Selasa 20 Aug 2013 07:30 WIB
Diaspora

Diaspora, Pelopor Diplomasi Indonesia

Warga negara Indonesia yang berada di luar negeri/Diaspora, ilustrasi
Foto: Perhimpunan Pelajar Indonesia
Warga negara Indonesia yang berada di luar negeri/Diaspora, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Satya Festiani

Pria keluar dari Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, Jakarta Selatan. Dia baru saja menyelesaikan satu sesi kursus bahasa Belanda. Hadi Kurnianto (30 tahun), warga Jakarta, mengikuti kursus itu karena hendak bekerja di Negeri Kincir Angin itu.

Hadi sudah memiliki sponsor untuk bisa bekerja di Belanda. Namun, proses mengurus visa tidak semudah itu. Ada banyak persyaratan yang harus dilengkapi, di antaranya, ujian kemasyarakatan. Ujian kemasyarakatan ini untuk mengetahui pengetahuan kehidupan dan bahasa Belanda.

Hadi mengurus sendiri semua persyaratan untuk berangkat ke Belanda. “Paling cepat musim panas tahun depan, saya bisa berangkat ke Belanda,” kata pria lulusan teknologi informasi ini, Senin (19/8).

Hadi bukan orang pertama yang berniat mengadu nasib ke negeri orang. Ada jutaan warga negara Indonesia (WNI) yang sudah lebih dulu melakukannya. Kementerian Luar Negeri Indonesia mencatat sedikitnya lima juta WNI terdaftar di lima benua.

Sedangkan, diaspora Indonesia yang tinggal di mancanegara jumlahnya tidak kurang dari delapan juta orang. Diaspora merupakan WNI maupun warga negara asing keturunan Indonesia yang bekerja di luar negeri. Mereka berasal dari latar belakang yang beragam, seperti profesor, guru, awak kapal, pemuka agama, artis, atlet, hingga ibu rumah tangga.

Meski berkarya dan hidup berkecukupan di negara lain, mereka masih tetap mencintai Indonesia. Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan, di manapun diaspora menetap, mereka masih bisa berkarya bagi nusa dan bangsa.

"Pengabdian dan darma bakti kepada nusa bangsa tidak mengenal tempat dan geografis. Di mana pun menetap bisa berkarya bagi nusa dan bangsa," ujar Marty ketika membuka Kongres Diaspora Indonesia yang kedua di Jakarta Convention Center, Senin (19/8).

Jasa diaspora di luar negeri sudah bisa dirasakan sejak masa perjuangan kemerdekaan. Dengan segala keterbatasan dan tantangan, mereka tetap mengabdi tanpa pamrih dan menjadi pelopor diplomasi Indonesia.

Marty mengatakan, mereka adalah duta bangsa sesungguhnya. Diaspora masa sekarang juga masih dapat memberikan sumbangsih bagi pembangunan Indonesia. "Di manapun berada dapat berkontribusi dalam pembangunan. Yang utama, jangan lupakan Indonesia ketika negara membutuhkan saudara, siaplah untuk kembali ke Tanah Air," ujar Marty.

Kongres diaspora kedua yang bertema "Pulang Kampung" ini membahas 11 kerja sama, mulai dari sektor kuliner, bisnis, investasi, potensi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, teknologi, dan inovasi. Para diaspora dapat bermitra dengan berbagai kepentingan di Tanah Air.

Presiden Direktur Perusahaan properti terbesar di Australia, Crown Group Holdings, Iwan Sunito, mengatakan, diaspora adalah kekuatan untuk Indonesia. Menurut pria yang juga diaspora Indonesia, terdapat tiga generasi diaspora Indonesia di luar negeri.

Generasi pertama adalah masyarakat Indonesia yang keluar karena produk Orde Baru. Mereka terbatas bahasa, tetapi menjadi penjaga budaya Indonesia. Generasi kedua diaspora adalah produk dari generasi pertama. "Bahasa Inggris mereka lumayan dan mereka telah memiliki toko-toko besar," kata Iwan.

Sedangkan generasi ketiga adalah produk negara demokrasi. Generasi ketiga ini yang berpeluang kembali ke Indonesia. "Mereka tidak melihat Indonesia sebagai platform bisnisnya," ujar Sunito.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, profil diaspora Indonesia sangat beraneka ragam. Mereka umumnya mempunyai ikatan batin dengan negeri ini.

Menurut SBY, diaspora Indonesia penuh dengan sosok-sosok yang bisa menjadi sumber inspirasi. Ia menyebut, di antaranya Indonesia memiliki sosok Sehat Sutarja yang dengan bermodal ijazah listrik dari Pasar Baru berhasil meraih gelar doktor dari UCLA Berkeley, membangun perusahaan teknologi informasi (IT) raksasa Marvell di Silicon Valley yang kemudian menguasai dua pertiga dari industri semikonduktor dunia.

Indonesia juga memiliki sosok Sri Mulyani yang menjabat sebagai direktur pelaksana Bank Dunia. Sri merupakan orang Indonesia pertama yang memegang jabatan tinggi di lembaga multinasional tersebut.

Selain mereka, terdapat pula 2,5 juta sosok tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja keras dan selalu mengirim uang untuk membantu saudaranya di Tanah Air. Pada 2012, sumbangan kolektif yang mereka kirimkan ke Indonesia tercatat mencapai 7,1 miliar dolar AS atau setara Rp 74,5 triliun. "Mereka adalah pahlawan devisa Indonesia yang abadi," kata SBY. n ed: ratna puspita

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement