Senin 07 Jul 2014 12:00 WIB

Resep Turun Temurun

Red:

Kue kering yang diproduksi Ujang dan istrinya ternyata tak semata menggunakan resep biasa. Kue nastar, kacang, keju, lidah kucing, dan putri salju buatan Ujang dijanjikannya memiliki rasa yang lebih enak dibanding kue lain. "Apalagi, di sini dibuat dengan gembira. Coba lihat, semua senang, seperti keluarga sendiri," kata Ujang.

Ujang mengaku, mendapat resep khusus dari almarhum sang ayah. Dia berkisah, ayahnya dulu pernah bekerja di pabrik kue milik orang Cina di Senen. Jadi, ayahnya tahu banyak bagaimana membuat kue kering.

Usaha kue rumahan yang Ujang miliki mulai dirintisnya sejak 1995, ketika dia tidak memiliki pekerjaan tetap. "Saya dulu bekerja di pabrik milik orang Cina juga. Keluar pada 1990-an. Makanya, saya putar otak untuk menambah pemasukan. Jadilah usaha kue ini," tambahnya.

Dari usahanya itu, Ujang mampu menyekolahkan ketiga anaknya. Bahkan, kini dua dari tiga anaknya telah berkeluarga. "Yah, walaupun ini usaha musiman, tapi kalau pintar ngatur uangnya ya insya Allah cukup," ujar Ujang. Terlebih lagi, kini mereka berencana mengembangkan usaha menjadi perusahaan kue yang memproduksi sepanjang tahun. Untuk itu, diakuinya, perlu modal yang lebih besar dari yang sekarang. 

Perusahaan kue ini memproduksi kue kering sebanyak 320 kilogram dalam sehari. Omzetnya sendiri mencapai lebih dari 20 juta per harinya.

Di antara kue yang diproduksinya, ada kue khas Lebaran, yaitu nastar. Kue ini bertahan dari gempuran zaman. Di era kolonial, kue ini sudah termasyhur dengan pastrinya yang renyah dan nanas yang manis. Disebutlah kue ini nastaart, kue nanas. Di tanah Sunda, masyarakatnya menyebut jenis kue ini dengan "ganas jeung tarigu" atau nanas dan terigu.

Dulunya, kue ini hanya bisa dinikmati kaum bangsawan dan saudagar kaya. Lambat laun, resepnya menyusup ke rumah-rumah penduduk dan semuanya bisa merasakan lezatnya kue nastar.

Selain Lebaran, kue nastar juga populer saat tahun baru Cina. Dalam dialek Hokkian, nastar disebut dengan Ong Lai yang berarti pir emas. Istilah ini satu idiom dengan arti "datangnya kemakmuran".

Nastar, sebuah kue yang terlanjur melekat dalam budaya bangsa kita. Nastar bertahan sejak kue ini mewakili simbol arogansi kolonial, sampai menjadi kue rakyat. Kini, semua bisa menikmati. Kalau makanan masuk dalam sebuah budaya, tentu nastar sudah dibilang "legenda". rep:c85 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement