Rabu 10 Jul 2013 08:58 WIB
Tayangan Ramadhan

Tayangan Lelucon Bersimbol Agama Kena Sanksi

Acara komedi Ramadhan 'Waktunya Kita Sahur' di Trans TV
Acara komedi Ramadhan 'Waktunya Kita Sahur' di Trans TV

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sanksi tegas segera melayang pada stasiun televisi yang menayangkan acara humor memakai simbol agama selama Ramadhan. Tayangan selama Ramadhan sebaiknya berisi materi edukasi dan ilmu agama. Humor dan lelucon berlebihan dalam acara Ramadhan dapat mengganggu kekhidmatan puasa.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan, pihaknya memberi perhatian khusus terhadap tayangan humor berlebihan selama Ramadhan, apalagi jika dikaitkan dengan agama. "Sudah ada imbauan seperti itu dari MUI. Jika ada stasiun televisi yang tidak mengindahkan, akan kita beri teguran keras," ujar Amidhan, Selasa (9/7).

Agama menjadi hal sangat sensitif jika dijadikan sebagai bahan lelucon dan tertawaan. Menurut Amidhan, MUI sudah meminta stasiun televisi menayangkan acara-acara yang religius, mendidik, dan memberikan motivasi kepada penonton untuk beribadah selama Ramadhan. Ini bertujuan agar stasiun televisi menghapus tayangan yang tak sesuai syariat.

Menurut Amidhan, stasiun televisi berkilah tayangan tersebut hanya untuk mendongkrak rating. Sedangkan, tayangan formal seperti kajian dan ceramah kurang memiliki peminat sehingga perlu dikemas agar menarik dan memiliki nilai jual. Menanggapi hal itu, Amidhan mengatakan, acara dakwah, seperti kuliah subuh, masih banyak peminat dan bisa menaikkan rating.

Amidhan juga mengingatkan stasiun televisi menghindari penayangan dai dan mubaligh yang tidak berkompeten mengisi acara-acara keagamaan. Ini untuk menghindari adanya fatwa keliru dari dai itu akibat kurangnya ilmu.

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Azimah Subagijo mengatakan, tidak sepantasnya program tayangan membawa simbol-simbol agama, kemudian menjadikannya bahan lelucon. Jika produser acara yang bersangkutan kreatif, kata dia, masih banyak bahan lawakan lainnya yang tetap sehat disuguhkan kepada masyarakat.

''KPI berharap Ramadhan ini tayangan-tayangan bisa membawa spiritual Ramadhan. Bukan acara-acara yang memperdengarkan kata-kata pornografi," kata Azimah. Jauh sebelum Ramadhan, KPI telah melakukan pemantauan seluruh tayangan televisi di Tanah Air. KPI meminta televisi dan radio menyajikan acara spiritual Ramadhan yang bermutu.

Hasil evaluasi selama ini, KPI masih banyak menyoroti tayangan yang kurang pantas, seperti banyaknya tayangan yang mengangkat materi keagamaan, tetapi tak dipandu oleh ahlinya. Azimah mencontohkan, tiba-tiba saja artis dilabeli ustaz atau ustazah, tapi tak ahli dalam agama. KPI banyak menerima aduan masyarakat terkait hal ini.

Menurut Azimah, banyak poin yang dijadikan penilaian sampai akhirnya KPI menggolongkan program-program televisi selama Ramadhan perlu diberikan pengarahan khusus. Penilaian tersebut, paparnya, mendasarkan pada sisi konten, waktu penayangan, serta pembawa acara program yang berkaitan.

Waktu tayang tak lagi menimbang dari sisi kalangan penikmatnya. Banyak tayangan yang abai mengenai siapa penonton acara mereka. Misalnya, saat sahur banyak anak-anak yang menonton, tapi tayangannya tak layak untuk kalangan seusia mereka. Bila dalam pemantauan KPI masih ditemukan pelanggaran oleh lembaga penyiaran, sanksi penghentian penyiaran akan dijatuhkan.

Pembina Masyarakat TV Sehat, Fahira Idris, menginginkan adanya toleransi yang ditunjukkan lembaga-lembaga penyiaran Indonesia saat Ramadhan. Dia mengatakan, toleransi itu dalam bentuk keseimbangan porsi antara lawakan dan ibadah. "Misalnya, dulu lawakan itu 90 persen, ibadahnya 10 persen, maka saat Ramadhan unsur ibadahnya jadi 60 persen dan lawakan 40 persen saja,'' ujar Fahira.

Menurut Fahira, orang tua bisa berperan dalam menyaring acara televisi. Mereka harus mematikan televisi ketika ada tayangan yang kurang memiliki manfaat. Tujuannya agar penonton anak-anak tak meniru hal-hal yang tak patut dicontoh itu sehingga norma dan nilai luhur budaya bangsa tak tergerus dengan budaya-budaya sampah.

Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla mengimbau stasiun televisi memperbaiki tayangan Ramadhan dan menghindari tayangan lawakan yang cenderung pada kekonyolan. Setiap Ramadhan, kata Kalla, stasiun televisi seperti berlomba menayangkan program lawakan untuk mengisi waktu berbuka dan menjelang sahur.

Kalla juga memberi catatan kepada para dai muda yang memberikan ceramah di televisi agar lebih bisa menyampaikan ceramah-ceramahnya lebih baik. "Saya memahami bahwa stasiun memiliki strategi khusus untuk menarik penonton, tapi saya mohon di bulan Ramadhan ini hal-hal yang tidak pantas agar tidak ditayangkan," kata mantan wakil presiden ini. n alicia saqina/amri amrullah/cr01 ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement