Selasa 10 Jul 2012 19:00 WIB

Jelang Pilkada DKI, Menghitung Suara Santri (I)

Sembari menunggu acara dibuka, para peserta Santri Indigo memperoleh tambahan pengetahuan dengan membaca Harian Republika yang dibagikan secara gratis. (Fotografer: Adjie Sambogo/Republika)
Foto: Republika
Sembari menunggu acara dibuka, para peserta Santri Indigo memperoleh tambahan pengetahuan dengan membaca Harian Republika yang dibagikan secara gratis. (Fotografer: Adjie Sambogo/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Nasihin Masha (pemimpin redaksi Republika)

Status Blackberry salah satu anggota tim sukses Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli jelas tertulis: “Makin yakin Foke-Nara menang 1 putaran.” Foke dan Nara adalah panggilan untuk Fauzi dan Nachrowi. Status itu mulai terpampang se pekan terakhir ini. Ya, pada 11 Juli besok, DKI Jakarta menggelar pe milihan gubernur.

Sejatinya, pasangan pengurus Partai Demokrat ini sejak awal memang menggelorakan semangat untuk me nang satu putaran. Nomor urut satu dalam urutan pasangan calon yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dimaksimalkan benar untuk menjadi tagline spanduk-spanduk mereka: Pilih No 1 untuk Pilkada 1 Putaran. Ada optimisme yang membuncah. Betulkah mereka akan menang satu putaran?

Hasil-hasil survei yang dilakukan lembaga jajak pendapat memang mengunggulkan mereka. Namun angkanya belum melebihi 50 persen, angka yang dipersyaratkan. Namun survei itu mengandaikan pemilih berpartisipasi 100 persen. Bagaimana jika tingkat partisipasinya tak 100 persen? Apakah pasangan ini yang akan diuntungkan? Secara kalkulatif, jawabannya iya. Ini karena pendukung mereka terutama dari lapisan menengah-bawah. Sedangkan kelas atas cenderung tidak menggunakan hak pilihnya.

Apalagi, pada pekan ini masih periode liburan sekolah. Hanya dari kelas menengah-atas yang memilih liburan keluar kota atau keluar negeri. Juga dari kelas ini yang tetap sibuk dengan urusannya. Ditambah, pilkada dilakukan pada hari kerja. Walaupun Pemerintah DKI menetapkan hari libur, akan lebih banyak kantor yang masuk kerja.

Selain segmentasi kelas sosial, pilgub DKI ini juga banyak dipanaskan oleh isu agama. Yang paling banyak kena adalah pasangan Hidayat Nurwahid dan Didik J Rachbini. Pasangan calon yang merupakan aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) ini diharapkan bisa menggaet paling banyak pemilih dengan sentimen Islam. PKS jelas-jelas partai berbasiskan agama, se dang kan PAN lebih banyak didu kung pemilih dari warga Mu hammadiyah.

Stempel PKS sering dijadikan handicap sebagai partai yang anti-tahlil dan anti-maulid. Apalagi Hidayat memang lulusan Universitas Madinah, Arab Saudi. Negeri itu merupakan negeri Wahabi, yang mengharamkan praktik-praktik yang dituduhkan. Namun orang lupa bahwa Said Aqil Siradj juga lulusan Universitas King Abdul Aziz dan Universitas Ummul Qura, Arab Saudi. Dan, kini dia adalah ketua umum PBNU. Organisasi yang sangat lekat dengan praktik maulid dan tahlil. Segala bantahan sudah dilaku kan Hidayat dan timnya, namun isu itu tetap efektif.

Hidayat juga sudah berusaha membuktikan bahwa tuduhan itu tidak benar. Misalnya, saat ibunya di Klaten, Jawa Tengah, meninggal, Hidayat mengadakan tahlil. Demikian pula ketika istrinya yang sebelumnya meninggal, ia juga mengadakan tahlil. Soal maulid, Hidayat sudah terbuka pula menghadiri acara memperingati kelahiran Rasulullah Muhammad SAW yang diadakan oleh para habib. PKS pun beberapa kali mengadakan acara maulid Nabi. Namun gempuran bahwa Hidayat dan PKS anti-maulid dan antitahlil tetap bergelora.

Dari kenyataan ini membuktikan bahwa sentimen Islam tetap efektif. Pasangan Hidayat- Didik bersaing dengan Fauzi- Nachrowi dalam menggaet pemilih santri. Pasangan berlatar etnis Betawi ini memang le kat dengan pemilih Islam. Betawi identik dengan Muslim. Mereka dikenal memiliki banyak majelis taklim dan juga pengajian para habib. Fauzi juga mantan ketua umum PW NU DKI. PKB, partainya warga NU, me nyo kong pasangan ini.

Pasangan lain yang mencoba menarik pemilih Islam adalah Alex Noerdin dan Nono Sampono. Ini karena ada unsur PPP sebagai pengusung pasang an ini. Sedangkan pasangan lain, yaitu Jokowi-Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), Faisal Basri-Biem Benyamin, dan Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria relatif tak mengeksplorasi pemilih Islam. Mungkin mereka menyadari tak cukup kuat untuk bersaing dengan Hidayat- Didik dan Fauzi-Nachrowi. Karena itu mereka lebih banyak mengemas isu sosial, pendidikan, atau kesehatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement