Selasa 04 Dec 2012 04:14 WIB

Atasi Menopause, Relaksasi Bisa Atasi Gejala Hot Flash

Salah satu gejala pada perempuan yang sudah menopause adalah hot flashes atau berkeringat pada malam hari.
Foto: afp
Salah satu gejala pada perempuan yang sudah menopause adalah hot flashes atau berkeringat pada malam hari.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Berbagai studi mengenai dampak teknik relaksasi pada gejala menopause sejauh ini telah membuahkan banyak hasil. Tapi satu studi dari Swedia mendukung pendekatan itu sebagai pilihan bagi terapi hormon.

Perempuan yang tak memperoleh perawatan dengan teknik relaksasi hanya mendapatkan perubahan kecil dalam gejala yang mereka alami. Terapi penggantian hormon diduga hanya membantu menstabilkan naik-turunnya hormon selama bertahun-tahun sebelum dan setelah menopause.

Menurut laporan Reuters, tidak semua perempuan dapat menerima hormon akibat kondisi kesehatan lain atau faktor resiko. Banyak perempuan tak mau menjalani terapi hormon, karena resiko yang mungkin muncul dari hormon itu sendiri. "Terapi relaksasi dapat digunakan untuk merawat gejala vasomotor (seperti 'hot flashes') pada perempuan pasca-menopause," tulis pemimpin peneliti tersebut, Lotta Lindh-Astrand dari Linkoping University.

Lindh-Astrand dan rekannya berusaha memeriksa dampak "hot flashes" menopause dan kualitas hidup dari metode yang disebut relaksasi terapan yang dikembangkan di Swedia pada 1980-an. Terapi ini diberikan berdasarkan atas terapi prilaku kognitif.

Para peneliti itu merekrut 60 perempuan Swedia yang sehat dan secara acak menugasi sedikit lebih separuh untuk melakukan relaksasi terapan dan sisanya menjadi kelompok pembanding yang tidak menerima perawatan.

Semua perempuan tersebut, kebanyakan berusia 50-an tahun, telah berhenti menstruasi setahun atau lebih, tapi masih mengalami "hot flashes" atau berkeringat pada malam hari. Sebanyak 33 perempuan di kelompok terapi belajar memusatkan perhatian pada pernafasan dan mengendurkan otot tegang sebelum dan selama "hot flashes".

Selama pekan pertama, perempuan itu meneliti dan mencatat apa yang mereka rasakan sebelum dan selama "hot flashes" atau gejala lain menopause. Selanjutnya, mereka didorong untuk menghabiskan waktu 15 menit selama dua kali sehari untuk meregangkan dan mengendurkan otot dari kepala sampai kaki.

Secara bertahap, mereka mempelajari cara menurunkan waktu yang diperlukan untuk rileks dengan memusatkan perhatian pada pernafasan terkendali dan bukan meregangkan otot.

Sampai akhir studi itu, semua perempuan tersebut diinstruksikan agar mempraktikkan relaksasi selama 20 kali per hari dalam babak 30 detik. Pelatihan "pekerjaan rumah" terakhir mengharuskan semua perempuan tersebut menggunakan ketrampilan pernafasan dan relaksasi untuk dengan cepat rileks selama kondisi "hot flashes".

Pada awal studi itu, semua peserta mengalami rata-rata 10 "hot flashes" per hari. Setelah tiga bulan, para peneliti melaporkan kelompok relaksasi terapan memiliki rata-rata empat "hot flashes" per hari sementara kelompok pembanding rata-rata delapan kali.

 

Mereka dalam kelompok relaksasi juga mendapati perbaikan dalam tidur dan rasa sakit serta nyeri. "Hasilnya memberitahu kita bahwa 'ya', ini tampaknya berhasil," kata Kim Innes dari West Virginia University, yang telah mempelajari terapi pikiran-tubuh bagi sistem menopause. Namun, dia tak terlibat dalam studi tersebut.

"Ini adalah percobaan berukuran sedang yang memberi hasil yang menjanjikan, meskipun tidak pasti, berkaitan dengan kemanjuran relaksasi terapan," katanya.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement