Selasa 25 Jun 2013 08:38 WIB
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat

Warga Kesulitan Cairkan BLSM

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Masyarakat masih terbebani dengan syarat-syarat administrasi dalam pencairan dana bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS) harus memiliki beberapa berkas lain untuk mencairkan BLSM di kantor pos. Para calon penerima BLSM terpaksa kembali dari kantor untuk membawa syarat lainnya.

Sardiyah (80 tahun), warga RT 48, Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta, terpaksa harus kembali dari Kantor Pos Besar Yogyakarta, Senin (24/6). Nama Sardiyah yang tertera di KPS dan kartu tanda penduduk (KTP) berbeda. Dia yang dibantu cucunya harus rela pulang tanpa membawa dana BLSM.

"Di KTP, nama nenek saya Sardiyah, di KPS ditulis Sarjiyah, tetapi alamatnya sama," ujar Lina, cucu Sardiyah, saat ditemui di Kantor Pos Besar Yogyakarta, Senin (24/6). Sardiyah yang harus berjalan dengan tongkat ini terpaksa mengurus surat keterangan ke RT dan RW serta kelurahan setempat.

Juminah, warga RT46/RW14, Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta, juga kebingungan tidak bisa mencairkan dana BLSM. Alasannya, KPS yang dia pegang atas nama suaminya, Paeran (64). Namun, suaminya tersebut bekerja di Jambi sejak dua tahun terakhir dan jarang pulang.

Juminah sudah meminta surat keterangan RT dan RW serta lurah terkait keberadaan suaminya itu, termasuk juga fotokopi KTP suaminya. Namun, ibu enam anak ini tetap tidak bisa mencairkan dana BLSM. "Harus ada surat kuasa dari pemegang KPS.  Padahal, suami saya kan pulangnya setahun sekali, terus bagaimana ini," tutur Juminah bingung.

Hal yang sama juga dialami Sudaryadi (43), warga RT 30 RW 8, Kelurahan Kadipaten Wetan, Kecamatan Kraton, Yogyakarta. Dia hendak mencairkan dana BLSM milik ibunya yang tengah sakit keras, Subirah (75). Namun, niat baik Sudaryadi ini kandas meski ia memegang KPS dan surat keterangan sakit milik ibunya.

Petugas kantor pos tak bisa memberikan dana BLSM karena tak memiliki surat kuasa dari ibunya itu. Surat kuasa tersebut, kata dia, harus ditandatangani langsung oleh pemegang KPS yang bersangkutan dan bermaterai Rp 6.000. Lurah Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Yogyakarta, Heri Eko Prasetyo, mengatakan, sesuai rapat koordinasi dengan pihak kantor pos, jika ada ketidakcocokan antara nama di KPS dan KTP, termasuk juga alamat, pencairan harus menyertakan surat keterangan RT, RW, dan Lurah setempat. "Itu sudah menjadi keputusan, begitu pula dengan surat kuasa," ujarnya.

Menurut dia, pencairan dana BLSM tidak harus tepat jadwal. Jika berhalangan seperti yang bersangkutan pemilik KPS di luar Jawa, pencairan bisa dilakukan lain waktu. Pencairan dana ini tidak kedaluwarsa sehingga bisa pada hari lain, tidak harus sesuai jadwal.

Manajer Supervisi dan Pelayanan Kantor Pos Besar Yogyakarta, MP Simatupang, mengatakan, surat keterangan harus disertakan jika ada perbedaan nama antara KPS dan KTP. "Intinya ada surat keterangan dari RT/RW dan lurah setempat, baru dicairkan," katanya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik ikut mengawal pembayaran BLSM kepada ratusan rumah tangga sasaran di Kantor Pos Sesetan, Denpasar Selatan, Bali, Senin (24/6). Di Kelurahan Sesetan terdapat 153 rumah tangga sasaran yang menerima BLSM sebesar Rp 300 ribu selama dua bulan.

Menurut Jero, pembagian BLSM kali ini jauh lebih tertib dibandingkan pembagian serupa sebelumnya. Ini karena penerima BLSM sudah memegang kartu sehingga warga merasa lebih pasti dan tidak khawatir. "Kalau tidak bisa mengambil ke kantor pos hari ini, bisa datang besok," ujar Jero.

Data kedaluwarsa

Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) menganjurkan pimpinan tingkat desa mengambil sikap atas penerima BLSM yang dinilai tidak layak mendapatkan kompensasi. Asisten III Bidang Kesejahteraan Masyrakat Edy Purwinarto mengatakan, data penerima beras miskin (raskin) yang dipakai Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan BLSM sudah dianggap kedaluwarsa.

Edy beralasan, data tersebut diambil per tiga tahun sekali dan untuk penerima BLSM tahun ini pun berdasarkan survei 2011. Dia mengatakan, tentunya dalam dua tahun, ada perubahan signifikan terhadap beberapa orang, termaksud melakukan mobilitas. "Karena itu, kami terus mendorong BPS melakukan pembaruan metode pendataan," katanya.

Di Jatim, kata Edy, ada tiga kategori penerima dana bantuan tersebut, di antaranya warga miskin, rentan miskin, dan sangat miskin. Saat ini, terdapat 2.857.369 rumah tangga sasaran yang direncanakan mendapat jatah BLSM. Bantuan tersebut dibagi menjadi dua periode, yakni setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan usai Lebaran masing-masing Rp 150 ribu. n yulianingsih/ahmad baraas/c74 ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement