Sabtu 25 Apr 2020 04:25 WIB

Belajar dari 'Kebodohan' Umar Bin Khattab

Setelah Umar bin Khattab memeluk Islam ia menyadari kebodohan itu.

Belajar dari 'Kebodohan' Umar Bin Khattab
Foto: agukfsamodra.wordpress.com
Belajar dari 'Kebodohan' Umar Bin Khattab

Oleh : Agustiar Nur Akbar

Kita tentu tidak asing dengan Umar bin Khattab salah satu dari empat khalifah ternama masa sepeninggal Rasulullah SAW. Umar pun terkenal dengan ketegesan dan kelembutan hatinya. Bahkan Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya ada nabi sesudahku maka ia adalah Umar bin Khattab”. (H.R Tirmidzi dan Ahmad)

Dikisahkan pernah suatu ketika Rasulullah SAW mendapati Umar bin Khattab sedang menangis kemudian tertawa hampir bersamaan. Ketika ditanya apa gerangan yang menyebabkannya demikian. Umar bin Khattab menjelaskan bahwa ia teringat keadaan dirinya di masa jahiliyah dulu. Kenapa ia menangis, ia teringat ketika masa jahiliyah ia mengubur anak perempuannya hidup-hidup.

Terbayang olehnya seandainya saja anak perempuannya masih hidup. Ia akan bisa bersama mereka. Dan akan mendapatkan cucu yang banyak dari mereka.

Lantas yang membuatnya tertawa adalah ketika di masa jahiliyah ia terbiasa membuat patung-patung berhala. Terkadang ia membuatnya dari gandum dan manisan.

Akan tetapi ketika ia dilanda lapar atau musim paceklik. Maka ia terpaksa mengambil bagian-bagian patung berhala tersebut kemudian memakannya.Mendengar hal tersebut Rasulullah SAW pun turut tertawa.

Dari kisah ini kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga. Masa jahiliyah dikenal juga dengan masa kegelapan atau kebodohan.

Di mana akal dan hati nurani tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sebut saja dua hal yang mebuat Umar bin Khatab menangis dan tertawa ketika mengingatnya.

Pada masa jahiliyah perempuan tidak mempunyai harga sama sekali. Bahkan memiliki anak perempuan adalah aib yang besar. Karena dianggap tidak berguna, tidak bisa berperang dan tidak bisa mewariskan kejayaan serta kemuliaan. Bahkan perempuan dianggap sesuatu yang bisa diwariskan. Tak ubahnya seperti barang atau benda mati belaka.

Mengubur anak perempuan hidup-hidup sangatlah tidak manusiawi. Itu karenanya bisa disebut tipikal orang jahiliyah adalah tidak mempunya hati nurani. Akal sehat pun seharusnya menolak akan hal ini. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

Peristiwa kedua, di mana Umar bin Khatab memakan tuhannya yang ia buat sendiri. Jika akal sehat berfungsi sebagaimana mestinya maka akal akan menolak tuhan yang bisa dibuat dan dimakan. Atau tuhan yang bisa dibuat dan dihancurkan.

Setelah Umar bin Khatab memeluk Islam dan menjadi sahabat Rasulullah SAW. Ia menyadari akan kebodohan tersebut. Ia menyesalinya ketika dengan bodohnya ia mengubur anak perempuannya hidup-hidup. Karena itu ia menangis tatkala mengingat peristiwa tersebut. Dan Umar bin Khatab menertawakan kebodohannya. Bagaiamana bisa, dulu ia membuat tuhan yang ia sembah lalu memakannya.

Segala puji bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Esa lagi Maha Agung. Dengan syariat-Nya yang dibawa melalui tangan nabi Muhammad SAW, telah mengeluarkan umat manusia dari kebodohan dan ke-primitif-an. Serta mengajarkan kita untuk menggunakan hati nurani sebagaimana mestinya. Juga mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang manusiawi. Wallahu a’lam bish-shawab.

(Artikel Hikmah ini pertama kali dimuat di Republika pada 11 Mei 2011)

_____________________________________________________________

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement