap oknum-oknum jaksa. Kejaksaan Agung, lanjutnya, menghormati dan menegaskan tidak akan campur tangan terhadap proses penyidikan jaksa Subri. n bilal ramadhan/bambang noroyono ed: muhammad hafil

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement