Rabu 01 May 2013 02:27 WIB
Penjara Guantanamo

Tahanan Guantanamo Dipaksa Makan

Tahanan di Guantanamo (Ilustrasi)
Foto: AP PHOTO
Tahanan di Guantanamo (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GUANTANAMO -- Aksi mogok makan tahanan di Penjara Guantanamo milik Amerika Serikat di Teluk Kuba terus berlangsung. Hingga kini tercatat 100 dari 166 tahanan ikut dalam aksi tersebut. Mogok makan yang sudah memasuki pekan ke-12 ini membuat Washington panik. Mereka pun terpaksa mengirimkan staf medis tambahan untuk menangani jumlah pemogok makan yang semakin bertambah.

Juru Bicara Guantanamo, Letnan Kolonel Samuel House, mengatakan sebanyak 40 anggota medis, termasuk perawat dan dokter spesialis telah tiba pekan lalu. “Kehadiran mereka telah direncanakan beberapa pekan lalu menyusul semakin bertambahnya jumlah tahanan yang mogok makan,” ujarnya, Senin (29/4).

House membenarkan lima di antara para tahanan yang mogok makan terpaksa dibawa ke rumah sakit karena kondisinya memprihatinkan, meski belum sampai mengancam jiwa. Sedangkan, 21 tahanan lainnya terpaksa  diasup makanannya melalui selang infus yang dihubungkan lewat hidung. Ini terpaksa dilakukan karena para tahanan telah banyak kehilangan berat badan mereka.

Namun, Asosiasi Medis AS mempertanyakan tentang ini. Mereka khawatir dokter telah diminta untuk melanggar etika profesinya dengan memberikan asupan makanan secara paksa. Asosiasi telah mengirimkan surat ke Menteri Pertahanan Chuck Hagel dan meminta agar tindakan itu dihentikan.

Aksi mogok makan berawal dari Februari lalu yang dipicu oleh ketidaksenangan narapidana terhadap razia ruang sel. Pemeriksaan oleh penjaga dilakukan hingga barang-barang privasi mereka seperti foto-foto, surat, dan Alquran.  Para tahanan juga kesal dengan ketidakjelasan batas waktu penahanan mereka.  

Penjara Guantanamo, atau biasa ditulis Gitmo, adalah sarana penahanan milik Paman Sam di luar teritorial AS. Letaknya persis di bibir Teluk Kuba bagian tenggara. Guantanamo semakin terkenal pascaruntuhnya World Trade Center 2001 silam. Washington menjebloskan semua orang yang dicurigai memiliki afiliasi dengan jaringan terorisme internasional ke kamp tersebut.

Gitmo disinyalir telah disulap menjadi ''kamp penyiksaan'' bagi terduga teroris. Banyak organisasi internasional mencurigai terjadinya pelanggaran berat terhadap tahanan Muslim di Gitmo.

Presiden Kuba dari era Fidel Castro sampai Raul Castro bahkan menganggap Gitmo adalah neraka. Havana mendesak pihak internasional menutup paksa penjara tersebut.

Presiden AS Barack Obama sendiri pernah mengatakan Gitmo adalah tempat yang diskriminatif. Presiden Afro-Amerika pertama di AS ini berjanji akan menutup tempat itu. Namun, janji presiden belum terbukti.

 ''Saya tidak bisa memberikan nama-nama. Tapi, orang hendak mati di sini,'' kata seorang tahanan, Shaker Aamer, kepada pengacaranya, seperti dilansir the Guardian, Selasa (30/4).

Aamer adalah warga Muslim Inggris yang dipenjara tanpa pernah sekali pun diundang ke pengadilan. Aamer mendekam di Guantanamo sejak 11 tahun lalu. Aksi para tahanan sebenarnya mulai terasa sejak 6 Februari lalu.   Protes itu merupakan akumulasi kemarahan yang diredam tanpa perlu melakukan perlawanan.

Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan, presiden sudah menerima laporan tentang kasus ini. Obama, kata dia, tentu masih ingat dengan janjinya untuk segera menutup Gitmo. ''Kendala besarnya berada di Capitoll Hill (Kongres AS),'' kata Carney, seperti dilansir ABC News, Selasa (30/4). n bambang noroyono/reuters ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement