Tuesday, 6 Zulqaidah 1445 / 14 May 2024

Tuesday, 6 Zulqaidah 1445 / 14 May 2024

'Narkoba Lebih Berbahaya Dibanding Terorisme'

Senin 07 Mar 2016 16:17 WIB

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Winda Destiana Putri

Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Foto: Dok: MPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai, narkoba sudah menjadi teror bagi masyarakat. Bahkan, narkoba disebut-sebut lebih berbahaya dibanding terorisme.

Menurut data dari BNN (Badan Narkotika Nasional), setiap harinya 40 sampai 50 orang meninggal akibat narkoba, dengan kerugian negara mencapai Rp 63 triliun.

''Narkoba ini merupakan persoalan besar," kata Hidayat, ketika menerima Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/3).

Menurut Hidayat, bahaya narkoba sudah menjadi teror layaknya terorisme. Narkoba sudah menyasar anak SD bahkan taman kanak-kanak. Untuk itu, MPR beberapa waktu lalu mengadakan pertemuan dengan BNN untuk memberi dukungan dalam memberantas narkoba.

MPR ingin BNN seperti KPK, atau bahkan lebih kuat dari KPK. Sebagaimana memberantas terorisme, negarta punya Densus 88. Oleh karena itu, BNN seharusnya mempunyai detasemen seperti itu untuk memerangi terorisme narkoba.

''Saya sangat setuju dengan pembentukan detasemen anti narkoba. Kalau tidak diperangi, saya tidak bisa membayangkan Indonesia akan seperti apa nanti," kata politisi PKS ini.

Hidayat menambahkan, pusat narkoba masih berada di kawasan Asia Tenggara terutama daerah segitiga emas, yaitu perbatasan antara Thailand, Myanmar, dan Laos. Apalagi, dengan MEA ini, Indonesia sangat terbuka sehingga narkoba bisa saja masuk melalui Malaysia.

Dalam audiensi itu, DPP IMM mengundang Wakil Ketua MPR sebagai pembicara seminar yang akan diselenggarakan pada akhir Maret 2016. Seminar sekaligus tasyakuran Milad Akbar IMM ke-52 mengambil tema 'Menduniakan Gerakan, berkhidmat untuk Umat, Luruskan Kiblat bangsa Demi Indonesia Berkemajuan'.

Dalam pertemuan itu, DPP IMM juga mengutarakan sejumlah persoalan bangsa seperti LGBT, menghadapi pasar bebas Asia Tenggara (MEA), persoalan politik dan hukum.

Dalam persoalan hukum dan politik, misalnya, DPP IMM menilai pemerintah (Menteri Hukum dan HAM) melawan putusan MA dalam kasus partai politik PPP dan Golkar.

"Kami minta MPR untuk mengingatkan presiden taat pada aturan dan hukum. Sesuai tugas dan fungsinya MPR bisa mengingatkan pemerintah (Presiden Jokowi)," kata ketua DPP IMM Abdul Rahman.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler