Selasa 08 Nov 2011 17:49 WIB

Kisah Relawan Banjir: Puas Bisa Membantu Sesama

Saya (kiri) bersama teman relawan medis MER-C di lokasi banjir.
Foto: Foto-foto: Dok. MER-C
Saya (kiri) bersama teman relawan medis MER-C di lokasi banjir.

Panggilan kepada saya untuk membantu sesama akhirnya datang. Masih teringat di memori saya, ketika itu, di suatu malam tahun 2007 sekitar jam 12 tengah malam, saya dihubungi oleh Mba Rini, manajer MTC (MER-C Training Center), yang mengatakan bahwa Posko Banjir MER-C di daerah Kalibata Jakarta Timur membutuhkan tambahan relawan.

Mba Rini meminta saya untuk membantu bertugas di sana dan mencari teman-teman saya yang lain. Saat itu memang terjadi banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta. MER-C membuka sejumlah titik posko kesehatan di Jakarta untuk memberikan bantuan kepada para korban banjir.

Ajakan ini saya sambut antusias. Saya segera menghubungi beberapa teman. Akhirnya, malam itu ada tiga orang teman saya (dua putra, dan satu putri) yang siap terjun ke lokasi banjir.

Kaget melihat situasi

Keesokan paginya kami semua sudah tiba di lokasi banjir Kalibata. Jujur, kami semua kaget melihat situasi yang ada. Kaget karena baru kali ini kami melihat begitu banyak orang berada di pengungsian. Kami melihat sendiri rumah mereka sudah tidak terlihat karena terendam banjir. Kondisi di lokasi pun sangat gelap karena tidak ada listrik. Sampah-sampah berserakan di jalan, jalanan becek dan kotor, orang-orang terlihat kelelahan dan frustasi. MCK lapangan juga terlihat di sana.

Saat itu saya berfikir, "Ya Allah… di suatu kota besar seperti Jakarta yang dibilang kota megapolitan, saat Engkau memberi cobaan, kota ini pun menjadi tidak berdaya." Saya yakin cobaan ini bukan untuk menyengsarakan, tapi untuk mengingatkan kita akan kealpaan dalam menjaga lingkungan yang sudah Allah titipkan kepada kita.

Mbak Rini dan suaminya langsung menyambut kedatangan kami dan memberi arahan apa saja yang harus kami bantu di posko kesehatan MER-C. Kami pun dikenalkan dengan relawan MER-C lainnya. Tugas kami di antaranya adalah mengurus segala kebutuhan para korban banjir, membantu distribusi logistik, merawat korban banjir yang terluka, serta membantu memberikan obat.

Saat itu kami semua masih berstatus mahasiswa kedokteran semester 7 dan 8. Ilmu kami di bidang kedokteran pun terbilang masih sangat minim. Jenis-jenis obat yang kami ketahui juga masih sedikit. Tapi, seberapa pun ilmu yang kami miliki, kami berusaha untuk membantu korban semaksimal mungkin.

Menolong bayi menggigil

Malam hari di lokasi, udara menjadi sangat dingin. Mungkin karena pengaruh lingkungan juga. Pada malam harinya, sekitar pukul 10-11 malam, tiba-tiba pos kami kedatangan dua orang ibu-ibu yang menggendong bayi berusia baru beberapa bulan. Diceritakan oleh sang ibu bahwa bayinya menggigil dan terlihat biru.

Setelah diperiksa oleh relawan dokter MER-C yang bertugas bersama kami, bayi-bayi tersebut diputuskan harus dibawa ke rumah sakit. Saya ditugaskan untuk mengantar bayi-bayi itu ke rumah sakit terdekat, yaitu RSUD Budhi Asih, dengan menggunakan ambulans MER-C.

Sesampainya di rumah sakit, saya segera mendaftarkan kedua bayi tersebut dan mengatakan kepada pihak RS bahwa mereka adalah korban banjir di Kalibata. Hal ini perlu disampaikan karena pemerintah menetapkan pengobatan gratis bagi para korban banjir, walaupun saat itu saya dititipkan uang oleh MER-C untuk berjaga-jaga apabila diharuskan membayar.

Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Kedua ibu itu dengan pandangan bahagia mengucapkan terima kasih. Saya pun ikut terharu.

Malam itu saya tidur larut malam, bahkan dini hari. Begitu juga dengan teman saya yang lain. Kami semua masih melayani para korban yang masih terus berdatangan ke posko, baik untuk meminta obat, selimut, baju ganti, makanan, minuman, dan lain-lain. Akhirnya setelah jam 2 dini hari kami pun tertidur. Saya dan dua teman putra tidur di dalam ambulans MER-C, sedangkan yang putri tidur di tempat lain bersama relawan putri MER-C lainnya.

Keesokannya, terbangun oleh adzan shubuh, kami langsung melaksanakan shalat shubuh. Agak sulit mencari air bersih untuk berwudhu. Dengan menggunakan air seadanya dan air mineral dari botol, kami pun berwudhu. Walaupun masih mengantuk, tetapi mata kami tidak bisa terpejam lagi. Tugas baru sudah menanti.

Saat hari bertambah siang, makin banyak saja para korban yang datang meminta pertolongan ke posko kami, terutama untuk berobat. Padahal, pagi itu dokter relawan yang bertugas baru satu orang. Beruntung, sekitar jam 10 pagi, kami kedatangan tim tambahan dari MER-C, yaitu dua orang dokter dan satu perawat OK (perawat kamar operasi). Tugas pun menjadi lebih ringan.

Air surut, tugas bertambah

Seiring menyusutnya air, ternyata tugas kami kembali bertambah. Pasalnya, banyak korban banjir, dengan hanya memakai pengaman seadanya, kembali ke rumahnya untuk mencari sisa-sisa harta di dalam rumah yang tersapu banjir. Beberapa kali posko kami kedatangan korban banjir yang mengalami luka robek di bagian kaki karena terkena pecahan kaca.

Dengan cekatan, tim dokter MER-C memberikan pertolongan menjahit luka mereka. Saya dan teman-teman juga diberi kesempatan untuk menjadi asisten para dokter tersebut. Saya sempat mendapat bagian menjahit luka salah satu kaki korban dengan didampingi dokter MER-C, yang tentunya sudah dengan persetujuan korban. Ini menjadi pengalaman yang sangat istimewa bagi saya karena pertama kali saya menjahit luka pasien saat masih menjadi mahasiswa kedokteran.

Seharian itu kami disibukkan dengan memberi pertolongan kepada para korban banjir yang berdatangan ke posko kesehatan. Menjelang maghrib, dengan kedatangan tambahan tim medis, kami pun dapat kembali ke rumah masing-masing.

Sungguh pengalaman yang sangat berharga bagi kami mahasiswa kedokteran. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, walaupun masih kuliah, kami dapat membantu sedikit meringankan penderitaan mereka yang menjadi korban bencana.

Setelah pengalaman ini, niat saya tidak berhenti. Saya ingin berbuat lebih banyak untuk sesama. Akhirnya, saya pun mendaftarkan diri sebagai relawan MER-C. Walaupun sebagai relawan kami tidak mendapat bayaran, tapi di situ lah kepuasannya, di saat kita bisa berbagi dan membantu sesame. Nilai ini terasa berkali lipat lebih besar daripada sekadar bayaran.

R. Prabowo HP (dr. Bowwho)

Relawan medis MER-C

Rubrik ini bekerja sama dengan komunitas relawan AlamSemesta.

AlamSemesta Institute didukung oleh Mer-C dan Wanadri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement