Kamis 25 Jul 2013 06:11 WIB
Ormas

Dipo Alam Sebut FPI Bukan Ormas

Polisi memeriksa mobil milik anggota Front Pembela Islam (FPI) yang dibakar massa setelah terjadinya bentrok antara FPI dengan warga di Kecamatan Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah, Kamis (18/7)
Foto: Antara Foto
Polisi memeriksa mobil milik anggota Front Pembela Islam (FPI) yang dibakar massa setelah terjadinya bentrok antara FPI dengan warga di Kecamatan Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah, Kamis (18/7)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam mengatakan, pemerintah tidak bisa membekukan Front Pembela Islam (FPI). Sebab, menurutnya, FPI belum terdaftar sebagai ormas di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Menurut Mendagri, belum terdaftar sebagai ormas, apa yang mau dibekukan,” katanya, Rabu (24/7). Ia mengatakan, dari informasi yang diterimanya, FPI hanya berupa forum, belum terdaftar sebagai ormas. Dengan kata lain, FPI hanya forum kumpul-kumpul.

Karena itu, hukuman yang bisa diberikan kepada FPI hanyalah perorangan sesuai dengan tindakan yang dilakukakan. Jika, anggota FPI melanggar hukum dan main hakim sendiri maka yang bersangkutan yang dihukum. Ia mengatakan, terlepas dari status keorganisasian FPI, pelanggaran hukum yang dilakukan FPI tetap harus ditindak. Apalagi dari peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu menimbulkan korban. “Orang yang salah, tindak kekerasan, harus dihukum,” katanya.

Mencuatnya polemik seputar FPI bermula dari bentrokan fisik antara warga dan anggota FPI Temanggung di Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah, pada 18 Juli. Akibat bentrokan fisik itu, tiga warga dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Tugurejo, yakni Suyatmi warga Patean, Tri Munarti warga Pageruyung, dan Moh Farid warga Sempu Tanggulrejo, Kecamatan Tempuran, Temanggung.

Selain di Kendal, FPI juga terekam melakukan aksi penggerebekan toko minuman keras di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 20 Juni 2013. Sejumlah anggota FPI bentrok dengan petugas kepolisian menyusul kejadian itu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian melayangkan kecaman terhadap FPI dan cara-cara yang mereka gunakan tak lama kemudian. Ketua FPI Habib Rizieq Syihab membalas dengan mengatakan SBY pecundang.

Dalam versi FPI, mereka melakukan pengawasan damai di Kendal. Justru preman setempat yang dituding memulai kekerasan. Berkebalikan dengan pernyataan Dipo Alam, Kasubdit Ormas Dirjen Kesbangpol Kemendagri, Bahtiar, menyatakan, FPI pusat sudah terdaftar sebagai ormas resmi. Hanya saja, beberapa cabangnya di daerah, termasuk di Kendal dan Temanggung, belum terdaftar.

Ia menambahkan, teguran terhadap FPI sedang diproses oleh pemda setempat. "Karena massa FPI dari Temanggung sementara kejadian di Kendal, maka bisa kedua pemda tersebut memproses surat tegurannya," kata Bahtiar.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, Pemda Kendal juga bisa menuntut Front Pembela Islam (FPI) atas ganti rugi yang disebabkan oleh bentrok dengan warga setempat. "Ketika pemda merasa dirugikan lalu mengajukan tuntutan secara perdata itu bisa saja, kalau di-blacklist (dimasukkan daftar hitam) itu nanti tergantung pengadilan yang putuskan," kata Gamawan di Gedung Kemendagri, kemarin.

Sementara itu, terkait tuntutan pembubaran ormas, mekanismenya dilakukan sesuai dengan peraturan dan undang-undang terkait Ormas. Berdasarkan UU Ormas baru, pelanggaran hukum yang dimaksud adalah terkait perbuatan yang mengganggu ketenteraman dan ketertiban serta mengambil peran penegak hukum dalam bertindak.

Mabes Polri Komjen Pol Sutarman mengatakan, sudah tujuh orang anggota FPI yang teridentifikasi terlibat tindak pidana dalam kasus kekerasan di Kendal dan Makassar. "Yang di Kendal tiga orang ditangkap, di Makassar ada empat orang," kata Sutarman.

Sutarman mengatakan, pihaknya tidak akan menolerir anggota ormas yang terlibat tindakan kekerasan dalam aksi sweeping tempat hiburan malam atau lokasi apa pun. Menurutnya, negara tidak boleh kalah dari kelompok-kelompok yang melakukan tindakan melanggar hukum. n esthi maharani/ahmad islamy jamil/antara ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement