Selasa 31 May 2016 14:00 WIB

Ahok - Ketua RW Berseteru

Red:

JAKARTA — Ketua Rukun Warga (RW) 12 Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Agus Iskandar, mengaku merasa dikorbankan oleh kebijakan baru Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Aturan baru yang mewajibkan setiap ketua RT dan RW melaporkan pengaduan warga melalui aplikasi Qlue itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 903 Tahun 2016.

Agus menuding Ahok telah berbuat sewenang-wenang karena memecatnya dengan cara yang tidak demokratis. Dia dipecat sebagai ketua RW 12 Kebon Melati lantaran menolak pemberlakuan laporan melalui Qlue. Pemecatan itu melalui Lurah Kebon Melati, Winetrin, kepadanya pada Jumat (27/5). Agus menduga ada tekanan dari Ahok terhadap sang lurah di balik keputusan pemecatannya itu.

"Kepada Winetrin, Ahok mengatakan, 'Jika Ibu tidak berani memecat ketua RW, maka saya yang akan pecat Ibu beserta jajaran pegawai di Kelurahan Kebon Melati.' Ucapan Ahok itu saya dapatkan dari Ibu Winterin langsung," ujar Agus menirukan ancaman Ahok di Jakarta, Senin (30/5).

Agus menuturkan, penolakannya terhadap penerapan aplikasi Qlue bukanlah tanpa alasan. Dia menganggap regulasi itu justru dapat membunuh demokrasi karena menempatkan jabatan ketua RW sebagai bawahan langsung gubernur. Nantinya ketua RW dibayar dengan sistem aplikasi tersebut.

Menurut dia, ketua RT dan RW itu dipilih warga dan bukan ditunjuk lurah atau gubernur. "Padahal, jabatan ketua RT dan RW di Indonesia selama ini seyogianya dibangun dengan asas gotong royong dan pengabdian. Ini malah Ahok main pecat saja terhadap ketua RT dan RW," ujar Agus.

Dia menyebut, uang operasional kini berdasarkan unggahan foto ke Qlue. Hanya saja, ketua RT dan RW tetap harus mengisi laporan pertanggungjawaban (LPJ). Dia menyatakan, tidak setiap hari ada masalah atau kegiatan yang harus dilaporkan ke Qlue. "Masa kita harus cari-cari penyakit," katanya.

Agus juga menyangkal permasalahan itu karena uang insentif. Agus hanya meminta Qlue digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Bukan kewajiban tiga kali sehari. Uang operasionalnya pun akan dilaporkan dalam LPJ. "Untuk RW satu posting dihargai Rp 12 ribu, masa RT dan RW diberi harga, kita tulus ke masyarakat."

Sebelumnya, puluhan pengurus RT dan RW mengadu ke Komisi A DPRD karena tidak puas dengan keputusan Ahok mengubah sistem pemberian uang gaji atau operasional, yang ditentukan berdasarkan laporan yang diunggah lewat Qlue.

Gubernur Ahok malah mempertanyakan para ketua RT dan RW yang menolak dengan aturan baru itu. Menurut dia, laporan lewat Qlue itu sangat mudah dan tidak seharusnya diprotes. "Semua orang juga tahu kok. Kamu kalau nggak laporan di Qlue nggak tercatat di sistem komputer," ujarnya.

Ahok menyebut, di kelurahan itu ada 13 item yang perlu dilaporkan setiap harinya. Di antaranya masalah sampah, saluran air, dan parkir liar. Dia menegaskan, sebenarnya masalah laporan itu termasuk kecil. Dia malah menuding, pengurus RT dan RW yang memprotes kebijakannya itu selama ini sering menyewakan lapak sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Ternyata setelah petugas terjun ke lapangan, berbagai lapak dan bangunan liar dibongkar Pemprov DKI. Atas dasar itu, Ahok menyebut, Qlue hanya masalah yang sengaja dibuat untuk mengajaknya ribut.

Selama ini, sambung Ahok, terlihat mana ketua RT dan RW yang bekerja melapor dengan munculnya tanda merah di aplikasi Qlue. "Begitu kamu tidak mau lakukan, merah terus. Kamu kerjakan dia jadi kuning, selesai kirim foto jadi hijau. Itu tercatat dan langsung terkirim ke HP saya," katanya.

Ahok menepis anggapan pengurus RT dan RW merasa kesulitan mengoperasikan aplikasi itu. Dia menjelaskan, tidak ada warga di Jakarta yang tak punya ponsel. Pun dengan ponsel berbasis Android juga tersedia harga Rp 500 ribu dan itu sangat terjangkau. Untuk menunjung operasional, pihaknya juga membelikan pulsa Rp 75 ribu. "Kami lagi dorong wajib lapor Qlue, jadi uang operasioanalnya dari situ, Rp 10 ribu per laporan," kata Ahok.

Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat menyatakan, aplikasi Qlue dibutuhkan pengurus RT dan RW di Ibu Kota. Dengan adanya aplikasi itu, pengurus RT dan RW dapat mengawasi kondisi lingkungan dan warganya masing-masing.

Menurut dia, apabila ketua RT atau ketua RW memiliki kesibukan sehingga tidak sempat mengunggah tiga foto per hari, anggota pengurus dapat membantu melaksanakan tugas tersebut. "Qlue itu sangat bermanfaat. Kita jadi tahu seperti apa kondisi masyarakat di lapangan, di lingkungan RT dan RW. Sebetulnya, bukan hanya ketua RT dan RW saja yang boleh mengunggah foto di Qlue, tapi pengurus RT atau RW juga bisa," ujar Djarot.

Dia menuturkan, Pemprov DKI bukan mengharapkan jumlah foto yang banyak diunggah di Qlue, melainkan substansi dari foto yang diunggah. "Kami ingin mengetahui masalah apa saja yang ada di lapangan dan langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah itu, termasuk adanya ikut serta warga atau tidak," ujar Djarot.

Sebelumnya, anggota Komisi A DPRD DKI Syarif mengatakan, Ahok telah melukai perasaan seluruh pengurus RT dan RW se-Jakarta. Sebab, menurut dia, Ahok salah menanggapi emosi dari para pengurus RT dan RW tersebut.

"Ahok melukai perasaan pengurus RT dan RW se-DKI. Yang diinginkan oleh mereka itu bukan boikot, atau dimaknai oleh Ahok itu, 'Dia (pengurus RT dan RW—Red) tidak milih saya (Ahok--Red).' Jadi, itu hanya dinamika dalam dialog kemudian timbul emosi, lalu muncul wacana boikot," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (27/5).

Menurut dia, Ahok juga berlebihan dalam menanggapi emosi pengurus RT dan RW. "Nggak ada boikot (pilkada). Mereka cuma mau mundur dari pengurus RT dan RW kalau SK gubernur tersebut tidak dicabut," ujar politikus Partai Gerindra itu.   rep: Ahmad Islamy Jamil, Lintar Satria/antara, ed: Erik Purnama Putra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement