Friday, 17 Syawwal 1445 / 26 April 2024

Friday, 17 Syawwal 1445 / 26 April 2024

Butuh Ketegasan dan Kesiagaan Pemerintah Terkait Corona

Kamis 27 Feb 2020 09:39 WIB

Red: Gita Amanda

 Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Lestari Moerdijat minta pemerintah tetap siaga dan meningkatkan kewaspadaan atas kemungkinan penyebaran virus corona (COVID-19).

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Lestari Moerdijat minta pemerintah tetap siaga dan meningkatkan kewaspadaan atas kemungkinan penyebaran virus corona (COVID-19).

Foto: Republika
Pemerintah dan masyarakat diminta agar tetap meningkatkan kewaspadaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Lestari Moerdijat minta pemerintah tetap siaga dan meningkatkan kewaspadaan atas kemungkinan penyebaran virus corona (COVID-19). Pemerintah dan masyarakat juga diminta agar tetap meningkatkan kewaspadaan dan mengikuti terus informasi perkembangan penyebaran virus ini.

“Kita perlu meningkatkan kewaspadaan, khususnya dalam mendeteksi virus ini. Meskipun dinyatakan belum ditemukan di Indonesia, dan kita mensyukuri ini, namun dengan perkembangan dunia saat ini, kita tetap harus waspada dan masih ada potensi kemunculan virus corona di Indonesia,” kata Rerie, sapaan akrab Lestari, Rabu (26/2).

Baca Juga

Rerie lalu merujuk sebuah laporan yang menyebutkan Covid-19 kini telah

menyebar luas di beberapa bagian Asia, Eropa dan Timur Tengah dalam beberapa hari terakhir. “Terakhir diberitakan Wakil Menteri Kesehatan dan anggota parlemen Iran dinyatakan positif terjangkit virus corona,”  lanjut Rerie.

Pada Rabu (26/2), Yunani juga resmi melaporkan kasus pertama virus corona. Virus corona telah menyebar dengan cepat di berbagai negara. Data Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) pada 25 Februari 2020 menyatakan, secara global ada 908 kasus baru COVID-19. Dengan demikian, yang telah terkonfirmasi virus tersebut 80.239.

Di luar China, ada 390 kasus baru. Sehingga total, ada 2.459 terkonfirmasi di 33 negara di luar China. WHO menggolongkan secara global risiko orang terkena virus ini adalah tinggi.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan pada 10 Februari 2020 melaporkan pada Kantor Staf Presiden, ada 62 spesimen yang diambil dari hidung dan tenggorokan  dari 28 rumah sakit di 16 provinsi. Hasilnya, 59 adalah negatif dan tiga masih dalam pemeriksaan.

Kemudian pada 12 Februari 2020, juga pada Kantor Staf Presiden, Kemenkes melaporkan ada 70 spesimen yang diperiksa, di mana 68 dinyatakan negatif dan dua spesimen masih diperiksa.

Merujuk Laporan Kemenkes tersebut, Legislator Partai NasDem itu menyampaikan bahwa  informasi lanjutan hasil pemeriksaan dua atau tiga spesimen yang ketika dilaporkan pada Kantor Staf Presiden statusnya 'masih dalam pemeriksaan' sangat ditunggu.

“Banyak pertanyaan  perihal data penyebaran virus tersebut di Indonesia. Bahkan banyak yang mempertanyakan, apakah Indonesia luar biasa beruntung atau deteksi yang buruk?” ungkap Rerie.

Dalam sambungan jarak jauh yang dilakukan dengan Rerie yang saat ini berada di Tokyo, disampaikan bahwa media-media di Jepang saat ini ramai memberitakan adanya temuan kasus positif virus corona menimpa warga negara Jepang yang baru saja mengunjungi Indonesia.

Karena itu, Rerie menekankan perlunya pemerintah  segera merespons dan melakukan klarifikasi agar tidak terjadi kepanikan yang tidak diperlukan. “Saat ini, adalah pemandangan yg biasa terjadi bahwa warga dunia cenderung menghidari interaksi dengan warga Asia khususnya China. Bahkan bukan hal yang aneh, orang tidak berani  naik satu lift dengan warga China. Bukan tidak mungkin, dengan kejadian terakhir di Jepang, sikap penolakan serupa bisa menimpa warga Indonesia di masa datang bila tidak segera dilakukan klarifikasi,” ujar Rerie.

Rerie mengakui, selama di Jepang, dirinya mendapat banyak pertanyaan bertubi-tubi mengenai ini. Termasuk banyak yg tidak percaya bahwa Indonesia bebas virus korona. “Mengingat kasus warga Jepang di atas yang disebut mendapatkannya sepulang dari kunjungan ke Indonesia,” ungkapnya.

Pertanyakan sikap pemerintah

Pada bagian lain, Wakil Ketua DPR Rachmad Gobel mempertanyakan keputusan Pemerintah yang berubah-ubah terkait evakuasi WNI dari Kapal Pesiar Diamond Princess yang menjalani karantina di Pelabuhan Yokohama, Jepang, sejak 5 Februari 2020.

“Terdapat 78 kru WNI yang bekerja di Kapal Diamond Princess. Pada tanggal 17 Februari terdapat 2 kru WNI yang terinfeksi COVID-19 dan terus bertambah menjadi 9 kru WNI,” ungkap Legislator Partai Nasdem itu, Rabu (26/2).

 

Pada awalnya, ungkap Rachmad, Indonesia mengambil keputusan untuk mengevakuasi para kru WNI dengan opsi menggunakan pesawat Garuda atau KRI Dr. Soeharso. “Namun kemudian keputusan tersebut berubah.”

Padahal, sambungnya, pada 27 Februari, seluruh negara asal kru terbesar yaitu Filipina (477) dan India (132) telah memulangkan seluruh warga negaranya.

Indonesia sebagai negara asal kru terbesar ketiga belum menyampaikan jadwal evakuasi. “Mengapa keputusan Pemerintah berubah-ubah antara mengevakuasi dan kemudian menggantung jadwal evakuasi? Hal ini membuat masyarakat dan terutama para kru dan keluarganya menjadi bingung mengenai arah kebijakan Pemerintah,” ungkap Rachmad.

 

Racmad menegaskan, butuh kepastian keputusan Pemerintah. “Saya sepakat perlu kehati-hatian dalam mengambil kebijakan karena kita perlu melindungi 264 juta rakyat Indonesia. Namun, apakah itu berarti kita melupakan nasib 78 warga negara Indonesia di Diamond Princess?” lanjut Rachmad.

Dia juga mengingatkan adanya protokol kesehatan dan karantina untuk mencegah terjadinya penularan. “Atau Pak Menkes tidak yakin dengan kemampuan Kemenkes sendiri dalam menjalankan protokol karantina dengan benar?” katanya.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler