Senin 22 Oct 2012 21:00 WIB

Catatan Tinggal di Eropa (XII) Transit

Malaysia during Independence Day's celebration in Kuala Lumpur on Friday.
Foto: Republika/Syahruddin el-Fikri
Malaysia during Independence Day's celebration in Kuala Lumpur on Friday.

REPUBLIKA.CO.ID,Sampai di Malaysia, ternyata bandara Air Asia berbeda dengan bandara Malaysia Airlines.  Untuk itu mau tidak mau kami harus mencari bus untuk menuju bandara satunya.  Ini bagaimana pemerintah Malaysia, bandara kok punya dan dibagi dua di satu kota. 

Lha kalau waktu transitnya pendek bagaimana?.  Penumpang mestinya akan kelimpungan mengejar bus ke bandara satunya.  Saya saja kalau ke bandara Sukarno-Hatta Jakarta, sering kelimpungan kalau harus mengejar pesawat dari terminal satu ke terminal dua dan kemudian ke terminal tiga atau sebaliknya.  Padahal itu masih dalam lingkungan bandara.  Untungnya waktu transit kami panjang, mulai siang hari sampai menjelang tengah malam, baru kami berangkat ke Amsterdam.  

Maka dengan membawa kopor, tas punggung dan tas tenteng kami naik bus.  Lha sewaktu akan naik bus ternyata tidak gratis, harus membayar menggunakan uang ringgit.  Sementara itu saya tidak menyiapkan diri untuk itu.  Untungnya salah satu teman membawa uang ringgit yang cukup.  Maka kamipun meminjam ringgit untuk karcis bus.  Belum sampai ke Portugal sudah tiga kali meminjam.  Masak pergi ke Eropa dengan modal pinjaman yang semakin menumpuk.  Saya khawatir nanti sampai di Portugal, berapa kali lagi saya punya hutang?.  Pinjam lagi…..

Menariknya sewaktu menunggu di bandara, ternyata istilah bahasa Melayu yang digunakan berbeda dengan yang biasanya digunakan di Indonesia.  Ketika kami ingin sholat dan bertanya pada petugas di bandara, dimana ada mushola?  Mereka bingung. Sewaktu kami jelaskan untuk tempat sholat, mereka baru memahami.  

Ternyata disini dinamakan “surau”.  Seperti di pedesaan di Indonesia.  Sewaktu di bandara kami membaca di bagian atas gerbang tertulis “pintu pelepasan”.  Lho maksudnya apa?.  Apanya yang dilepas.  Apa ada burung dalam sangkar atau tahanan dari penjara yang akan dilepaskan melalui pintu itu?.  Oalah ternyata artinya “pintu keberangkatan” dalam bahasa Indonesia.  Ini masih lumayan dapat dipahami, tulisan sebaliknya membuat kami sebagai orang Jawa dan terbiasa berbahasa Jawa tertawa terbahak-bahak.  Tertulis diatas pintu ““pintu ketibaan”.  Ini maksudnya apa?.  Oh ternyata sama dengan “pintu kedatangan” di Indonesia.  Kalau diterjemahkan dalam bahasa Jawa artinya malah lebih parah yaitu “kejatuhan pintu”.  Aduh….

Penulis: Wahyu Widodo, sekarang sedang Post Doctoral di Portugal atas biaya Erasmus Mundus

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

sumber : PPI
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement