Jumat 12 Apr 2013 09:10 WIB
Politik Palestina

Perdana Menteri Palestina Mundur

Salam Fayyad
Foto: AP/Nasser Shiyoukhi
Salam Fayyad

REPUBLIKA.CO.ID,  RAMALLAH - Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden Mahmud Abbas, Rabu (10/4). Akhir tahun lalu, ia pernah menyatakan keinginannya untuk mundur. Sejumlah pejabat pemerintah mengungkapkan perbedaan soal kebijakan nasional dengan Abbas menjadi penyebab utamanya.

Belum diketahui apakah permintaan Fayyad akan diluluskan atau sebaliknya, ditolak. Abbas baru akan tiba di Tepi Barat, Kamis (11/4) waktu setempat sepulang dari Yordania. Juru bicara kantor perdana menteri menolak berkomentar mengenai laporan itu. Sebelumnya, beredar pula kabar bahwa Presiden Palestina memang ingin perdana menterinya turun karena sengketa politik internal.

Bulan lalu, hubungan dua sosok pemimpin ini memburuk. Waktu itu, Fayyad menerima pengunduran diri menteri keuangannya karena menentang kehendak presiden. Mengomentari kabar perpecahan itu, seorang diplomat senior di Yerusalem mengatakan, negara-negara Barat yang menjadi donor akan kaget jika Fayyad benar-benar meninggalkan posnya.

“Kepergian dia bakal menimbulkan dampak serius terkait hubungan Palestina dengan komunitas internasional. Sulit membantah betapa pentingnya keberadaan Fayyad,” kata diplomat tersebut. Ia mengatakan, pembangunan institusi yang dilakukan Fayyad merupakan langkah terbaik pemerintah. Itu baru terjadi di Palestina pada beberapa tahun terakhir ini. Di sisi lain, Fayyad meraih kepercayaan Israel.

Eratnya hubungan Fayyad dengan Barat mengkhawatirkan sejumlah pejabat Fatah. Mereka menudingnya sedang berupaya membangun kekuatan politik. Meski faktanya, dia tak mendulang dukungan politik signifikan dari warga Palestina. Hamas juga kerap menuding Fayyad membantu Israel memblokade wilayah pantai Gaza. Mereka tak pernah mengakuinya sebagai perdana menteri.

Selama ini, negara-negara Barat mendukung Fayyad sejak menjabat pada 2007. Mereka melihat ekonom jebolan AS ini sebagai arsitek pembangunan Palestina. Saat berkunjung ke Tepi Barat bulan lalu, Presiden AS Barack Obama secara eksplisit menyatakan, baik Abbas maupun Fayyad merupakan mitra sejati dalam proses perdamaian.

Semula, jalan mulus memang dilalui Fayyad dalam menjalankan tugasnya. Terutama mengatasi persoalan ekonomi Palestina. Tahun lalu, ia kemudian terjerembab masalah. Ketika itu, Israel menahan dana pajak hak Palestina dan Amerika Serikat (AS) menghentikan menahan dana bantuan. Ini hukuman dua negara bersekutu dekat itu karena Palestina berupaya menggalang pengakuan de facto di PBB.

Menurut mereka tindakan di PBB, melanggar kesepakatan sebelumnya agar segala persoalan mesti dibawa ke meja perundingan. Mandeknya aliran dana berimbas pada tak terbayarnya gaji pegawai pemerintah yang memicu unjuk rasa. Fatah, partai pendukung Abbas, menuding Fayyad gagal mengatasi kemelut ini.

Pekan lalu mereka melontarkan pernyataan pedas, “Kebijakan-kebijakan pemerintahan sekarang dalam isu keungana dan ekonomi mengada-ada dan membingungkan.” n c62/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement