Selasa 25 Sep 2012 15:12 WIB

Biaya Hidup Mahasiswa di Yogyakarta Meningkat

Rep: heri purwata/ Red: Taufik Rachman
Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Yogyakarta.
Foto: muhammadiyah.or.id
Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Biaya hidup mahasiswa di Yogyakarta mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Kenaikan dipicu oleh besarnya kenaikan biaya makanan, minum dan pondokan.

Demikian hasil survei yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY bekerjasama dengan Pusat Studi Ekonomi, Keuangan dan Industri UPN Veteran Yogyakarta. Kenaikan biaya hidup ini berdasarkan hasil survei tahun 2012 yang dibandingkan dengan hasil survei tahun 2008.

"Biaya hidup untuk Strata 1 tahun 2008 sebesar Rp 1.160.800, sedang tahun 2012 sebesar Rp 1.742.640. Pemicu kenaikan biaya makanan, minuman dan pondokan," kata H Ardito Bhinadi, ketua tim peneliti di Yogyakarta, Selasa (25/9).

Dijelaskan Ardito, ada tiga komponen biaya hidup yang mengalami kenaikan cukup tinggi sehingga membuat biaya hidup naik. Yaitu pemondokan/kos-kosan sebesar empat persen, makanan dan minum tiga persen. "Lebih dari 50 persen pengeluaran mahasiswa digunakan untuk biaya makan, minum, pondokan dan transportasi," katanya.

Sedang item kebutuhan lain yang harus dicukupi mahasiswa di antaranya, telepon, internet, kesehatan, rekreasi/hiburan, kebutuhan harian, fotokopi, alat tulis, buku pelajaran, lain-lain.

Berdasarkan asal mahasiswa, mahasiswa Sulawesi menempati urutan terbanyak pengeluarannya yaitu sebesar Rp 2.617.900 setiap bulannya. Disusul mahasiswa Kalimantan sebesar Rp 2.134.600, Indonesia Timur Rp 2.050.100, dan mahasiswa asal Pulau Jawa Rp 1.614.944.

Dalam mencukupi kebutuhan makan, sebanyak 38 persen mahasiswa memilih warung makan. Kemudian makan di warung tenda sebanyak 32 persen, dan masak sendiri ada 32 persen. Mahasiswa yang masih tinggal bersama orang tua ada 12 persen.

Sarana transaportasi yang digunakan untuk beraktivitas sepeda motor ada 80 persen, menggunakan mobil hanya satu persen dan menggunakan bus umum hanya dua persen.

Sebanyak 62 persen sepeda motor tersebut dibawa dari daerah asalnya dan 38 persen dibeli di Yogyakarta. Hal ini yang membuat di Yogya banyak plat nomor kendaraan non AB.

Sedang untuk mencari informasi, mahasiswa memilih menggunakan internet. Ada 79 persen yang menggunakan internet untuk menambah pengetahuan, mengerjakan tugas-tugas kuliah. Penggunaan televisi untuk mencari informasi hanya 17 persen, koran dan majalah tinggal dua persen dan radio hanya satu persen. "Ada peningkatan akses internet dari 54 persen (2008), menjadi 79 persen," ujarnya.

Untuk mengisi waktu luang, mahasiswa menggunakan wisata alam, ada 25 persen. Tempat-tempat lain yang dikunjungi nonton film atau ke mall sebanyak 11 persen, main game 11 persen, wisata kuliner 11 persen, olahraga juga 11 persen, dan tinggal di pemondokan atu pulang ke rumah orangt ua sebanyak 18 persen.

Hasil survei ini juga menunjukkan adanya perubahan referensi untuk menghabiskan waktu luang. Tahun 2008, lebih banyak ke malla, kini mereka lebih suka menikmati wisata alam.

Kondisi ini menurut Pimpinan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DIY, Mahdi Mahmudy, keberadaan mahasiswa di Yogyakarta dapat menggerakan perekonomian rakyat. Di antaranya, melalui sektor kuliner, pemondokan dan lain-lain.

Sementara Kasiyarno, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) DIY, mengkuatirkan jika hasil survei tersebut dipublikasikan bisa mengurangi minat para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka. "Selama ini sudah terbangun image bahwa kuliah di Yogya murah," kata Kasiyarno yang juga Rektor UAD ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement