Senin 22 Jul 2013 21:36 WIB

MOS yang Produktif

Masa Orientasi Siswa (MOS). Ilustrasi
Foto: .
Masa Orientasi Siswa (MOS). Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Asep Sapa'at

(Praktisi Pendidikan, Direktur Sekolah Guru Indonesia)

Connecting people, itu Nokia. Nike, just do it. Kalau ingat kata Masa Orientasi Siswa (MOS), ayo ingat apa? Perpeloncoan, aksi arogansi senior pada yunior, tugas yang ‘aneh’, seakan telah menjadi identitas yang begitu melekat dari sebuah gelaran acara sekolah bernama MOS. Membantah MOS bukan ajang perpeloncoan, itu baru satu hal.

Mengkreasikan MOS jadi ajang internalisasi nilai-nilai budaya sekolah dan latihan jiwa kepemimpinan siswa, hal penting yang mesti diikhtiarkan.

Hakikat pendidikan adalah mengubah budaya. Sekolah mestinya berbudaya. Yang jadi soal, budaya apa yang telah dan terus dijaga kelestariannya di sekolah. Budaya itu bersifat menyejarah dan mendarah daging dalam denyut kehidupan sekolah. Bicara budaya sekolah, maka kita bicara soal kebiasaan. Tapi ingat, kebiasaan berbeda dengan kebenaran.

Kalau pun sudah biasa dilakukan tapi sesuatu itu tak benar, wajib dikoreksi dan diperbaiki. Jangan karena sudah jadi budaya sekolah, kita tak berani mengubah kebiasaan. MOS, salah satu agenda sekolah yang patut dikritisi super serius.

Apa tujuan MOS? Siswa dibantu untuk cepat beradaptasi di lingkungan baru. Siswa mesti berproses agar tahu, paham, dan menginternalisasi budaya sekolah. Proses dari tak tahu menjadi tahu, mudah sekali dilakukan. Sekolah siapkan buku profil super lengkap, beri tugas siswa baru untuk membacanya, selesai. Paham, lebih dari sekadar tahu.

Siswa mesti gali informasi lebih mendalam melalui guru, kepala sekolah, kakak kelas, bahkan penjaga sekolah sekalipun. Informasi mesti benar, akurat, dan lengkap untuk satu tujuan, paham sejarah sekolah. Nah, jika siswa baru sudah paham sejarah sekolah, dia akan coba sesuaikan diri agar menjiwai nilai-nilai sejarah sekolah yang berlaku sepanjang masa.

Siswa bisa menikmati tahapan proses jadi orang yang tahu, paham, dan akhirnya menjiwai budaya sekolah yang dikembangkan. Yang jadi soal, apakah masyarakat sekolah (kepala sekolah, guru, kakak kelas, dsb) menunjukkan perilaku keseharian yang sesuai nilai-nilai luhur yang menjadi budaya sekolah?

Terry Deal (2002) menyatakan bahwa budaya sekolah ialah keadaan yang mencakup norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan tradisi-tradisi yang membentuk peraturan-peraturan yang tidak tertulis mengenai cara berpikir, merasa dan bertindak dalam organisasi. Perilaku masyarakat sekolah bisa memengaruhi cara berpikir dan bersikap siswa baru. Perilaku masyarakat sekolah melenceng dari budaya sekolah, bukti tak paham sejarah sekolah. Jika tak paham, kok bisa ya?

Jika sejarah sekolah saja tak tahu, apa mungkin ada rasa tanggung jawab untuk menjaga nama baik sekolah? Andai ini terjadi, niscaya siswa baru akan mengalami disorientasi. Bingung mana yang harus ditaati, perilaku masyarakat sekolah atau nilai-nilai budaya sekolah?

Sekolah tentu punya profil sukses masyarakatnya yang hidup dan jatuh bangun pegang teguh nilai budaya sekolah. Hadirkan orang tersebut. Dialah saksi bisu bagaimana beratnya perjuangan untuk konsisten menerapkan nilai-nilai kehidupan, baik saat sekolah maupun setelah pergi meninggalkan sekolah. Beri ruang komunikasi kepada siswa baru untuk berinteraksi dengan orang tersebut.

Apa yang bakal terjadi? Siswa baru memiliki orientasi nilai budaya sekolah yang mewujud dalam keseharian dan perjuangan hidup si pelaku nilai. Inspiratif. Siswa baru akan termotivasi untuk berlaku hal yang sama. Nah, orang-orang ini mesti terpilih.

Maka, pilihlah yang setia menjunjung tinggi nilai budaya sekolah. Nah, jika hari ini yang dihadirkan—mohon maaf-- kakak kelas yang tak jelas prestasinya, tak teruji karakternya, doyan bikin onar, kita mau bilang apa? Mengapa budaya tawuran pelajar bisa terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya?

Jangan-jangan pihak sekolah gagal kontrol soal pemilihan siapa yang layak jadi kakak pembimbing di masa orientasi. Kakak pembimbing boleh dari latar belakang yang beragam, yang penting semua yang terpilih sudah terbukti mampu dan  konsisten praktikkan nilai budaya sekolah. Mereka adalah ikon budaya sekolah. MOS, saat terbaik menyemai nilai-nilai luhur yang diyakini dan dipraktikkan sekolah.

Siswa baru pasti sangat butuh pengetahuan bagaimana cara menyiasati perubahan strategi belajar. Dulu tak sama dengan kini. Situasi pembelajaran di sekolah baru menuntut perubahan dari gaya belajar lama. Sekolah bisa mendesain program matrikulasi tentang strategi belajar efektif. Isi kajiannya bisa seputar teknik praktis mencatat dengan mind map, menghafal dengan teknik quantum memory, membaca dengan teknik skimming dan speed reading, pokoknya yang bersifat teknis praktis.

 

Siapa yang jadi narasumber? Pilih siswa yang sudah terbukti merasakan keampuhan dari program matrikulasi tersebut di tahun-tahun sebelumnya. Kakak kelas yang terpilih diberi amanah untuk membagi pengetahuan sekaligus ditunjuk sebagai konsultan bagi sang adik kelas.

Satu tujuannya, kakak kelas harus memastikan adik kelasnya berhasil menerapkan teknik dan strategi belajar yang sudah diajarkan. Bukankah cara ini melatih jiwa kepemimpinan sang kakak kelas? Beri seseorang amanah, niscaya kita akan melihat karakter dia yang sesungguhnya. Dengan cara ini, sekolah sudah merancang program dan melatih jiwa kepemimpinan siswa. Pengalaman yang amat penting nan berharga bagi setiap siswa di masa depan.

Setiap siswa punya potensi jadi pemimpin. Mereka butuh ruang berperistiwa. MOS bisa jadi ruang berperistiwa bagi mereka. Sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, dan sejumlah sifat kepemimpinan lainnya diuji lewat misi mulia untuk mendidik dan membina adik-adik kelasnya agar jadi pemimpin baru. Pemimpin itu melayani bukan maksa ingin dilayani.

Andai kepala sekolah punya cara berpikir visioner dan berorientasi jangka panjang soal MOS, good bye kekerasan dan perpeloncoan. Lantas saat MOS tiba, sekolah dengan bangga selalu berujar, ‘Selamat datang siswa baru, selamat datang calon pemimpin baru masa depan Indonesia’.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement