Sabtu 20 Jul 2013 01:41 WIB
Nilai Tukar Uang

Transaksi Priok Wajib Pakai Rupiah

Pelabuhan Tanjung Priok
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Pelabuhan Tanjung Priok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyepakati sejumlah poin dalam rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (19/7).

Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan, salah satu kesepakatan yang dicapai adalah kewajiban penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi di Pelabuhan Tanjung Priok. “Sekarang dolar AS yang dominan. Kalau diterapkan, itu akan berefek (pada penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS --Red),” ujar Hidayat. Dia menambahkan, kewajiban itu akan ditertibkan melalui sebuah aturan. “Ini, antara lain, keputusan penting yang sedang digodok,” katanya.

Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), Jumat (19/7), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di posisi Rp 10.070. Sejak akhir pekan lalu, rupiah terus melemah dari Rp 9.980 (12/7) ke titik Rp 10.024 (15/7), Rp 10.036 (16/7), Rp 10.040 (17/7), dan Rp 10.059 (18/7).

Ketua Umum Apindo Sofjan Winando mengatakan, kalangan dunia usaha sepakat masalah pelemahan rupiah akhir-akhir ini sifatnya sementara. Oleh karena itu, Sofjan menilai, walaupun nilai tukar menembus level Rp 10 ribu per dolar AS, tidak perlu disikapi secara berlebihan. “Jadi, tidak perlu panik,” ujar Sofjan.

Dia melanjutkan, kalangan pengusaha bisa menerima nilai tukar hingga mencapai Rp 12 ribu per dolar AS untuk memperbaiki perekonomian nasional. Alasannya, pengusaha memiliki pengalaman serupa pada 2008. “Jadi, jangan takut. Kalau takut, nanti seperti tahun 1997-1998, investor 'lari' semua,” ujarnya.

Sofjan menilai, kenaikan kurs rupiah terhadap dolar AS juga untuk membiayai defisit neraca pembayaran. Apindo pun meyakini kondisi perlambatan perekonomian nasional hanya sementara dan rupiah akan menguat kembali pada September atau setelah Idul Fitri 1434 Hijriyah.

Sofjan berharap pada September 2013 investasi bisa masuk kembali karena diperkirakan masyarakat cenderung menyimpan uang di bank. “Suku bunga sudah naik, kurs rupiah dolar AS juga naik, selama ini kan very limited (sangat sementara) terjadi dalam jangka waktu sebulan, dua bulan saja, nanti turun lagi di bawah Rp 10 ribu per dolar AS,” kata Sofjan. Menurut Sofjan, dampak nilai tukar rupiah belum terlalu terasa pada dunia usaha, kecuali pihaknya menjual barang-barang lebih mahal setelah Idul Fitri.

Selain itu, Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, kondisi perekonomian global yang belum menunjukkan perbaikan masih memengaruhi pelemahan nilai rukar rupiah terhadap dolar AS. “Kondisi global membuat kita tidak bisa sepenuhnya lepas atau imun dari persoalan itu,” ujarnya.

Mahendra melanjutkan, pemerintah bergantung sepenuhnya pada kebijakan BI terkait pengelolaan rupiah dan antisipasi terhadap perkembangan yang terjadi di pasar uang. Namun, Mahendra tidak terlalu optimistis rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga akhir tahun masih sesuai dengan asumsi dalam APBN Perubahan 2013 sebesar Rp 9.600 per dolar AS.

“Memang tidak mudah untuk dijaga dengan tren seperti ini. Saya melihat perkembangan global ini akan masih berlangsung dan tidak mudah kalau sampai rata-rata Rp 9.600,” katanya. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta sampai kemarin sore belum bergerak nilainya atau stagnan pada posisi Rp 10.045 per dolar AS.

Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara Ruly Nova mengatakan, langkah BI yang mengeluarkan instrumen Foreign Exchange (FX) Swap menahan pelemahan nilai tukar rupiah lebih dalam terhadap dolar AS. “Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tertahan oleh langkah BI yang memiliki instrumen baru untuk menjaga nilai tukar rupiah,” ujar dia.

Ruly menambahkan, dengan adanya fasilitas itu, dana asing yang keluar dari pasar modal dapat terdeteksi sehingga pergerakan nilai tukar domestik dapat lebih stabil. Selama ini, kata dia, hot money dari pasar modal cenderung sulit dikendalikan. Dengan adanya fasilitas FX Swap BI, hot money diharapkan dapat dikendalikan sehingga berdampak positif bagi rupiah.

Ruly juga berpandangan, harga minyak dunia di atas level 100 dolar AS per barel masih menjadi sentimen negatif bagi neraca perdagangan Indonesia (NPI). Meningkatnya harga minyak akan membuat NPI makin defisit sehingga membuat nilai tukar domestik cenderung melemah terhadap dolar AS. n muhammad iqbal/satya festiani/antara ed: eh ismail

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement