Senin 08 Jul 2013 06:51 WIB
Intelijen AS

Snowden Belum Tetapkan Pilihan

Slide ke-2 presentasi mengenai program PRISM, operasi intelijen mata-mata internet NSA, yang diserahkan Edward Snowden kepada Washington Post dan Guardian
Foto: WASHINGTON POST
Slide ke-2 presentasi mengenai program PRISM, operasi intelijen mata-mata internet NSA, yang diserahkan Edward Snowden kepada Washington Post dan Guardian

REPUBLIKA.CO.ID, LA PAZ - Seperti halnya dua negara tetangganya, Venezuela dan Ekuador, Bolivia pun menawarkan suaka politik kepada buronan nomor satu AS saat ini, Edward Snowden. Presiden Bolivia Evo Morales, Sabtu (6/7), mengatakan, Snowden akan sangat diterima dengan baik di negerinya.

Tawaran ini, kata Morales, juga sebagai protes terhadap Amerika Serikat (AS) yang ia yakini telah menekan negara-negara Uni Eropa (UE) untuk melarang pesawat kepresidenan Bolivia melintasi wilayah udara mereka. Akibat insiden itu, pesawat yang ditumpangi Morales itu nyaris kehabisan bahan bakar sehingga harus mendarat darurat di Austria.

Saat itu, pesawat tersebut sedang dalam perjalanan dari Moskow menuju La Paz, Bolivia, dan dicurigai ada Snowden di dalamnya. Dalam hal ini, Morales diduga hendak memboyong Snowden dari Rusia ke Bolivia. Insiden yang menimpa Morales memicu kecaman dari rakyat Bolivia dan sejumlah negara Amerika Latin.

Morales mengatakan, ia membuka ruang sebesar-besarnya bagi Snowden, mantan analis CIA yang membocorkan program penyadapan komunikasi telepon dan internet yang dilakukan Badan Keamanan Nasional AS (NSA). Meski demikian, Morales tak menyebutkan apakah Snowden sudah mengirimkan permohonan suaka kepada Bolovia atau belum.

Selain itu, Pemerintah Venezuela yang juga sudah menawari suaka sedang menunggu respons dari Snowden yang hingga saat ini dikabarkan masih terdampar di ruang transit internasional Bandara Moskow. Sejauh ini, kedua pihak belum saling kontak.

“Kami juga akan berkomunikasi dengan Pemerintah Federasi Rusia, tempat ia kini berada,” kata Menteri Luar Negeri Venezuela Elias Jaua, Sabtu. Ia juga mengatakan, Venezuela akan menunggu respons dari Snowden hingga Senin (8/7).

Sejauh ini, pria berusia 30 tahun yang masih tertahan di Moskow itu belum juga menetapkan pilihan. Sejumlah kalangan menyatakan, sebenarnya sangat sulit bagi Snowden untuk pergi meninggalkan bandara di Rusia. Hal ini terutama karena tekanan AS. Selain itu, paspor Snowden juga sudah dicabut.

Meski Venezuela, Nikaragua, dan Bolivia telah memberikan tawaran suaka, belum ada negara yang mengeluarkan dokumen perjalanan bagi Snowden. Padahal, dokumen itu amat penting bagi Snowden agar bisa keluar dari Rusia.

Rusia sendiri tampaknya tak bersedia membantu Snowden untuk meninggalkan bandara. Juru Bicara Kremlin Alexei Pavlov mengatakan, masalah dokumen perjalanan Snowden bukan urusan Rusia. Presiden Vladimir Putin bahkan mengatakan, Rusia akan memberikan suaka jika Snowden berhenti membocorkan rahasia AS.

Sikap Putin ini menunjukkan adanya kekhawatiran besar di benaknya. Seperti dikutip Daily Mail, Putin menyatakan tak ada perjanjian ekstradisi antara AS dan Rusia. Artinya, ia tak akan membiarkan Snowden diambil paksa apalagi kembali ke AS.

Putin juga sempat mengatakan bahwa Snowden tak terlibat dengan intelijen Rusia. Hal ini untuk menepis anggapan bahwa Rusia sedari awal bekerja sama dengan Snowden atau malah memanfaatkan informasi Snowden.

Presiden Barack Obama sendiri terlihat santai menanggapi hal ini dengan mengatakan tak akan menerbangkan jet untuk menangkap Snowden. Ini berbeda dengan pejabat AS yang dengan keras menginginkan ia kembali untuk diadili.

Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney juga dengan keras mengatakan bahwa Cina telah merusak hubungan bilateral dengan Washington. Sebab, Cina tak segera mengembalikan Snowden ketika berada di Hong Kong. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement