Selasa 21 May 2013 09:13 WIB

Anak Sulit Diatur, Jangan Kesal Dulu karena...

Rep: Burhanuddin Bella/ Red: Endah Hapsari
Anak belajar/ilustrasi
Foto: lpgchildcare.com
Anak belajar/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Orangtua kerap kesal bila sang guru menyebutkan anaknya sulit diatur. Alih-alih menasihati si anak, orangtua sering langsung memarahi sang anak. Padahal menurut Dr Pamela C Phelps, pemilik sekaligus direktur dari Creative Pre-school, suatu lembaga pendidikan anak usia dini di Florida, AS, ini ada yang keliru dalam pelaksanaan pendidikan usia dini selama ini. Jika anak duduk manis saat belajar kerap dianggap sesuatu yang positif, jauh lebih bagus dari pada anak belajar sambil berdiri atau berjalan. Padahal, itu tidak lebih baik. ''Makin kaku kita hadapi anak makin sulit mendapatkan hasil,'' ujar dia. 

Di sekolah-sekolah di banyak negara di dunia, kata Pamela, guru menyuruh anak duduk dan diam saat memberikan pelajaran. Cara ini, disebutnya, tidak terlalu tepat. Guru hendaknya bisa memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bergerak atau berjalan. Namun, ini bukan berarti guru harus memberikan kebebasan kepada anak didiknya untuk berjalan ke sana kemari saat memberikan pelajaran? Menurut dia, bergabungnya otak kiri dan otak kanan lebih cepat terjadi bagi anak yang suka bergerak. Gerakan hanyalah sesuatu yang menggabungkan semua bagian otak dan mengintegrasikan belahan otak kanan dan otak kiri anak.

Karena alasan itu, banyak anak usia dini dan anak yang lebih besar harus bergerak untuk bisa belajar. Mereka bisa memperhatikan dan belajar jika bebas untuk bergerak. ''Duduk diam merupakan tekanan dan menghambat kemampuan mereka untuk menyerap seluruh informasi baru,'' tuturnya. Pamela mengisahkan pengalamannya ketika berkunjung ke kampung-kampung. Dia menyaksikan saat, para orang tua berkumpul dan asyik ngobrol, anak yang datang nimbrung dianggap mengganggu, sehingga harus disingkirkan, dipindahkan ke tempat yang lain. Cara ini, kata dia, membuat otak anak tidak berkembang. Adakah hubungan keberhasilan di sekolah dengan kemampuan anak menyerap kosa kata? Dia lalu menyebut hasil penelitian terhadap perkembangan anak dari keluarga berpendidikan tinggi, menengah, dan berpendidikan rendah.

Penelitian dilakukan selama 2 tahun kepada 42 anak usia 1 - 3 tahun yang diobservasi setiap bulan di rumahnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kosa kata anak memiliki hubungan positif dengan keberhasilan sekolah. Penelitian ini menemukan, dalam interaksi antara orang tua dan anak setiap hari, anak dari keluarga berpendidikan tinggi mendengar 2.150 kata per jam. 

Anak dari keluarga berpendidikan menengah mendengar 1.250 kata per jam, dan anak dari keluarga berpendidikan rendah mendengar hanya 620 kata per jam. Ini berarti, dalam tiga tahun pertama kehidupan anak di keluarga berpendidikan tinggi akan mendengar lebih dari 30 juta kata. Anak dari keluarga berpendidikan rendah 20 juta kata, dan anak dari keluarga berpendidikan rendah 10 juta kata. 

Umpan balik positif diterima anak dari keluarga berpendidikan tinggi rata-rata 30 kali per jam, dua kali lebih banyak dari pada keluarga berpendidikan menengah, dan lima kali lebih banyak dari pada keluarga berpendidikan rendah. Pada keluarga berpendidikan rendah, anak lebih banyak mendengar larangan seperti 'jangan', 'diam', atau 'tidak'. Antara usia 5 - 6 tahun anak mulai tetap pada pendirian, sering mempertimbangkan dua sifat sekaligus.

Pada usia ini anak siap belajar tentang angka dan huruf, khususnya jika pembelajaran berlangsung di lingkungan yang secara emosional positif dan dirancang untuk dapat menghubungkan antara pengetahuan murni dengan pengalaman hidup. ''Anak yang dipaksa membaca sebelum waktunya bisa menghindari membaca saat dewasa,'' ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement