Selasa 30 Oct 2012 18:35 WIB

PPI Wilayah Hadramaut Gelar Diskusi Toleransi Beragama

Potret toleransi beragama di Indonesia
Foto: Edwin/Republika
Potret toleransi beragama di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID,TARIM -- Departemen Pendidikan dan Dakwah DPW Hadramaut Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Yaman menggelar program diskusi Fikroh. Program ini merupakan salah satu dari sekian program kerja kepengurusan DPW periode 2012-2013.

Program diskusi yang menjadi program tahunan ini mencoba menghidupkan kembali semangat intelektual serta menggali potensi-potensi yang dimiliki pelajar Indonesia di Yaman agar lebih peka dalam menyikapi permasalahan yang terjadi.

 

Zainal Fanani, Ketua Departemen Pendidikan dan Dakwah DPW Hadramaut PPI Yaman periode 2012-2013 serta Abdul Basith, koordinator diskusi Fikroh mengaplikasikan gebrakan-gebrakan barunya dalam menghidupkan semangat diskusan dalam mengikuti diskusi.

Jika tahun-tahun sebelumnya acara diskusi dipusatkan di kantor DPW Hadramaut PPI Yaman, kali ini PPI mencoba mencari nuansa baru dengan mengadakan diskusi di setiap institusi yang ada di wilayah Hadramaut khususnya wilayah Tarim. Di antaranya Universitas Al-Ahgaff, Perguruan Darul Musthofa, Pesantren Ribath Tarim dan Perguruan Darul Ghuroba’. “Dengan begini diharapkan minat diskusan dalam menghadiri diskusi semakin besar,” ujar Zainal Fanani.

Acara diskusi perdana digelar Rabu malam (24/10) di auditorium Universitas Al-Ahgaff Yaman. Dalam sambutannya, Pandi Yusron selaku ketua DPW Hadramaut PPI Yaman sangat mengapresiasi adanya terobosan-terobosan baru dalam mengembangkan minat intelektual para pelajar. “Semoga forum diskusi Fikroh DPW Hadramaut PPI Yaman ini mampu berkontribusi dalam dunia pendidikan,” ujar Pandi Yusron.

Forum diskusi Fikroh perdana dihadiri sekitar 80 peserta diskusi. M Fuad Mas’ud mahasiswa asal Kuningan mengangkat tema “Non-Muslim dan Kebebasan Beragama dalam Kacamata Islam”. Dalam presentasinya, M. Fuad Mas’ud menjelaskan benih-benih toleransi itu sebenarnya sudah ada semenjak diutusnya Rasulullah SAW.

Ia juga mengutip statemen dari pakar sejarah Barat, Gustav Labon yang mengatakan: “Apa yang saya teliti dari ayat-ayat Alquran menunjukan, sesunggunya konsep toleransi yang diusung Muhammad terhadap orang Nasrani dan Yahudi sangatlah luar biasa. Dan secara spesifik, tidak ada agama lain yang melakukan hal tersebut.”

Acara diskusi semakin seru manakala pembanding M Mahrus Ali (ketua organisasi perkumpulan pelajar Madura) mengkritisi isi makalah yang disampaikan pemateri. Dalam penyampaiannya, M. Mahrus Ali mengajak para audiens untuk mengubah stigma yang tengah berkembang saat ini. Banyak para pemikir dan intelektual saat ini menyerukan untuk “berislam secara toleran”. Mahrus Ali menjelaskan penggunaan kata ini kurang tepat. Karena dengan begitu berarti yang menjadi hakim adalah toleransi.

Akibatnya, atas nama toleransi segala sesuatu yang dinilai berlawanan akan ditolak. Contohnya sudah banyak. Seperti larangan mendirikan gereja di tengah masyarakat Muslim, konsep jihad, hukuman mati bagi orang murtad. Mahrus Ali menyatakan bahasa yang tepat digunakan adalah “bertoleransi secara islami”. Dengan begitu konsep toleransi tidak berbenturan dengan ajaran agama Islam.

 

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

Penulis: Muhammad Fadhlillah (Mahasiswa jurusan syariah dan hukum Universitas Al-Ahgaff, Hadhramaut-Yaman)

sumber : PPI
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement