Rabu 04 May 2016 11:00 WIB

Suyoto, Bupati Bojonegoro: Proyek Pemerintahan Terbuka Ala Bojonegoro

Red:

Foto : Republika/Rakhmawaty La'lang  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selama ini, publik mungkin belum banyak tahu bahwa banyak kepala daerah di Indonesia yang berprestasi dan mampu memajukan daerah yang dipimpinnya. Hal ini bisa jadi karena sorotan publik kepada kepala daerah melulu dari sisi kekurangannya saja, tanpa melihat prestasi dan perubahan diberikan selama kepemimpinannnya.

Salah satunya adalah Bupati Bojonegoro Suyoto, kepala daerah yang patut diapresiasi dalam memimpin kabupaten kecil di Provinsi Jawa Timur tersebut. Alasannya, ia berhasil membawa Bojonegoro sebagai satu-satunya perwakilan Indonesia di kancah dunia dalam hal daerah percontohan Pemerintah Daerah Terbuka (Open Goverment Partnership). Bojonegoro bersanding dengan 14 kota besar dunia, seperti Paris, Madrid, dan Skotlandia.

Seperti apa konsep keterbukaan di Kabupaten Bojonegoro, wartawan Republika, Fauziah Mursid, berkesempatan mewawancarai Bupati Suyoto, belum lama ini. Berikut petikan wawancaranya.

Bisa Anda jelaskan konsep keterbukaan di Bojonegoro yang dimaksud?

Jadi, keterbukaan itu meliputi pengelolaan keuangan, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan aset. Nah, pengelolaan itu bisa dilihat, mulai dari tahap perencanaan, kemudian tahap pelaksanaan, dan tahap pertanggungjawaban. Termasuk, data-data yang dimiliki oleh pemkab itu masuk open data sepanjang data itu bukan rahasia negara.

Itu bisa dilihat oleh masyararakat, nah, kalau itu, keterbukaan yang bersifat pasif. Jadi, ada juga keterbukaan yang bersifat aktif, yakni Pemkab Bojonegoro menjelaskan berbagai hal kepada publik. Contoh, berapa sih anggaran yang dimiliki dan seterusnya. Lalu, yang ketiga, keterbukaan terhadap semua keluhan dan aspirasi masyarakat. Masyarakat bisa mengajukan keluhan, lapor, dan melihat apa saja dan bisa diketahui secara publik, baik daring maupum manual, seperti dialog atau radio.

Jadi, lapor itu bisa aspirasi, bisa soal aduan, dan itu bisa terintegrasi dengan sistem daring. Maka itu, kita punya manajemen inovasi berbasis partisipasi publik atau keluhan publik.

Apa sebenarnya yang ingin dicapai dari keterbukaan ini bagi Bojonegoro?

Kita memang menerapkan open goverment project (proyek pemerintahan terbuka) agar makin memantapkan betul-betul collaboration action antara pemerintah dan masyarakat.

Karena kan diisyaratkan saling percaya itu bisa terjadi kalau saling terbuka, nah, saling terbuka itu berikutnya untuk saling mengapresiasi, saling membuka ruang, baru terjadilah sinergi.

Tugas kami sebenarnya sebagai pemerintah, pemerintah itu politikus, bukan sebagai commander, kita hanya sebagai fasilitator. Jadi, kalau kita datang, kemudian warga bilang ada masalah begini, ya kita duduk bersama. Pemerintah punya kemampuan seperti apa, misalnya, anggaran sekian, masyarakat sekian, nah kemudian dipecahkan. Lalu, baru itu, dibikin bersama-sama dari komunikasi itu.

Jadi, awalnya melalui komunikasi aktif pemerintah dengan rakyat langsung untuk memperoleh keterbukaan ini?

Ya, jadi mekanismenya secara dialogis. Bukan melalui debat. Kami ini harus hadir ke masyarakat, tapi bukan hanya hadir, tapi merasakan, dan bukan hanya merasakan, tapi bagaiamana bersama-sama merumuskan understanding complexity atau kompleksitas masalah yang terjadi seperti apa. Lalu, kita coba brainstorming dan cari solusi bersama dan tujuan dasar semua ini adalah kehidupan yang lebih baik itu meningkat.

Kita punya program setiap Jumat, namanya Dialog Jumat itu habis Jumatan, pukul 13.00 sampai pukul 15.00, terbuka untuk rakyat untuk serap aspirasi rakyat. Berbagai hal kita bicarakan. Misalnya, kalau dulu persoalan anggaran menjadi hal yang tabu dibicarakan, sekarang semua orang bisa melihat anggaran kita itu berapa dan juga bisa berbicara terkait anggaran ini, semua aspirasi kita tampung dan akan jadi pertimbangan untuk kita.

Ini wujud konkret, mengapa? Karena, orang bisa tahu akhirnya, keterbatasan anggaran dari pemerintah itu sendiri. Kan publik sering kali berpikir pemerintah itu segala-galanya, apalagi maaf ya warga kampung atau desa sering kali berpikirnya kemampuan pemerintah itu luar biasa. Jadi, keterbukaan ya mulai dari hal-hal seperti ini.

Lalu, pada Jumat pagi, juga kita punya program management reviews. Di situ, kami evaluasi bersama-sama respons dari publik seperti apa. Jadi, kami punya mekanisme untuk mengecek semuanya setiap Jumat pagi pukul 08.00.

Apa yang dirasakan langsung dari keterbukaan ini?

Saya mau cerita yang menggambarkan dampak dari keterbukaan yang jelas-jelas berdampak langsung.

Contohnya ada tiga, satu adalah kemampuan kami dalam menyelesaikan masalah lebih cepat. Kedua, kemampuan kami dalam pengetahuan, pengetahuan kita, pemerintah, dan masyarakat Bojonegoro bagaimana mengelola pemerintah. Ketiga, public knowledge atau pengetahuan publik naik, itu terasa sekali.

Bisa disebutkan seperti hal apa kemampuan itu?

Jadi, bagaimana kami dulu ini mengelola banjir. Dulu itu kita enggak tahu gimana kelola banjir, Bojonegoro ini kan selalu jadi langganan banjir. Terus bangun jalan, di Bojonegoro ini kan rata-rata masyarakatnya enggak peduli itu jalan desa atau jalan kota, mereka mau ya jalan bagus.

Tapi, kalau dipikir-pikir, kalau bangun itu semua dari anggaran pemerintah Bojonegoro itu ya triliunan mana bisa kita, tapi karena ini kerja sama dengan masyarakat, nyatanya berhasil.

Keterbukaan ini membuat sinergi masyarakat dan pemerintah benar-benar nyata?

Lah iya, keterbukaan ini membuat masyarakat percaya ke kita bahwa semuanya untuk kepentingan bersama. Jadi, masyarakat rela menyerahkan tanahnya ke kita dengan cuma-cuma, ini yang saya sebut tadi kolaborasi aksi.

Acapkali warga datang bawa sertifikat tanah buat dibangun fasilitas. Contoh saat kita membangun tanggul untuk menahan aliran Sungai Bengawan Solo 11 kilometer, pada tahun yang sama, pembebasan lahannya kelar pada tahun yang sama.

Terus pas kita punya program 1.000 embung di Bojonegoro dari 400 embung, belum ada tanah yang kami beli. Warga yang serahkan tanahnya sendiri. Walau enggak ada dana, kami bisa bangun banyak karena partisipasi dan kepercayaan rakyat itu.

Selain itu, dari dulu korupsi itu kan seperti sudah jadi hal yang biasa. Nah, karena ada transparansi ini bisa buat neken korupsi juga. Karena, tiap hari itu di kita dicek, jadi enggak ada yang sembarangan. Ada pungli sedikit saja dicek, langsung di dialog publik dilaporkan langsung, misal, si A ditarik Rp 3.000 sama si itu.

Anda kan sudah dua periode memimpin, apa tantangannya menuju keterbukaan ini?

Kalau Anda tahu, awal-awal saya jadi bupati, kepala dinas saya saja ada yang enggak bisa SMS, jadi jangankan keterbukaan, bilang software aja sower. Jadi kalau ngomong sower, "Ini, Pak, sowernya." Lalu, saya terus paksa kenal teknologi, begitu ada Whatsapp, misalnya, saya paksa buat punya dan pakai. Biar tahu dan ini kan nantinya bisa memproses percepatan pembangunan.

Lalu, begitu juga dengan dialog publik, awalnya orang pada takut sama rakyat, jadi enam bulan pertama itu seperti pengadilan rakyat. Dalam forum itu, warga bebas bicara apa pun, protes kami, tapi lama-lama akhirnya berjalan dialogis.

Keterbukaan di Bojonegoro menjadi pilot project, harapan Bapak setelah ini?

Tantangan saya adalah mengubah kepercayaan rakyat Bojonegoro dari personal ke saya ke institutional trust atau kepercayaan kepada institusi. Supaya pengganti saya nanti bisa meneruskan semua program ini. Termasuk, akan terus kawal open data, bahkan sampai tingkat desa.

Maka itu, dalam dua tahun ke depan, mumpung pilot project ini sangat menguntungkan bagi kami di Bojonegoro. Karena, banyak ide atau otak cerdas dari berbagai belahan dunia ini akan datang untuk mengoreksi dan meninjau kembali. Jadi, saya yakin bisa memberi solusi lebih jauh dan bersama-sama kami belajar.

Sebagai proyek percontohan dari Indonesia, apakah Anda melihat hal ini bisa diterapkan di kota lain?

Mungkin konteks wilayah lain dan Bojonegoro beda. Kalau toh yang di Bojonegoro diterapkan di Jakarta, prinsip umumnya bisa, tapi pasti harus dimodifikasi. Karena apa, kuncinya dimulai dari understanding kompleksitas, bagaimana setiap pemda itu punya basis masyarakat yang berbeda dan juga basis level pengetahuan yang beda, birokasinya juga. 

Mungkin pedoman umum ya, misalnya, pedoman umum pemerintah harus hadir, bukan hanya hadir, melainkan bagaimana memahami problem bersama. Bagaimana mengolaborasikan itu jadi keinginan bersama, keinginan bersama itu bagaimana menjadi visi bersama, visi bersama bagaimana jadi strategi bersama, strategi bersama baru kemudian bagaimana government aturannya. n ed: andri saubani

***

Dari Era Gaptek Sampai Jadi Proyek Percontohan

Kondisi wilayah dan masyarakat Bojonegoro yang boleh dikatakan berubah hampir 180 derajat dibandingkan delapan yang lalu, tak dimungkiri lantaran berkat tangan dingin Suyoto. Alasannya, Bupati Bojonegoro yang telah memimpin dua periode tersebut memberikan perubahan besar bagi rakyat Bojonegoro.

Siapa sangka, wilayah langganan banjir ini menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia dalam kota proyek percontohan yang diinisiasi lembaga multilateral Open Goverment Partnership. Bojonegoro bersanding dengan 14 kota besar di dunia lainnya yang terpilih karena Pemerintah Daerah Terbuka, seperti Paris, Madrid, dan Skotlandia. Dari perwakilan Asia, Bojonegoro satu dari tiga perwakilan Asia selain Kota Seoul (Korea Selatan) dan Kota Tbilisi (Georgia).

"Enam bulan pertama, jangankan terapkan keterbukaan, wong kepala dinas (kadis) saya aja ada yang nggak bisa kirim SMS, ngomong software aja sower, 'nunak nunuk' pokoknya dulu itu," demikian pengakuan Suyoto kepada Republika, belum lama ini.

Suyoto menekankan, prinsip keterbukaan menjadi hal yang paling diutamakan dalam era kepemimpinannya. Karena, menurutnya, keterbukaan merupakan kunci sinergi sebenarnya antara pemerintah dan masyarakat. Meski mengalami sejumlah proses yang cukup berat pada awal keterbukaan pemerintahannya, lambat laun hal ini menjadi terbiasa dan justru semakin membuat sinergi pemerintah dengan masyarakat semakin baik.  ed: Andri Saubani

Kota Percontohan Versi OGP

Asia:

Bojonegoro (Indonesia)

Seoul (Korea)

Tblisi (Georgia)

Eropa:

Paris (Prancis)

Madrid (Spanyol)

Skotlandia (UK)

Amerika:

Buenos Aires (Argentina)

Ontario (Kanada)

Austin (Amerika Serikat)

La Libertad (Peru)

Jalisco (Meksiko)

Sao Paulo (Brasil)

Afrika:

Kigoma (Tanzania)

Sekondi-Takorandi (Ghana)

Egeyo-Marakwet County (Kenya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement