REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Rangkaian kegiatan Training of Trainers ( ToT ) dalam rangka Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang diikuti sekitar 100 dosen perguruan tinggi swasta dan negeri se-Jawa Tengah, Sabtu (23/4) memasuki sesi diskusi kelompok.
Dalam diskusi kelompok, peserta di pecah menjadi lima kelompok dan masing-masing kelompok di damping anggota MPR RI mendiskusikan tentang sistem ketatanegaraan dan kebangsaan seperti membahas UUD NRI Tahun 1945 dari awal hingga akhir. Namun yang paling penting setiap kelompok mambahas soal tantangan kebangsaan internal dan eksternal.
“Kami MPR memberikan wacana-wacana dan permasalahan bangsa yang terjadi di masyarakat Indonesia dan kami serahkan kepada peserta untuk didiskusikan dan dicari solusi yang terbaik dan dipresentasikan pada akhir sesi nanti. Ini adalah bentuk serap aspirasi yang kami harapkan output dari peserta,” kata Mohammad Toha, Anggota MPR dari Fraksi PKB.
Satu kelompok membahas serius soal tantangan kebangsaan terutama menyorot soal ketimpangan pembangunan nasional. Debat serius mengemuka ketika pendapat mucul bahwa pemerintah masih timpang dalam pembangunan nasional. Pemerintah masih memanjakan kota dan meminggirkan daerah dalam kuantitas dan kualitas pembangunan seperti infrastruktur jalan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
Namun, ada beberapa peserta diskusi yang berargumen bahwa saat ini pascareformasi, pemerintah telah berubah dan berusaha agar pembangunan nasional menyentuh daerah-daerah terpencil secara merata. Ketimpangan pembangunan diartikan sebagai proses pembangunan. Sebab pembangunan yang merata membutuhkan proses.
Pada diskusi kelompok lainnya membahas soal ruh kenegarawanan dan kebangsaan yang sudah mulai memudar pasca reformasi bergulir. Peserta diskusi mengemukakan saat ini para pejabat dan elit pemerintahan. Para pejabat dianggap sering mempertontokan hal-hal yang tidak pantas seperti saling memfitnah, menghujat, saling baku hantam. Padahal seharusnya mereka adalah garda terdepan dalam implementasi nilai-nilai luhur bangsa.
Pembahasan berlanjut soal era globalisasi. Globalisme dan modernisme adalah sesuatu yang tidak bisa dibendung. Namun, Indonesia memiliki parameter sehingga apa yang masuk harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.