Jumat 08 Nov 2013 09:05 WIB
Pahlawan Nasional

Tiga Pejuang Jadi Pahlawan Nasional

TB Simatupang (kiri) bersama Presiden Soekarno.
Foto: wikipedia.org
TB Simatupang (kiri) bersama Presiden Soekarno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah melalui Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan menetapkan memberi gelar pahlawan nasional kepada tiga tokoh pada 2013. “Besok (8/11), pukul 16.00 WIB, ketiga tokoh ini akan ditetapkan oleh presiden RI,” kata Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial Hartono Laras, Kamis (7/11).

Ketiga tokoh yang diberi gelar pahlawan nasional, yaitu Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat dari Yogyakarta, Lambertus Nicodemus Palar dari Sulawesi Utara, dan Letjen TNI (Purn) TB Simatupang dari Sumatra Utara. Hartono menjelaskan, ketiga tokoh tersebut ditetapkan sebagai pahlawan nasional dari delapan usulan calon pahlawan.

Radjiman Wedyodiningrat lahir di Yogyakarta pada 21 April 1879 dan merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia. Ia merupakan ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Sedangkan, Lambertus Nicodemus (LN) Palar adalah tokoh yang lahir di Rurukan Tomohon, Sulawesi Utara, pada 5 Juni 1900. Ia menjabat sebagai wakil Republik Indonesia dalam beberapa posisi diplomatik di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

TB Simatupang lahir di Sidikalang, Sumatra Utara, pada 28 Januari 1920, dan merupakan tokoh militer di Indonesia. Saat ini, namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.

Hingga saat ini, pemerintah sudah menetapkan 156 pahlawan nasional di mana 32 di antaranya dari kalangan TNI dan Polri. Pemerintah memberikan tunjangan sebesar Rp 1,5 juta setiap bulan kepada setiap pahlawan nasional dan bantuan kesehatan Rp 3 juta setiap tahun bagi ahli waris.

Jangan dipolitisasi

Mantan aktivis Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) Hariman Siregar menilai, sosok pahlawan itu memang sangat dibutuhkan. Tetapi, menurutnya, penilaian sebagai pahlawan itu seharusnya timbul dari perasaan. Oleh karena itu, pemberian gelar pahlawan nasional oleh pemerintah hendaknya tidak dipolitisasi dan harus fair sehingga tidak ada unsur politiknya. “Harus menunggu waktu. Penilaiannya hanyalah waktu, jangan sampai ini dipolitisasi,” kata Hariman saat diskusi Siapkah Kita Jadi Pahlawan? di  Jakarta Timur, Kamis (7/11).

Menurutnya, seorang pahlawan sudah sepatutnya menjadi contoh bagi orang lain. Predikat yang dimilikinya sudah pasti tidak mudah didapatkan. Melalui perjuangan yang tidak pernah pudar, mereka menginginkan agar kehidupan orang banyak lebih baik lagi.

Beberapa waktu lalu, Indonesia sempat dihebohkan dengan permintaan agar mantan presiden Soeharto diberi gelar pahlawan nasional. Tidak hanya beliau, beberapa pemimpin negeri ini pun banyak yang mengajukan kepada pemerintah untuk dijadikan pahlawan. “Pahlawan itu kita butuhkan, apa pun definisi pahlawan itu sesuai perasaan kita,” ujarnya.

Dalam acara yang sama, Kepala Program Studi Filsafat Universitas Paramadina Aan Rukmana menilai, mentalitas Indonesia harus segera dibenahi agar bangsa ini bisa berubah. Sebagai dosen, ia juga sepaham mengenai pendidikan yang menjadi dasar perubahan Indonesia. Menurutnya, melalui pendidikan, Indonesia akan lebih baik. n antara ed: muhammad hafil

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement