Sabtu 14 Dec 2013 09:00 WIB
GBHN

Pembangunan Ekonomi Butuh Peta Jalan

Rokhmin Dahuri
Rokhmin Dahuri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diminta menyediakan peta jalan agar pertumbuhan ekonomi berkualitas. Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri mengutarakan, terdapat lima sasaran (tujuan) untuk peta jalan pembangunan ekonomi.

"Peta jalan ini bisa mendorong Indonesia menjadi negara yang maju, sejahtera, serta mandiri," ujar Rokhmin, dalam paparan di seminar nasional bertema “Pembangunan Ekonomi Berbasis Inovasi dan Imtaq Menuju Indonesia yang Maju, Adil-Makmur, Berdaulat dan Diridhai Alah SWT” di Auditorium UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Jumat (13/12).

Sebelumnya, Rokhmin mendukung penggunaan garis besar haluan negara (GBHN) dalam mengimplementasikan pertumbuhan ekonomi Indonesia karena terarah dan berkelanjutan.    

Kelima tujuan tersebut, yakni, pertama, membangun kedaulatan pangan, energi, dan sumber daya alam (SDA) serta sarana pertahanan. "Kedaulatan sektor-sektor itu merupakan harga mati," ujar menteri kelautan dan perikanan periode 2001-2004 ini.

Menurutnya, bila suatu negara dengan jumlah penduduk di atas 100 juta jiwa, tapi kebutuhan pangan masih berasal dari impor, negara tidak mungkin menjadi maju, sejahtera, dan berdaulat.

Demikian pula, dengan kedaulatan energi serta SDA. Sebagai negara bahari dan agraris tropis, Rokhmin meyakini negeri memiliki potensi dan kemampuan membangun ketahanan pangan, energi, dan SDA esensial lainnya. 

Tujuan kedua, pengembangan daya saing ekonomi nasional. Caranya memproduksi barang dan jasa yang kompetitif. Ciri barang dan jasa yang kompetitif ada tiga, yakni kualitas unggul, harga relatif murah, dan jumlah volume produksi yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen (pasar) dalam negeri maupun ekspor setiap diperlukan.

Tujuan ketiga pembangunan ekonomi, ujar Rokhmin, menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, yakni rata-rata tujuh persen per tahun, inklusif, dan berkelanjutan. Kata guru besar IPB ini, maksud pertumbuhan ekonomi inklusif adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat menyediakan lapangan kerja dalam jumlah besar dan menyejahterakan seluruh rakyat secara adil.

Tujuan keempat, yaitu mengupayakan agar seluruh penduduk usia kerja dapat bekerja dengan penghasilan yang mampu menyejahterakan diri beserta seluruh anggota keluarganya. "Atau besarnya jumlah angka pengangguran tidak melebihi empat persen dari total angkatan kerja," katanya menjelaskan.

Sedangkan tujuan kelima, kata dia, adalah memelihara atau meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan hidup serta SDA yang terkandung di dalamnya. Hal ini dinilai krusial untuk memastikan bahwa pembangunan sosial-ekonomi dapat berlangsung secara sehat dan berkelanjutan.

Untuk sektor ekonomi, pendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang bisa menyejahterakan rakyat Indonesia, Rokhmin memaparkan terdapat 10 sektor berbasis inovasi dan teknologi di negeri bahari ini. Yakni, perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, serta sektor energi dan sumber daya mineral. "Sektor berikut adalah pariwisata bahari, perhubungan laut, industri dan jasa maritim, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil dan sumber daya kelautan nonkonvensional.”

Rokhmin menjelaskan, total nilai ekonomi kesepuluh sektor pembangunan ini diperkirakan mencapai 1 triliun dolar AS. Jumlah itu setara tujuh kali lipat APBN tahun 2012 atau sedikit lebih besar dari PDB Indonesia saat ini.

Kemudian, lanjut dia, kesepuluh sektor itu mampu menyerap 40 juta orang tenaga kerja, atau setara 33 persen dari total angkatan kerja saat ini yang mencapai 120 juta orang.

Dalam makalah Rokhmin disebutkan, potensi produksi lestari ikan laut Indonesia yang dapat dimanfaatkan melalui usaha perikanan tangkap sebesar 6,5 juta ton per tahun atau sekitar delapan persen dari total potensi produksi lestari ikan laut dunia, sekitar 90 juta ton per tahun. 

Witjaksono, pengusaha kemasan produk laut, membenarkan Indonesia perlu meningkatkan produksi produk kelautan karena sektor ini masih dianggap belum menjanjikan. Di sisi lain, dia melihat masih banyak nelayan di Indonesia yang belum sejahtera.

Pasalnya, para nelayan itu tak bisa mengawetkan yang diperoleh saat mencari ikan di laut. Kemudian, ketika ikan sudah diperoleh, para nelayan masih belum mampu mengemas dan memasarkan ke konsumen atau perusahaan restoran.

Untuk menjembatani hal itu, Witjaksono yang juga direktur keuangan PT Dwi Aneka Jasa Kemasindo Tbk, ini menerima ikan-ikan dari para nelayan kemudian dikemas dan dipasarkan ke sejumlah negara. "Ekspor kami sudah mencapai kawasan ASEAN, Eropa, dan AS," ujarnya.

Dwi Aneka saat ini mengoperasikan tiga pabrik di Tangerang dan melayani sekitar 200 pelanggan di berbagai sektor, termasuk makanan dan minuman, telekomunikasi, kosmetik, dan farmasi. Kliennya termasuk perusahaan makanan Orang Tua Group dan perusahaan farmasi, PT Kalbe Farma Tbk.

Di hadapan ribuan peserta seminar, Witjaksono siap mendidik dan melatih para mahasiswa untuk menjadi pengusaha, terutama pengusaha produksi kemasan produk ikan maupun sektor bisnis lain. "Saya dan teman-teman menargetkan mendidik sekitar 1.000 calon wirausaha baru agar siap jadi pengusaha dan berlangsung hingga akhir tahun 2014," katanya. n zaky al hamzah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement