Jumat 14 Jun 2013 11:13 WIB

Supaya Anak Lebih Kreatif, Bagaimana Caranya?

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Endah Hapsari
Anak belajar/ilustrasi
Foto: lpgchildcare.com
Anak belajar/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Psikolog Oneng Nawaningrum SPsi mengakui karena tuntutan zaman banyak orang tua yang mengikutkan anaknya ke berbagai kegiatan seperti menyanyi, menggambar, dan sempoa. Mereka berharap hal itu dapat mengoptimalkan kreativitas anak. 

Orang tua sering tak menyadari, anak terkadang tak berminat pada kursus yang diikuti berdasarkan kemauan orang tua. Bila orang tua memaksakan keinginannya, justru bisa berakibat buruk. ''Kalau anak tidak suka, ia akan menjadi kreatif yang negatif, misalnya dia mencari alasan supaya tidak ikut les,''ungkap psikolog di Happy Land Medical Centre Yogyakarta ini. 

Mengoptimalkan kreativitas anak memang sebaiknya dimulai sejak kecil. Yakni, ketika anak sudah mulai bisa berinteraksi, bisa mulai sejak berjalan. Tetapi dalam mengoptimalkan kreativitas itu harus sesuai dengan usianya. Bila anak masih dalam usia bermain hendaknya dibiarkan bermain. Orang tua, menurut Oneng, hendaknya membiarkan kreativitas anak dimulai dari menyesuaikan diri dengan lingkungannya. ''Misalnya, bila anak laki-laki main mobil lalu dia bongkar, tetapi tidak bisa pasang, biarkan saja, dia masih melihat sisi, kalau mobil ini dibongkar bannya ternyata begini, ada porosnya,'' kata psikolog tamatan Universitas Gadjah Mada ini. 

Keleluasaan itu yang menyebabkan si anak sudah tahu dan menjadi lebih kreatif. ''Kalau dia masih punya keinginan untuk menggambar, kemudian mau menyanyi, jangan langsung memutuskan bahwa anak itu bakatnya menggambar,'' tambah Oneng. 

Kreativitas anak, menurut Oneng, tidak boleh diarahkan secara khusus. Sebab, anak masih punya keinginan untuk berubah-ubah. Misalnya, sekarang menggambar, besok menyanyi, kemudian membangun bagaikan seorang teknisi. Karena itu, ia menyarankan agar orang tua membiarkan sang anak berkembang. ''Bila anak-anak kecil yang sudah diarahkan untuk menyanyi atau menggambar, kemungkinan dia untuk mengembangkan kreativitas yang lain menjadi lebih sempit, karena tidak ada rangsangan selain yang dilihat,'' kata Oneng.

Ia mengingatkan, terkadang orang tua memandang satu masalah bisa diselesaikan dengan suatu cara. Padahal masalah yang sama bisa dilihat dari berbagai arah. Yang perlu diingat dan disadari orang tua adalah bahwa masing-masing anak mempunyai kreativitas yang berbeda. ''Apabila anak mempunyai keinginan, ada baiknya dicoba dulu dengan batasan kalau memang orang tua melihat bahwa itu cocok untuk diri anak,'' katanya.

Di samping itu, orang tua harus peka terhadap tuntutan dan prioritas sebenarnya yang disesuaikan dengan kemampuan anak. Bila masa anak sudah bisa menjadi kreatif, maka kreativitas itu akan berkembang seterusnya hingga dewasa. Namun, yang kadang-kadang dilakukan orang tua adalah mengidentifikasikan kreativitas itu terlalu dini. Menurut Oneng, langkah itu yang sebenarnya belum terlalu perlu, kecuali bakat yang tampak sudah terlalu menonjol, seperti penyanyi cilik Sherina. 

Kreativitas itu akan berkembang jika anak suka dan tanpa paksaan. Orang tua, menurut Oneng, seharusnya merangsang kemampuan anak untuk menganalisa sesuatu atau menyelesaikan masalah sesuai usia atau pengetahuannya. Selanjutnya, orang tua masih harus mengawasi. 

Ada dua sisi kreativitas. Yakni, yang buruk (negatif) dan baik (positif). ''Bagaimana anak bereaksi terhadap sesuatu atau bagaimana dia memecahkan suatu masalah itu termasuk kreativitas anak,''tuturnya. Masalahnya, banyak kreativitas negatif yang belakangan ini berkembang. Misalnya, anak berupaya mendapatkan nilai baik tanpa perlu belajar. Dalam mengoptimalkan kreativitas anak yang perlu kita awasi adalah pada masa pembangkangan. Dalam istilah Jawa periode ini disebut masa kemratu-ratu, biasanya pada usia 3-4 tahun. Cirinya antara lain, si anak berkuasa di rumah, menuntut orang tua mengikuti keinginannya.

Bila anak dalam masa pembangkangan kadang kita menjadi repot untuk menentukan antara bakat atau hanya suatu pola perilaku yang khusus. Apabila itu tidak diperhatikan dan menjadi kuat pada masa pembangkangan maka akan berpengaruh pada saat anak mulai sekolah. Saat ia memasuki masa remaja akan menjadi anak yang tidak mau diatur, menjadi masalah di sekolah. 

Menurut Oneng, mengembangkan kreativitas anak sebenarnya mudah dilakukan di rumah. Misalnya, karena orang tua sibuk bekerja. Di hari liburnya, orang tua bisa mengajak anak jalan-jalan, bercerita, atau melihat film kartun di televisi. ''Kita ajak anak untuk berdiskusi, mengenali apa yang terjadi di kartun tersebut,'' katanya mencontohkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement